Search

Pengamat: Pilkades Rawan Diintervensi Elite Politik dan Pemda Kukar

BERITAALTERNATIF.COM – Pengamat politik dari Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) Zulkifli mengatakan bahwa Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) tahun ini rawan diintervensi oleh kelompok kepentingan seperti elite daerah, kecamatan, hingga di tingkat desa.

Kata dia, kerawanan tersebut muncul salah satunya disebabkan Pilkades tidak didesain dengan sistem pengawasan yang relatif ketat layaknya pemilu di tingkat daerah dan pusat.

Rekrutmen penyelenggara Pilkades pun hanya mengandalkan orang-orang di desa setempat. Hal ini berbeda dengan pemilu di daerah dan pusat yang pengawas dan penyelenggaranya berlapis serta terbuka untuk semua kalangan.

Advertisements

“Sehingga bicara kerawanan intervensi di Pilkades, itu sudah pasti. Kita tidak bisa mungkiri itu,” katanya kepada beritaalternatif.com, Selasa (28/6/2022).

Campur tangan dalam Pilkades, lanjut dia, tidak hanya berpotensi dilakukan oleh pejabat di pemerintah daerah, tapi juga dapat melibatkan elite-elite partai politik di Kukar. Pasalnya, Pilkades menjadi bagian dari rentetan Pileg dan Pilpres 2024.

Intervensi tersebut, sambung Zulkifli, akan membawa efek negatif bagi desa-desa yang menyelenggarakan Pilkades apabila para kepala desa yang terpilih bukanlah orang-orang yang memiliki komitmen dan kompetensi yang memadai dalam menjalankan roda pemerintahan desa.

“Kalau kepala desa yang terpilih tidak punya potensi, maka desa itu akan stagnan. Karena orang yang mencalonkan diri ini tidak tahu harus melakukan apa,” tegasnya.

Sebagian calon kepala desa di Kukar juga tak mendesain rencana kerja lima tahunan secara sistematis layaknya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Para calon kepala desa hanya mengandalkan visi dan misi yang mereka paparkan saat mencalonkan diri.

Visi dan misi itu pun sebagian disadur dari internet. Kata Zulkifli, hal ini akan menimbulkan efek yang buruk bagi pembangunan desa. Salah satunya, desa tidak berkembang atau stagnan.

Dia menilai bahwa sebagian besar kepala desa yang terpilih pada Pilkades 2017 dan Pilkades 2019 tidak menunjukkan kinerja yang baik dalam menjalankan roda pemerintahan desa. Indikatornya, pembangunan desa tidak berjalan sesuai harapan masyarakat.

Dari dua kali Pilkades serentak tersebut, Zulkifli menegaskan, campur tangan elite daerah, baik dari pemerintah daerah maupun elite partai politik, sangat kental.

Akibat lain dari intervensi semacam ini adalah partisipasi masyarakat dalam memilih kepala desa sangat rendah karena mereka menganggap orang-orang yang mencalonkan diri sebagai kepala desa tak menunjukkan kinerja yang baik di desa.

“Kemudian, sisi negatifnya desa itu akan stagnan. Karena di Pilkades hanya bicara urusan politik. Bukan urusan ekonomi masyarakat,” jelasnya.

Beban Masyarakat

Zulkifli menegaskan, meskipun intervensi kerap muncul di Pilkades Kukar, perubahan positif masih dapat dilakukan di desa-desa di Kukar apabila masyarakat memiliki kesadaran untuk mendorong perubahan di desa.

Langkah awalnya, dia mendorong masyarakat membangun kemandirian dalam menentukan pilihan. Mereka diminta tidak terpengaruh oleh campur tangan oknum-oknum di desa, kecamatan, ataupun kabupaten.

“Masyarakat harus jeli memilih. Jadi, dalam proses ini kita cenderung membebankan kepada masyarakat,” ucapnya.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Unikarta ini menegaskan, pemangku kepentingan dari tingkat RT, desa, kecamatan, hingga kabupaten memiliki tanggung jawab untuk menanamkan kesadaran politik kepada masyarakat.

“Jangan sampai mereka terlibat sebagai panitia, pengawas, dalam hal ini BPD dan DPMD Kukar, bertindak tidak netral,” tegasnya.

“Peran dari masing-masing lembaga itu mengedukasi, kemudian menjelaskan dan sebagainya. Itu menjadi poin penting di Pilkades kali ini,” lanjutnya.

Dia juga mendorong DPMD Kukar mengadakan sekolah partisipasi layaknya program Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menciptakan Pilkades yang bersih dan partisipatif.

DPMD Kukar juga dapat membuat Indikator Kinerja Utama (IKU) pemerintah desa, sehingga kinerja kepala desa tidak hanya diukur dari kemampuan mengumpul uang dan membangun gedung.

IKU pemerintah desa dapat berupa capaian pembangunan yang meliputi pengentasan kemiskinan, pembukaan lapangan kerja, dan peningkatan ekonomi masyarakat.

“Sehingga ini bisa menjadi ukuran pemerintah selanjutnya bahwa orang ini benar-benar bekerja untuk membangun desa,” sebutnya. (*)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
Advertisements
INDEKS BERITA