Search

FPK Kukar Tekan Potensi Konflik Antar Kelompok dengan Dialog dan Silaturahmi

Ketua DPD PKN Kukar, Marwan. (Dok. Berita Alternatif)

Kukar, Beritaalternatif.com – Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) memiliki penduduk dari berbagai suku. Berdasarkan data yang dihimpun Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kukar, terdapat 28 suku yang bermukim dan tinggal di kabupaten tersebut.

Ketua FPK Kukar, Marwan menjelaskan, semua suku tersebut sudah terhimpun dalam FPK. Organisasi ini dibina secara langsung oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol).

Ia mengungkapkan, FPK memiliki visi untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga setiap programnya bermaksud merawat persatuan dan kesatuan bangsa.

Advertisements

Marwan mengatakan, konflik antar-suku yang terjadi di Pontianak atau konflik yang berlatar agama di Ambon telah menimbulkan perpecahan bangsa. Hal ini pula yang menginspirasi pemerintah untuk membentuk FPK.

“FPK ini didirikan dalam rangka mengantisipasi hal-hal yang tidak kita inginkan,” jelas Marwan kepada beritaalternatif.com baru-baru ini.

Dia mengungkapkan, di Kukar juga terdapat potensi konflik antar-suku. Ia mencontohkan perseteruan yang belum lama ini terjadi di Kecamatan Muara Jawa dan Kecamatan Muara Kaman.

“Ini hampir saja membuat kita terpecah. Di Muara Kaman misalnya, ada perseteruan antar-suku yang berbeda karena persoalan perempuan,” ungkapnya.

Kata dia, Kukar berbeda dengan Kota Samarinda. Penduduk Kota Tepian terkumpul dalam satu tempat. Sementara penduduk Kukar tersebar di perkotaan dan pedesaan, bahkan bermukim di pulau-pulau kecil.

Ia mencontohkan salah satu pulau di Kecamatan Anggana yang berdekatan dengan laut Sulawesi. Selain itu, wilayah pinggiran Kukar juga ditempati masyarakat yang heterogen.

Sebagian dari mereka bermukim dan tinggal di areal perusahaan sawit, migas, dan batu bara. Dalam kondisi demikian, selalu ada potensi konflik antar-suku.

“Contoh kecilnya saat rekrutmen tenaga kerja. Masyarakat lokal itu merasa, ‘kok bukan kami yang jadi karyawannya. Kenapa justru orang luar yang tidak diketahui asal-usulnya yang dapat kesempatan kerja’,” jelas dia.

Apabila hal ini tak diantisipasi sejak dini dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat, maka akan memicu konflik antar-kelompok.

Pengurus FPK Kukar, jelas Marwan, dapat merangkul para tokoh adat, agama, suku, dan kelompok masyarakat di setiap kecamatan.

“Sehingga kalau terjadi konflik di antara mereka, kalau tokoh-tokohnya bertemu, ini akan mudah bagi kita untuk menyelesaikannya,” kata Marwan.

Cara lainnya, FPK Kukar bekerja sama dengan pemerintah daerah. Misalnya dalam proses rekrutmen karyawan di perusahaan.

Pemerintah diharapkan dapat membuat aturan agar pihak perusahaan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada warga setempat.

“Hal ini dapat mengurangi pemicu konflik di masyarakat Kukar,” ujarnya.

FPK Kukar juga bergandengan tangan dengan aparat keamanan. Apabila terjadi konflik yang bermuara pada pidana, maka pihaknya akan menyerahkan proses penyelesaiannya kepada aparat kepolisian.

Sejatinya, setiap daerah tak bisa menghentikan dan menghalangi kedatangan orang dari luar daerah. Hal ini pula yang terjadi di Kukar.

Marwan mengatakan, para pendatang, baik karena tugas negara maupun pencari kerja, diharapkan dapat menghormati adat istiadat masyarakat setempat.

“Tidak boleh misalnya kita yang datang dari luar tidak menghormati adat istiadat Kutai. Ini dalam rangka menghormati adat dan budaya di Kukar,” imbuhnya.

Marwan menegaskan, bila terjadi konflik, penegakan hukum positif harus diutamakan. Siapa pun yang bersalah mesti mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai perbuatannya.

Ia mengatakan, FPK Kukar mesti dijadikan sebagai forum untuk membangun silaturahmi dan berkumpul antara tokoh dari lintas suku.

Karena itu pula Marwan meminta FPK di tingkat kecamatan dan desa se-Kukar mengadakan komunikasi dan dialog secara rutin dengan seluruh kelompok masyarakat.

Marwan selalu menyampaikan kepada FPK di kecamatan dan desa di Kukar agar tak menunggu persoalan muncul, lalu kemudian membangun komunikasi dan dialog dengan para tokoh.

“Hadirnya kita di FPK itu untuk merangkul semua tokoh agar membangun komunikasi,” katanya.

Komunikasi, dialog, dan silaturahmi antar-kelompok di setiap desa atau kecamatan dapat memudahkan berbagai pihak menyelesaikan beragam persoalan yang timbul di masyarakat.

Sementara itu, Marwan berpesan kepada masyarakat agar tak menyebarkan hoaks, hasutan, dan ujaran kebencian di media sosial (medsos).

“Dulu orang bilang mulut bisa buat orang binasa. Sekarang, di samping mulut, jari juga bisa bikin binasa. Karena apa yang kita kirim di medsos itu bisa memicu konflik,” ucapnya.

Dia mengingatkan, para pengguna medsos diminta untuk menimbang setiap hal yang dibagikannya supaya tak menimbulkan konflik antar-kelompok.

“Setiap yang dibagikan itu dibaca dulu, diteliti dulu, dan tahu dulu sumbernya. Kalau kira-kira tidak bermanfaat, lebih baik enggak dikirim,” saran Marwan. (ln)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
Advertisements
INDEKS BERITA