BERITAALTERNATIF.COM – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 176/PUU-XXII/2024 diklaim oleh sejumlah pihak sebagai putusan yang dapat mendiskualifikasi Alif Turiadi sebagai calon wakil bupati Kukar.
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Kutai Kartanegara La Ode Ali Imran menjelaskan bahwa Putusan MK Nomor 176 sejatinya menguji Pasal 426 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Kata dia, undang-undang tersebut berkaitan dengan pemilu, bukan pilkada. “Jadi, beda rezim,” tegasnya sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Alternatif Talks pada Kamis (10/4/2025).
Pencalonan Alif di Pilkada Kukar, sambung La Ode, berhubungan dengan administrasi. Sementara Undang-Undang Pemilu tidak mengatur secara khusus terkait administrasi pencalonan di Pilkada, sehingga aturan tersebut tak bisa menjadi payung hukum dalam pengaturan administrasi pencalonan sebagai calon wakil bupati di Pilkada.
Masalah administrasi disebutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Itu semua undang-undang payung (untuk anggota DPRD),” jelasnya.
La Ode juga menjelaskan, pengujian Pasal 426 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berkaitan dengan calon anggota DPRD terpilih di Pemilu 2024. Hal ini tentu saja tak berkaitan dengan anggota dewan yang sudah menduduki jabatan sebagai wakil rakyat seperti Alif yang kemudian mencalonkan diri sebagai wakil bupati Kukar.
“Terang sekali disebutkan di bab itu calon anggota DPRD terpilih. Kalau terpilih, itu kan dia belum dilantik. Belum bekerja. Kalau sudah dilantik, masak dia masih disebut caleg atau calon? Kan sudah dilantik. Jadi, status hukum dia anggota dewan,” terangnya.
Putusan MK tersebut, lanjut dia, berlaku untuk kasus di masa mendatang. Karena itu, putusan ini tak berlaku mundur ke belakang.
Penetapan calon bupati dan calon wakil bupati Kukar disebutnya telah dilakukan oleh penyelenggara pemilu, sehingga tidak tepat bila Putusan MK Nomor 176 digunakan sebagai dasar untuk mendiskualifikasi Alif dari calon wakil bupati Kukar.
Ia menyebut Putusan MK Nomor 195/PHPU.BUP-XXIII/2025 pun hanya mendiskualifikasi Edi Damansyah. Sementara calon lain tetap mengikuti Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kukar tahun 2025.
“Bahkan Rendi Solihin pun tetap sebagai wakil. Artinya, yang lain tidak terjadi perubahan. Yang terjadi perubahan hanya pak Edi Damansyah saja. Artinya, penetapan sebelumnya harus dianggap sah,” terangnya.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2024, tegas La Ode, memperbolehkan anggota dewan untuk diganti antar-waktu. Syaratnya antara lain meninggal dunia, mengundurkan diri, dan dijatuhi sanksi pidana atau sanksi dari partai politik.
Kata dia, dalam kasus anggota dewan seperti Alif yang mencalonkan diri sebagai calon wakil bupati Kukar, politisi Gerindra tersebut diperbolehkan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai anggota DPRD Kukar.
“Dan itu dipersyaratkan dalam PKPU maupun Undang-Undang Pilkada. Bagi anggota DPRD yang mencalonkan diri harus menyertakan pengunduran dirinya sebagai syarat,” ujarnya. (*)
Penulis & Editor: Ufqil Mubin