beritaalternatif.com – Salah satu keuntungan dan kemudahan bagi para petani jagung hibrida di Desa Giri Agung yakni jagung yang mereka tanam dibeli oleh PT Indoditas Duta Raya.
Berapa pun jagung yang dipanen para petani, perusahaan yang digandeng Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) tersebut akan menyerap dan membelinya.
“Selain itu, mereka juga memberikan bantuan-bantuan pupuk lewat pemerintahan daerah,” terang Ketua Kelompok Tani RT 16 Desa Giri Agung, Gunar, baru-baru ini kepada beritaalternatif.com.
Dia menjelaskan, program jagung hibrida mulai diluncurkan pada November 2021. Kemudian, ia melakukan panen perdana pada 19 Maret 2022.
Saat panen pertama tersebut, dalam 1 hektare lahan, ia memanen jagung sebanyak 5-6 ton.
“Kemarin kita panen yang pertama satu setengah hektare. Saat itu dapat hampir 9 ton,” ungkapnya.
Setelah panen, Gunar pun kembali menanam jagung di atas lahan seluas satu setengah hektare. Saat ini, umurnya telah mencapai 65 hari.
Keberhasilan sejumlah petani dalam menanam jagung hibrida ini membawa pengaruh tersendiri bagi para petani di Giri Agung.
“Antusias masyarakat melihat kondisi panen kemarin itu sangat tinggi. Masyarakat sangat tertarik untuk menanam jagung hibrida R7 ini,” jelasnya.
Sementara kelompok tani lain di Giri Agung saat ini memiliki jagung yang ditanam di atas lahan seluas 4 hektare yang umurnya telah mencapai 100 hari.
“Ada beberapa kelompok tani yang tanam jagung. Dari kelompok tani Giri Agung itu merekrut 7-8 kelompok tani. Mereka juga menanam jagung hibrida R7 ini,” ungkapnya.
Dalam 1 hektar lahan, jika dikerjakan oleh 5 orang, proses panen membutuhkan waktu 3 hari. Sementara bila panen dikebut dalam sehari, maka dibutuhkan 15 orang pekerja.
“Panen pertama kemarin kita cuma pakai 5 orang. Jadi, 3 hari baru selesai,” bebernya.
Gunar mengungkapkan, pembukaan dan pembersihan lahan membutuhkan modal Rp 6-7 juta per hektare.
Kemudian, penanaman dan pemanenan membutuhkan modal Rp 10-15 juta per hektare.
Kata dia, modal relatif lebih besar di awal penanaman jagung karena petani harus membuka “lahan tidur”.
Lalu, pada masa tanam berikutnya, petani tidak lagi mengeluarkan uang untuk membersihkan lahan, sehingga modal yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan penanaman pertama.
Dalam 1 hektar lahan, petani bisa menghasilkan 4-6 ton jagung pipil. Karena itu, omzetnya mencapai Rp 20-24 juta per hektar.
“Kalau dihitung-hitung itu masih lumayan. Kita bisa dapat untung Rp 5-10 juta per hektar. Itu untuk tanam pertama. Kalau tanam keduanya itu bisa lebih dari 10 juta,” jelasnya.
Gunar menyebutkan bahwa para petani di Giri Agung membutuhkan bantuan dari pemerintah daerah agar dapat membuka lahan yang lebih luas untuk menanam jagung.
Sejauh ini, pembukaan lahan masih dilakukan secara manual. Sehingga luas lahan yang dibuka hanya berkisar 1-3 hektar per orang.
Petani di Giri Agung juga membutuhkan bantuan mesin pemipilan dan pengering. Keberadaan dua mesin ini dapat mempersingkat waktu bagi petani untuk menyiapkan jagung yang dapat dijual ke perusahaan.
“Setelah kita panen itu kita enggak sempat melakukan pengumpulan dan pengeringan. Itu menjadi kendala bagi mutu dan kualitas jagung. Jadi perlu mesin pemipil dan mesin pengering,” jelasnya. (*)
Penulis: M. As’ari
Editor: Ufqil Mubin