BERITAALTERNATIF.COM – Aliansi Masyarakat Loa Kulu Menolak HGU beberapa waktu lalu melakukan gerakan pengusiran alat berat diduga milik PT Budi Duta Agro Makmur (BDAM).
Pengusiran terjadi lantaran alat berat tersebut ingin menggusur lahan milik warga di KM 9 Desa Loh Sumber, Kecamatan Loa Kulu, Kukar.
Atas persoalan tersebut, aliansi masyarakat Loa Kulu pun mengajukan permohonan inklaf ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kaltim, Gubernur, dan Ketua DPRD Kaltim.
Sekretaris aliansi Ramadhan menegaskan bahwa HGU PT BDAM di Loa Kulu hampir tidak memenuhi prinsip pelaksanaan. Soalnya, HGU yang seharusnya ditanami berbanding terbalik dengan aktivitas di lapangan.
Ia menilai izin HGU yang dikeluarkan hanya mencaplok lahan masyarakat agar dimanfaatkan untuk menggali batu bara dan tidak pernah digunakan sebagaimana izinnya.
Izin HGU seluas 280 hektare tersebut dinilai merugikan masyarakat pemilik lahan. Soalnya, masyarakat tidak bisa menggunakan secara maksimal lahan yang sudah digarap sejak tahun 1970-an itu.
Kata Ramadhan, sampai saat ini pemerintah tidak berani mengeluarkan sertifikat atas wilayah yang statusnya Areal Penggunaan Lain (APL) dengan alasan kawasan HGU.
Ia juga menyebut, bahwa PT BDAM tidak pernah meminta kesediaan pemilik lahan agar lahannya dijadikan kawasan HGU.
“Pembicaraan ini yang tidak pernah terjadi. jadi inilah yang dianggap oleh masyarakat bahwa ini merugikan,” katanya.
Ia menilai kehadiran PT BDAM di Loa Kulu hanya sekedar memasang jerat. Sebab jika ada perusahaan tambang masuk, kemudian mereka mengklaim tanah kawasan HGU.
Kata Ramadhan, sudah banyak terjadi peristiwa akibat pengalihfungsian lahan HGU menjadi kawasan pertambangan.
Ia mengaku, sebelumnya pernah mengadvokasi masyarakat yang bersengketa dengan perusahaan tambang akibat lahan yang dikuasai dan dilakukan PPLB antara PT BDAM dan PT MHU.
Hal itu membuat masyarakat sulit meminta pertanggungjawaban. Padahal, kata dia, jika merujuk pada prinsip-prinsip HGU, seharusnya lahan HGU tidak bisa dialihfungsikan kecuali untuk proyek-proyek strategis nasional.
“Anggaplah misalnya ada jalan tol yang harus dibangun di situ ada jaringan minyak, pipa gas,” ujarnya.
Ramadhan pun mempertanyakan lahan HGU PT BDAM yang dialihfungsikan ke sektor pertambangan.
Ia curiga, bahwa kehadiran PT BDAM di Loa Kulu hanya untuk mencaplok kawasan yang potensial dengan batu bara. Sebab mereka menanam seadanya lalu menjual dengan harga tinggi kepada perusahaan tambang.
Ramadhan menyebutkan, beberapa kali melalui putusan MA, PT BDAM pernah bersengketa dengan para pihak terutama tambang akibat ganti rugi lahan.
Bahkan, kata dia, nilai transaksi pengalihfungsian lahan dalam putusan tersebut mencapai 1 juta dollar.
Ramadhan pun mempertanyakan uang kompensasi tersebut, apakah masuk ke kas negara atau ke dalam rekening PT BDAM.
“Kalau sampai masuk ke dalam perusahaan BDAM maka tentu merugikan daerah,” tuturnya.
Dalam beberapa kasus yang terjadi, ia berharap ini menjadi pertimbangan bagi BPN Kaltim untuk memenuhi tuntutan masyarakat agar lahannya tidak dimasukkan ke dalam HGU PT BDAM.
Ramadhan juga berpandangan bahwa, jika PT BDAM dikeluarkan dari Kukar, hal itu tidak sedikit pun merugikan daerah. Sebab tidak sebanding dengan apa yang sudah digarapnya selama ini.
Selain itu, diketahui PT BDAM tidak pernah memiliki pabrik. Karena itu, pihak aliansi menduga ada kongkalingkong yang sengaja dimainkan oleh PT BDAM agar tidak memiliki kewajiban yang besar terhadap daerah.
“Wilayah dikuasai yang penting potensial tapi pada prinsipnya tidak memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat khususnya yang memiliki tanah di atasnya,” imbuhnya.
Berdasarkan surat dari Bupati Kukar yang lama, Chaidir Hafiedz, PT BDAM dinyatakan tidak pernah melakukan ganti rugi kepada masyarakat Loh Sumber yang tanahnya dikuasai.
Selain itu, SK PT BDAM juga diketahui dipalsukan. Hal itu dibuktikan dengan ditahannya beberapa oknum pegawai BPN Kaltim yang mengeluarkan SK yang tidak sesuai dengan ketentuan.
“Artinya jangan sampai kemudian ini menjadi problem ke depannya. Terlebih kita tahu semua bahwa SK PT BDAM pada tahun 2009 itu terbukti dipalsukan. Sayangnya SK itu terus digunakan PT BDAM untuk mengklaim tanah masyarakat,” tuturnya.
Kini Aliansi Masyarakat Menolak HGU sudah berkomunikasi dengan masyarakat di beberapa desa lainnya seperti Desa Jembayan Tengah untuk mengeluarkan HGU PT BDAM di Loa Kulu.
“Mudah-mudahan ke depan ini bisa menjadi perhatian untuk BPN Kaltim dan BPN RI sebelum memutuskan berapa jumlah sisa lahan yang mesti diberikan kepada BDAM kalau izin perpanjangannya dipenuhi,” pungkas Ramadhan. (rh)