Kukar, beritaalternatif.com – Desa Giri Agung, Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menjadi salah satu sentra penanaman jagung hibrida di daerah kaya sumber daya alam ini.
Kepala Desa Giri Agung, Supriyadi mengungkapkan, sebelumnya para petani di desa tersebut telah menanam jagung di atas lahan sekira 70 hektare.
Sejatinya, dia ingin memperluas pemanfaatan lahan di Giri Agung untuk penanaman jagung hibrida. Namun, curah hujan yang tinggi sejak akhir 2021 lalu menghambat rencana tersebut.
Intensitas hujan yang cukup tinggi mengakibatkan akses menuju lahan yang digunakan untuk penanaman jagung di Giri Agung relatif sulit untuk dijangkau para petani.
“Sehingga buka lahannya enggak bisa. Buka lahan itu kan perlu panas sehingga nanti dibakar atau dibersihkan. Kalau hujan terus, petani enggak berani buka lahan,” ungkap Supri kepada beritaalternatif.com baru-baru ini.
Meski begitu, pada tahun-tahun yang akan datang, dia masih berharap dapat menambah jumlah petani dan luasan lahan untuk penanaman jagung hibrida di Giri Agung.
Sebab, bibit dan pupuk untuk jagung telah disediakan oleh pemerintah dan perusahaan swasta yang digandeng oleh Pemda Kukar melalui Dinas Pertanian dan Peternakan Kukar.
Supri juga menghadapi tantangan lain dalam mendorong para petani untuk menanam jagung di kawasan Giri Agung. Pasalnya, sebagian besar warga sudah terlebih dahulu menanam kelapa sawit dan karet.
Karena itu, pada saat dia mengajak para petani Giri Agung menanam jagung, respons mereka sangat minim, sehingga hanya mereka yang tidak memiliki tanaman kelapa sawit dan karet yang tergerak untuk menanam jagung.
“Itu pun masih bertarung dengan jagung manis karena petani kita kalau ngomong jagung manis, 60 hari sudah panen. Sementara kita ngomong jagung pipil, empat bulan baru panen,” jelasnya.
Sementara para petani yang telah tergerak menanam jagung, kata Supri, telah termotivasi dan berkomitmen untuk menjalankan usaha tersebut.
Namun, harga menjadi persoalan lanjutan yang “diprotes” oleh para petani jagung hibrida. Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 4.000 per kilogram dinilai belum menguntungkan petani jagung. “Itu awal-awal yang menghambat orang mau tanam jagung,” beber Supri. (*)
Penulis: Ufqil Mubin