BERITAALTERNATIF.COM – Akademisi sekaligus pakar ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Aji Sofyan Effendi menguliti sejumlah masalah yang saat ini masih terjadi dalam pembangunan sektor ekonomi di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Ia menyebut dari 525 kabupaten/kota, Kukar menempati peringkat pertama daerah yang memiliki APBD terbesar di Indonesia.
Namun, di balik anggaran belanja yang dimiliki oleh Kukar, pemerintah daerah sebagai ujung tombak yang berwenang dalam menggerakkan bisnis-bisnis yang digarap oleh BUMD masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah yang harus dituntaskan seperti angka kemisikinan dan kesenjangan sosial di masyarakat yang masih sangat tinggi.
Selain itu, Kukar memiliki desa-desa dengan lokasi yang jauh dari pusat pemerintahan sehingga memerlukan pembiayaan yang relatif lebih besar untuk pembangunan dan pelayanan, terutama di sejumlah desa yang masih bertatus sebagai desa tertinggal atau belum mandiri.
Saat ini, Indonesia di masa pemerintahan presiden Prabowo Subianto mengeluarkan kebijakan efisiensi dan pemangkasan anggaran-anggaran di sektor-sektor strategis. Ketergantungan daerah terhadap dana bagi hasil dari pemerintah pusat akan sangat berisiko bagi pertumbuhan ekonomi Kukar, termasuk pendapatan daerah dari pengelolaan minyak dan gas bumi.
APBD Kukar, kata Sofyan, mencapai Rp 13,4 triliun. Pendapatan Asli Daerah (PAD) kurang dari Rp 1 triliun.
“Artinya, PAD-nya itu hanya mencapai 4,5 persen dari komposisi APBD Kutai Kartanegara,” ucapnya saat menjadi narasumber dalam acara Dialog Bisnis Migas yang diselenggarakan Korda AMSI Kukar AMSI Kaltim.
“Apa arti ini semua? Artinya, APBD Kukar itu sebenarnya kalau orang sakit itu berada di ICU. Dia diinjeksi; infus oleh APBN,” sambungnya.
Jika dihitung, 95 persen pendapatan Kukar bergantung pada dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kas daerah dan berdampak buruk bila pemerintah memutuskan untuk memangkas serta mengefisiensikan dana alokasi umum, dana alokasi khusus, serta dana bagi hasil.
Kondisi ini juga akan berakibat panjang pada tingkat pendapatan daerah yang merosot tajam apabila negara dihadapkan pada masalah resesi maupun krisis ekonomi.
Menerapkan kebijakan ekonomi yang menyasar pada peningkatan PAD sangat diperlukan guna membangun sektor keuangan daerah yang kuat dan stabil di masa depan. Peran Perusda disebutnya perlu dioptimalkan oleh Pemkab Kukar.
Peraturan daerah yang mengatur pembagian hasil usaha migas yang mengharuskan PT MGRM menyetorkan 100 persen laba dari pendapatan dalam pengelolaan migas kepada pemerintah daerah harus direvisi.
Pasalnya, sebut dia, perusahaan membutuhkan biaya atau capital expenditure yang besar sehingga keuangan perusahaan dapat berjalan dengan baik dan maksimal.
“Perdanya itu diubah. Mengapa? Karena biar bagaimanapun juga sebuah entitas bisnis, apalagi kelas migas semacam ini, membutuhkan biaya yang besar. Jangan masukkan rezim bisnis to bisnis. Itu masuk ke dalam rezim keuangan daerah,” ungkapnya.
Ia melihat terdapat sesuatu yang salah dalam menajamen PT MGRM selama beroperasi, terutama sejak pemerintah pusat memberikan Participating Interest (PI) 10 persen dalam pengelolaan blok migas kepada pemerintah daerah 6 tahun lalu.
Sofyan menyayangkan bahwa PT MGRM tidak mendapatkan bagian sedikitpun dari pengelolaan PI. Selama ini, perusahaan tersebut hanya bergantung pada bunga perbankan sebagai sumber pemasukan tanpa menikmati keuntungan langsung dari pengelolaan PI.
Dia pun menyarankan pendapatan atau laba bersih yang diterima dari hasil pengerukan kekayaan alam tersebut disalurkan kembali kepada PT MGRM untuk menambah modal usaha.
Hal ini akan memungkinkan direksi dan jajaran manajemen perusahaan leluasa dalam mengembangkan bisnis lain yang dianggap strategis. Jika tidak ada perubahan dalam kebijakan ini, dikhwatirkan akan menghambat sayap-sayap bisnis perusahaan.
Kebijakan ini juga akan meringankan direksi PT MGRM untuk melaksanakan serta menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan dan serangkaian kewajiban lainnya.
Kehadiran Perusda yang bergerak di berbagai bidang bisnis, terutama di luar sektor pertambangan dan sawit, perlu digenjot secara maksimal oleh pemerintah.
“Kutai Kartanegara ini membutuhkan Perusda yang memang betul-betul bermainnya tidak lagi di wilayah migas tapi bisa saja bermain di aneka usaha. Dulu ada Perusda Tunggang Parangan. Kalau enggak salah Perusda Tunggang Parangan itu kan sifatnya umum. Aneka usaha. Ini yang sebenarnya harus menjadi pilar kontributor PAD Kutai Kartanegara,” pungkasnya. (*)
Penulis: Ulwan Murtadho
Editor: Ufqil Mubin