Oleh: Dr. Muhsin Labib*
Dalam teologi umum ada doktrin yang menetapkan bahwa nilai baik dan buruk setiap perbuatan tak ditentukan oleh akal sehat tapi ditentukan oleh siapa yang melakukannya. Korupsi yang menurut akal sehat adalah perampokan harta rakyat, bagi mereka, bukanlah perbuatan buruk bila pelakunya adalah mereka dan tujuannya adalah advokasi Tuhan.
Tak mengherankan bila dana sosial CSR dan lainnya digerogoti dan dikuasai para penganut doktrin irrasional seolah menganggap harta selain mereka sebagai COD khusus dari Tuhan untuk mereka. Tak berhenti di situ. Kalau situasi mendesak untuk melakukan perampasan dan kekerasan yang menimbulkan kerugian harta bahkan nyawa dari orang-orang tak berdosa, nanti Tuhan yang mengurusnya. Kasus penyalahgunaan dana oleh organisasi pengais zakat, sedekah dan sumbangan sosial untuk memperkaya diri dan aktivitas yang diduga bertentangan dengan konstitusi negara.
Para penganutnya menetapkan bahwa perbuatan apa pun adalah baik, termasuk yang dianggap buruk orang kebanyakan orang, bila dilakukan dengan alasan membela agama oleh orang-orang yang “tidak sesat” alias pasti benar dan tinggal menunggu giliran untuk masuk surga.
Karena itu mereka menganggap pemerintah sebagai thoghut dan selain kelompoknya sebagai sesat bahkan kafir. Karena menganggap mereka thogut, kafir dan sesat, kelompok ekstremis ini menganggap mereka sebagai musuh. Karena dianggap musuh, hartanya sebagai “fai” alias pampasan. Dengan kata lain, supaya sah dirampok dan diserang, bahkan jadi bernilai jihad, target disesatkan, dikafirkan dan di-toghutkan dulu. Inilah Aksi Cepat Tilep. Sebelum kasus ini terungkap, sejumlah kejahatan dengan motif ini telah terjadi, entah sampai mana pengusutannya.
Sepintas, pandangan sadis ini terkesan sebagai pendapat khusus dan minor tapi sebenarnya ini adalah doktrin teologi umum umat.
Salah satu teks yang disepakati sahih oleh “mayoritas umat” sebagai berikut:
Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma sesungguhnya Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah ta’ala (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Bila memperhatikankata kunci “darah” dan “harta” serta “kecuali” lalu merenungkannya, mungkin Anda bisa menemukan justifikasi implisit dan arahan samar di dalamnya, meski sebagian ulama moderat berusaha “menyelamatkan” kontennya yang terlanjur disahihkan ini dengan penafsiran yang tak relevan blas. Tersedia puluhan teks dalam khazanah riwayat dengan konten yang semakna dan searah dengan teks tersebut.
Tapi bagi yang menjadikan logika sebagai filter bagi info-info agama, teks tersebut bukanlah teks yang patut dinisbatkan kepada manusia paling logis dan etis. (*Cendekiawan Muslim Indonesia)