beritaalternatif.com – Para petani di Desa Giri Agung, Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menjual jagung hibrida yang mereka tanam dengan harga Rp 4 ribu per kilogram.
Sebagian petani menilai harga ini terlalu rendah. Namun, tak sedikit petani di Giri Agung yang menganggap harga tersebut tetap membawa keuntungan bagi mereka.
Hal ini diungkapkan Ketua Kelompok Tani RT 16, Gunar. Meski jagung yang ditanamnya hanya dijual Rp 4 ribu per kilogram, dia mengaku tetap bersemangat menanam jagung hibrida.
Kata dia, kehadiran program penanaman jagung ini dinilainya sangat membantu para petani Giri Agung. Pasalnya, jagung hibrida lebih menguntungkan dibandingkan tanaman lain.
“Selama ini masyarakat hanya fokus pada pertanian tanaman pangan padi sawah. Sekarang bertambah karena ada petani jagung,” ucapnya kepada beritaalternatif.com baru-baru ini.
Petani jagung juga diuntungkan dengan keberadaan bantuan bibit jagung, pupuk, dan obat-obatan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar.
Gunar menjelaskan, jagung hibrida dapat dipanen setelah 110 hari setelah masa tanam. Karena itu, dalam setahun ia dapat menanam jagung sebanyak tiga kali.
“Keuntungan bagi kita di Kaltim ini, kita tidak pernah ada musim kemarau yang berkepanjangan. Musim hujannya selalu ada. Untuk tanam jagung itu minimal ada hujan,” terangnya.
“Di Kaltim khususnya, ini tidak pernah ada kemarau panjang yang lebih dari dua bulan. Nah, itu keuntungan untuk pembudidaya jagung,” lanjutnya.
Proses menanam dan memelihara jagung ini tergolong mudah. Jika petani ingin memanennya secara teratur, maka lahan harus disemprot terlebih dahulu sebelum jagung ditanam. Sepekan kemudian, petani bisa kembali menanam jagung.
Ia menyebutkan, kendala utama yang dihadapi para petani jagung di Giri Agung adalah ketiadaan mesin pipil.
“Selama ini kami pipilnya hanya secara manual. Sedangkan dengan kondisi itu sangat mempengaruhi mutu dan dan kualitas jagung,” ungkapnya.
Gunar mengatakan, satu orang pekerja hanya dapat melakukan pemipilan jagung maksimal 50-100 kilogram per hari. Sehingga dibutuhkan waktu selama berhari-hari untuk menyelesaikan pemipilan jagung yang dipanennya, yang mencapai 5-9 ton setiap kali panen.
“Kalau ada mesin pipilnya kan nggak perlu lagi untuk mengupas jagungnya. Jadi, tinggal ambil dari batangnya, langsung dimasukkan ke mesin pipil. Itu sudah keluar jagung,” ucapnya.
Dia menjelaskan, mesin pemipilan berharga Rp 29-36 juta per unit. Dengan modal yang terbatas, pihaknya belum mampu membeli mesin tersebut.
“Kami sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah daerah untuk bisa membantu dalam menyediakan mesin pipil ini,” harapnya. (*)
Penulis: M. As’ari
Editor: Ufqil Mubin