BERITAALTERNATIF.COM – Aliansi masyarakat adat di Kelurahan Loa Ipuh Darat dan Jahab Kecamatan Tenggarong mendesak PT Budiduta Agromakmur (BDA) menghentikan aktivitas pencaplokan paksa lahan masyarakat adat.
Penyerobotan serta pencaplokan lahan masyarakat adat yang dilakukan oleh PT BDA menyebabkan kerusakan tanaman yang menjadi salah satu sumber penghasilan masyarakat di wilayah tersebut.
Hal tersebut diungkapkan oleh praktisi hukum sekaligus Ketua Adat Kaltim Elisasson saat diwawancarai oleh awak media Berita alternatif baru-baru ini.
“Konsep dia (PT BDA) kan konsep penjajah betul. Dia enggak bebaskan lahan orang, enggak beli lahan orang, tapi dia gusur semua. Sampai saat ini sudah berapa tanaman masyarakat digusur,” bebernya baru-baru ini kepada awak media Berita Alternatif.
Karena itu, dia yang mewakili segenap pemilik lahan yang digusur tersebut menuntut PT BDA agar bertanggung jawab dengan melakukan ganti rugi terhadap masyarakat adat yang tanaman mereka dirusak akibat penggusuran lahan secara sepihak.
Ia menyebut kerugian yang dialami masyarakat akibat aktivitas penyerobotan lahan tersebut mencapai belasan miliar rupiah karena perusahaan menyerobot lahan masyarakat hingga ratusan hektar.
Pada 22 Februari 2024, PT BDA dan masyarakat adat sempat berkomitmen untuk menyelesaikan masalah tersebut dalam pertemuan dengan Pemkab di Kantor Bupati Kukar.
Sebelum diadakan mediasi oleh Pemkab Kukar, PT BDA berjanji tidak akan melakukan penyerobotan lahan masyarakat. Hal tersebut pernah dituangkan dalam perjanjian tertulis yang disepakati oleh kedua belah.
Namun, kesepakatan itu sama sekali tidak diindahkan bahkan dilanggar perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kukar tersebut. PT BDA tetap melakukan pematangan lahan (land clearing) di tengah penolakan warga.
Hingga saat ini permohonan warga agar perusahaan menggganti rugi lahan dan tanam tumbuh milik mereka belum direspons oleh perusahaan.
“Perusahaan gusur terus, sehingga kerugian saat itu dihitung belasan miliar. Tanam tumbuh masyarakat yang digusur,” jelasnya.
Elisasson berharap perusahaan yang banyak merugikan masyarakat adat setempat membayar ganti rugi serta memperbaiki kondisi lingkungan sekitar yang telah dirusaknya.
“Bagaimanapun perusahaan itu perlu dituntut denda adat. Tanggung jawab untuk merestorasi dan merestitusi keadaan yang dia sudah rusak di situ,” tegasnya.
Baru-baru ini, dia bersama perwakilan adat meminta bantuan sejumlah instansi pemerintah demi mencari keadilan dalam kasus tersebut, bahkan mereka bersurat kepada Presiden dan kementerian.
Ia berharap surat yang dilayangkan warga kepada pemerintah pusat bisa segera disrespons agar ketidakadilan yang dirasakan masyarakat adat selama 45 tahun terakhir bisa segera direspons dan diselesaikan oleh pemerintah. (*)
Penulis: Ulwan Murtadho
Editor: Ufqil Mubin