BERITAALTERNATIF.COM – Ketua Umum Ahlulbait Indonesia (ABI) Ustadz Zahir Yahya bersama Dewan Syura ABI Ustadz Umar Syahab menghadiri prosesi pemakaman Syahid Sayid Hasan Nasrullah dan Sayid Hasim Safiudin di Beirut, Lebanon.
Kehadiran beliau merupakan bagian dari undangan resmi panitia penyelenggara, yang juga turut mengundang tamu dari berbagai negara.
Setelah beberapa hari berada di sana hingga prosesi pemakaman selesai, setibanya di Indonesia, Ustadz Zahir membagikan pengalaman dan pandangannya mengenai prosesi tersebut sebagai oleh-oleh kepada seluruh komunitas Syiah di Indonesia.
Beliau menyampaikan refleksi perjalanan tersebut dalam rapat evaluasi bersama seluruh pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) ABI di Kantor Pusat ABI, Jakarta Selatan, pada Kamis, 27 Februari. Dalam kesempatan itu, beliau menyoroti berbagai aspek yang tercermin dalam prosesi pemakaman, mulai dari dimensi perlawanan, kesetiaan, hingga pengorbanan.
Jutaan Orang Hadir Tanpa Sekat Agama, Mazhab, dan Keyakinan
Menurut Ustadz Zahir, prosesi pemakaman tersebut dihadiri oleh jutaan orang dari berbagai latar belakang, melampaui batas-batas agama, mazhab, dan keyakinan. Mereka berkumpul di Stadion Olahraga Camille Chamoun, Beirut, bukan hanya untuk memberikan penghormatan terakhir, tetapi juga untuk menyatakan ikrar melanjutkan perjuangan menegakkan keadilan dan membebaskan Palestina dari penjajahan Zionis.
“Prosesi ini bukan sekadar pemakaman, tetapi juga momentum peneguhan kembali janji dan komitmen bahwa kami setia dalam jalur perlawanan serta mendukung penuh pembebasan Palestina,” ujarnya.
Pesan Kuat kepada Musuh
Prosesi ini juga membawa pesan yang jelas kepada musuh. Mereka menyadari betul pentingnya momen ini sebagai bentuk penegasan perlawanan terhadap arogansi mereka. Tak heran jika mereka berusaha menggagalkan dan menghalanginya dengan berbagai cara, termasuk menebar ancaman dan ketakutan. Namun, semua upaya itu sia-sia.
“Musuh berusaha menakut-nakuti dengan berbagai cara, tetapi prosesi ini justru membuktikan bahwa perlawanan semakin kuat dan tak tergoyahkan,” tegasnya.
Kehadiran Jutaan Orang dan Delegasi dari 70 Negara
Jutaan orang dari berbagai negara, agama, dan etnis hadir untuk meneriakkan kesetiaan mereka terhadap perjuangan membebaskan Palestina. Kehadiran delegasi lebih dari 70 negara, dengan jumlah peserta mencapai 1,8 juta orang, serta partisipasi para aktivis dan tokoh dunia, terutama dari kalangan pemuda, menunjukkan bahwa perlawanan ini telah melampaui batas-batas geografis dan ideologis.
“Melihat realitas ini, musuh pun menjadi putus asa,” ungkapnya.
Perlawanan yang Mengakar dan Menjadi Kesadaran Global
Menurut Ustadz Zahir, perlawanan kini bukan lagi sekadar fenomena di Lebanon, tetapi telah menjadi arus kesadaran dunia.
“Dulu, perlawanan hanya terlihat di jalanan Lebanon. Namun sekarang, ia telah berkembang menjadi kesadaran global, bukan hanya di kalangan pecinta Ahlulbait, tetapi juga di berbagai komunitas agama dan bangsa,” jelasnya.
Beliau mengibaratkan perlawanan ini seperti pohon besar dengan akar yang menancap kuat di bumi dan cabang-cabangnya menjulang tinggi, memberikan manfaat bagi siapa pun.
Dukungan dari Non-Muslim
Salah satu aspek yang menonjol dalam prosesi pemakaman ini adalah kehadiran komunitas non-Muslim yang secara terbuka menyuarakan dukungan mereka terhadap perjuangan Sayid Hasan Nasrullah.
Banyak spanduk yang bertuliskan, “Kami, kaum Nasrani, merasa berhutang budi kepadamu, wahai Sayid Hasan Nasrullah.”
Menurut Ustadz Zahir, ini adalah bukti nyata bahwa perjuangan yang dijalankan oleh Sayid Hasan Nasrullah tidak hanya mendapat simpati dari umat Islam, tetapi juga dari komunitas lain yang merasakan dampak kepemimpinan dan perlawanan beliau.
Tekad Mengatasi Tantangan Cuaca
Meskipun prosesi pemakaman berlangsung dalam kondisi cuaca yang dingin, hal tersebut tidak menyurutkan semangat jutaan orang untuk hadir. Bahkan, banyak dari mereka telah berkumpul sehari sebelumnya karena khawatir tidak mendapatkan akses ke lokasi prosesi.
“Cuaca dingin tidak menjadi penghalang. Jutaan orang rela bertahan dalam kondisi sulit sebagai bentuk penghormatan dan keteguhan dalam perjuangan,” ujarnya.
Gerakan Perlawanan yang Terorganisir dengan Sistem Kuat
Salah satu warisan terbesar Sayid Hasan Nasrullah adalah sistem yang beliau bangun dalam tubuh Hizbullah. Ustadz Zahir menegaskan bahwa kekuatan Hizbullah bukan hanya terletak pada sosok pemimpinnya, tetapi juga pada sistem yang telah dikokohkan selama lebih dari 30 tahun.
“Sayid Hasan sering menegaskan bahwa gerakan ini dipimpin langsung oleh Imam Zaman Al-Mahdi (afs). Artinya, para pemimpin boleh gugur, tetapi sistem tetap berjalan dan perlawanan tetap berlanjut,” jelasnya.
Beliau juga menceritakan pengalaman beberapa tokoh nasional yang bertemu dengan Sayid Hasan di masa hidupnya. Saat itu, mereka merasa sungkan untuk berbincang lama karena kesibukan beliau.
Namun, Sayid Hasan justru menenangkan mereka dengan mengatakan bahwa sistem yang telah dibangun di Hizbullah membuat segala sesuatu berjalan dengan baik, meskipun tanpa kehadiran pemimpin secara langsung.
Keberlanjutan Perlawanan Pasca Kesyahidan Sayid Hasan
Seusai prosesi pemakaman, salah satu pengurus Hizbullah yang ditemui Ustadz Zahir mengungkapkan bahwa meskipun kesyahidan Sayid Hasan sempat mengguncang mereka, sistem yang telah dibangun tetap berjalan.
“Kami hanya mengalami guncangan selama sepuluh hari. Setelah itu, semua kembali berjalan dengan sistem yang telah dirancang oleh Sayid Hasan,” ungkapnya.
Bahkan dalam situasi sulit, Hizbullah mampu mencapai keberhasilan strategis, seperti menahan 70.000 pasukan Zionis di perbatasan Lebanon selama lebih dari 30 hari. Pada akhirnya, pihak musuhlah yang meminta gencatan senjata—bukan Hizbullah.
Pelajaran Berharga: Sistem Lebih Besar dari Tokoh
Menutup ceritanya, Ustadz Zahir menekankan bahwa pelajaran terbesar dari pengalaman ini adalah pentingnya membangun sistem yang kuat dan berkelanjutan.
“Tokoh-tokoh besar akan pergi, tetapi yang akan tetap langgeng adalah sistem kerja,” pungkasnya.
Oleh-oleh dari Lebanon yang disampaikan oleh Ustadz Zahir menggambarkan bahwa prosesi pemakaman Syahid Hasan Nasrullah bukan hanya merupakan peristiwa duka, tetapi juga menjadi momentum konsolidasi perlawanan yang semakin solid dan mendunia—sebuah perkembangan yang semakin menambah kekhawatiran dan ketakutan Zionis di tanah penjajahan Palestina. (*)
Editor: Ufqil Mubin