Search
Search
Close this search box.

Alasan Pengharaman LGBT dalam Islam

Listen to this article

Oleh: Dr. Muhsin Labib*

Indonesia dilanda heboh kontroversi LGBT. Ada yang kontra. Ada yang menolaknya dengan tetap mengakui haknya sebagai warga negara dan manusia. Ada pula yang mendukungnya.

Terlepas dari pro dan kontra soal itu, homoseksualitas telah menjadi fenomena yang tidak bisa diabaikan di Indonesia, dan masyarakat perlu penjelasan yang mudah dan tidak menyimpang dari agama dan norma moral.

Advertisements

Ada dua kata kunci yang lazim digunakan dalam perbincangan seputar seks dewasa ini, yaitu orientasi dan prilaku. Orientasi seks adalah perasaan dan konsep diri, bukan perbuatan. Sedangkan perilaku seks ditafsirkan sebagai tindakan yang dapat dipilih. Orientasi dan perilaku kadang sama, dan kadang berbeda.

Ada empat orientasi dan perilaku seksual yang biasa digunakan dalam psikologi dan komunikasi popular, yaitu heteroseks, homoseks, biseksual, dan aseks. Homoseks adalah istilah umum untuk semua pola hubungan seksual sesama jenis baik antar pria dan antar wanita.

Banyak faktor yang membentuk orientasi homoseks. Orientasi homoseks tidak hanya diakibatkan faktor genetik, namun kadang diakibatkan oleh trauma atau gaya hidup bebas. Pertama, faktor psikologis, yaitu dendam akibat trauma masa lalu; kedua, faktor sosiologis-kultural, yaitu pola hubungan yang dibentuk oleh gaya hidup bebas; ketiga, faktor genetik. Perilaku homoseks sering diakibatkan oleh orientasi homoseks yang terbentuk oleh struktur gen.

Perilaku homoseks sering dipengaruhi orientasi homoseksual. Orientasi homoseks juga tidak melulu karena faktor sosial-kultural dan psikologis, namun juga genetik. Tidak sedikit orang dengan orientasi heteroseks berperilaku homoseks atau sebaliknya, karena tuntutan profesi atau ekonomi.

Orientasi Seksual

Orientasi seksual adalah pola ketertarikan seksual emosional, romantis, dan/atau seksual terhadap laki-laki, perempuan, keduanya, tak satu pun, atau jenis kelamin lain.

Menurut American Psychological Association, istilah ini juga merujuk pada perasaan seseorang terhadap “identitas pribadi dan sosial berdasarkan ketertarikan itu, perilaku pengungkapannya, dan keanggotaan pada komunitas yang sama”.

Ada tiga orientasi seksual, yaitu heteroseksual, homoseksual, dan biseksual. Umumnya orang adalah heteroseksual alias tertarik hanya kepada lawan jenis. Namun, cukup banyak juga orang yang tertarik hanya pada sesama jenis.

Tapi toh usaha-usaha itu terbukti kurang bisa mengubah kecenderungan homoseksual yang dimiliki. Rodrigo Munoz, Presiden American Psychiatric Association (Asosiasi Psikiater Amerika) tahun 1998 menyimpulkan bahwa ‘tidak ada bukti adanya terapi yang efektif untuk memperbaiki atau mengubah orientasi seksual seseorang’.

Boleh dibilang, orientasi seksual banyak dipengaruhi faktor biologis. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa laki-laki homoseksual memiliki anatomi syaraf di beberapa bagian otak yang lebih mirip anatomi syaraf pada perempuan ketimbang pada laki-laki heteroseksual. Hal ini yang membuat laki-laki homoseksual cenderung memiliki kemampuan spasial atau memahami ruang sebaik perempuan heteroseksual (normal). Sebaliknya, perempuan homoseksual juga memiliki anatomi syaraf di beberapa bagian otak yang lebih mirip laki-laki heteroseksual (normal) daripada perempuan heteroseksual.

Agama dan Orientasi Seks

Teks agama secara tegas mengecam perilaku homoseksual. Karena itu, upaya mencari justifikasi perilaku homoseks dalam Islam pastilah tertolak. Dalam sebagian ayat Alquran yang mengetengahkan kisah prilaku kaum Sodom, kata “ta’tuna” (mendatangi, menggauli) digunakan berarti “aktivitas seksual sesama jenis”. “Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji itu sedang kamu melihat(nya). Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu), bukan mendatangi wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak dapat mengetahui (akibat perbuatanmu).” (QS. an-Naml: 54-55)

Memang, ayat-ayat yang mengecam perilaku homoseks mungkin tidak bisa ditafsirkan niscaya mengecam orientasi homoseks karena faktor genetik.

Orientasi homoseks yang timbul karena gaya hidup perlu dipandang sebagai persoalan sosial dan psikologis serta kultural, sehingga diperlukan penyadaran. Sedangkan orientasi homoseks karena faktor determinan, seyogyanya tidak diperlakukan sama dengan orientasi homoseks karena gaya hidup dan trauma.

Para agamawan menentang perilaku homoseks karena hubungan sesama jenis mengancam keberlangsungan generasi manusia. Menurut hukum akal sehat, perilaku homoseks tidak bisa diterima. Tuhan menciptakan manusia berpasangan sebagai bagian dari sistem dialektika dan harmoni yang langgeng. Secara fisikal dan biologis, laki-laki dirancang sebagai ”pemberi” dan wanita sebagai “penerima”. Pemberi tidak akan bisa berposisi sebagai pemberi bila tidak ada penerima, dan begitu pula sebaliknya. Karenanya, hubungan seks sesama pemberi atau sesama penerima adalah paradoks. Kenyataannya, dalam hubungan sejenis, pasangan sejenis berposisi “pemberi” dan “penerima” secara seksual atau emosional. (Dimuat dalam majalah Sindo Weekly no 14, thn I, 07-13 Juni 2012)

Lalu, apa solusi agama untuk sekelompok orang yang terbukti secara genetis dan biologis berada dalam tubuh yang berbeda dengan orientasi sesksualnya, bukan karena pergaulan atau trauma? Mungkin para ahli fikih perlu berijtihad berdasarkan kaidah-kaidah ilmu ushul fiqh, dengan mendengarkan pendapat para pakar biologi, psikologi dan lainnya, menggagas sebuah fikih alternatif yang relevan dengan dinamika zaman. Misalnya, dengan tetap mempertahankan keharaman kontak kelamin sejenis, mungkin perlu juga mengkaji secara mendalam alasan-alasan valid dan mencari kaidah rasionalnya, misalnya kaidah “hukum darurat”.

Yang menarik, Iran, yang dikenal konservatif yang anti homoseksualitas bahkan sering dikecam karena menjatuhkan hukuman berat terhadap pelaku hubungan sejenis, melegalkan operasi ganti kelamin karena faktor genetik. Dengan solusi realistis ini, perilaku homoseks dapat dikurangi, dan pengharaman hubungan sejenis bisa dimaklumi. Wallahu a’lam. (*Cendekiawan Muslim Indonesia)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA