BERITAALTERNATIF.COM – Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong mengabulkan permohonan Khoirul Mashuri dan Irianto untuk pengalihan penahanan dari tahanan rutan menjadi tahanan kota.
Dua terdakwa pemalsuan surat tanah di Desa Giri Agung, Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) tersebut kini dapat beraktivitas di luar rutan setelah ditahan di Mapolres Kukar sejak 22 Juli lalu.
Pengabulan permohonan pengalihan penahanan tersebut bermula dari permintaan penasehat hukum kedua terdakwa dalam sidang perdana di PN Tenggarong pada 3 Agustus 2022.
Dalam sidang berikutnya, majelis hakim mengabulkan permohonan Mashuri setelah istrinya bersedia menjadi penjamin bagi Anggota DPRD Kukar dari Fraksi PKB tersebut.
Sementara Irianto, yang merupakan Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia Kukar, menjadikan anaknya sebagai penjamin dalam pengalihan penahanan ini.
Humas PN Tenggarong Andi Hardiansyah mengungkapkan bahwa dalam permohonan pengalihan penahanan, dua terdakwa bersedia untuk kooperatif selama menjalani persidangan di PN Tenggarong.
Keduanya berjanji tidak akan melarikan diri, tidak akan mengulangi perbuatan mereka, serta tidak akan menghilangkan barang bukti.
Ardi mengungkapkan, penahanan terhadap Mashuri dan Irianto dalam perkara ini dimulai pada tahun 2017. Kemudian, penahanan keduanya ditangguhkan oleh Polres Kukar.
Lima tahun berlaku, Mashuri dan Irianto kembali ditahan oleh penyidik Polres Kukar. “Kalau untuk melarikan diri, mengulangi perbuatan atau menghilangkan barang bukti, majelis berpendapat itu kecil untuk dilakukan,” jelas Ardi pada Jumat (12/8/2022).
Selain dalih tersebut, majelis hakim PN Tenggarong juga berpendapat bahwa sumbangsih dan tenaga Mashuri dalam kapasitasnya sebagai Anggota DPRD Kukar masih dibutuhkan oleh masyarakat Kukar.
Sedangkan Irianto harus menjalani perawatan setelah mengalami kecelakaan, sehingga ia harus melakukan kontrol secara rutin di rumah sakit.
“Jadi, alasan dari majelis normatif saja untuk kita alihkan, tapi bukan kita tangguhkan,” katanya.
Selama melakoni status sebagai tahanan kota, Irianto bisa berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Tenggarong jika ingin berobat ke luar kota.
“Nanti pihak Kejaksaan bisa mengawal sampai dia keluar dari kota. Tapi, kita lihat dulu kepentingannya. Kalau misalnya kesehatan, berobat, ya pasti (dikabulkan). Alasan kemanusiaan,” sebutnya.
Ardi menjelaskan, Mashuri pun bisa beraktivitas kembali sebagai Anggota DPRD Kukar. Namun, ia tidak diperkenankan keluar kota. “Kecuali ada hal-hal tertentu,” katanya.
Ia menegaskan, pengabulan permohonan pengalihan penahanan dari tahanan rutan ke tahanan kota tersebut tidak berdasarkan karena keduanya berstatus sebagai pejabat negara.
Majelis hakim PN Tenggarong, sambung dia, mempertimbangkan alasan-alasan yang cukup dalam pengabulan permohonan terdakwa tanpa melihat statusnya sebagai masyarakat ataupun pejabat negara.
“Yang pasti kan dia tidak akan menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan, dan melahirkan diri,” ujarnya.
Kata dia, majelis hakim PN Tenggarong telah mengingatkan Mashuri dan Irianto agar tidak mempersulit persidangan. Bila hal itu dilanggar, maka pihaknya bisa mengembalikan status keduanya sebagai tahanan rutan.
Selama masa persidangan, PN Tenggarong menetapkan keduanya menjalani masa tahanan selama 30 hari. Masa tahanan tersebut tidak bisa diperpanjang hingga 60 hari layaknya kasus lain.
Perpanjangan masa penahanan berlaku untuk terdakwa yang didakwa dengan hukuman di atas sembilan tahun. Sementara dalam kasus pemalsuan surat tanah yang melibatkan Mashuri dan Irianto, PN Tenggarong tidak bisa memperpanjang masa penahanan.
“Jadi, kita batas masa penahanan 30 hari sampai 60 hari. Seperti itu perhitungannya,” pungkas Ardi. (*)