Kukar, beritaalternatif.com – Tekanan pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir terhadap Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) berdampak pada tren pertumbuhan ekonomi yang melambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Salah satu penyebabnya, Kukar masih bergantung pada sektor Sumber Daya Alam (SDA) yang tak terbarukan seperti batu bara. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai rata-rata 2 persen per tahun.
Anggota Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kukar, Haidir menekankan agar fenomena selama pandemi Covid-19 ini menjadi pelajaran bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar.
Menurut dia, perekonomian Kukar yang bergantung pada sektor pertambangan akan mengalami fluktuasi seiring kenaikan dan penurunan produksi serta harganya di pasar dunia.
Hal ini pun berpengaruh terhadap postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kata Haidir, kenaikan APBD Kukar berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang kaya sumber daya ini.
“Tapi, sebaliknya ketika menghadapi kondisi defisit dan juga Silpa dalam pembangunan, itu juga mempengaruhi perekonomian Kukar,” sebut Haidir Senin (20/12/2021) siang.
Ia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Kukar akan sulit bergerak secara mandiri jika Pemda Kukar masih bergantung pada sektor pertambangan serta masyarakat tidak kreatif dalam membangun ekonomi.
Daerah-daerah lain seperti Jakarta dan Surabaya, kata dia, telah menumbuhkan ekonomi kreatif dan industri, sehingga daerah lain di sekitarnya bergantung pada dua kota besar tersebut.
Sementara Kukar masih bergantung pada sektor produksi bahan mentah seperti tambang batu bara, minyak dan gas, yang tak disertai produk hilir.
Ia menilai, fenomena sosial dan politik pada Pilkada sebelumnya telah berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Kukar. Tren ini muncul saat kampanye bergulir karena terjadi perputaran uang yang relatif masif.
“Jumlah perputaran uang di malam pencoblosan itu biasanya tinggi, terutama pada Pileg dan Pilkada. Perkiraan kita, uang berputar di Kukar itu Rp 100 miliar,” jelasnya.
Perputaran uang yang masif ini tak terkait dengan produksi barang sehingga tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Sebaliknya, serangan fajar saat Pilkada atau Pileg justru membawa imbas negatif bagi perekonomian Kukar, salah satunya inflasi yang tak terkendali, yang kemudian berpengaruh secara sosial dan politik bagi Kukar.
Ia menjelaskan, pemanfaatan budaya Kukar belum maksimal dalam menumbuhkan perekonomian daerah. Meski begitu, Haidir berharap ke depan budaya menjadi fondasi dalam pembangunan ekonomi Kukar, sebagaimana daerah-daerah lain yang sangat bergantung pada pengembangan sosial budaya dalam menumbuhkan perekonomian.
“Budaya kuliner di kalangan industriawan menjadi sumber pendapatan yang menghasilkan omset triliunan rupiah tiap tahunnya,” jelas dia.
Kuliner daerah mesti didesain dan dikemas secara beragam sehingga memicu minat para wisatawan. Pakaian yang didesain dengan nuansa budaya juga bisa dikembangkan untuk menggerakkan perekonomian Kukar.
Sementara dari segi kesenian, Haidir menyarankan agar penciptaan lagu-lagu daerah yang bernuansa budaya bisa mengilhami kreativitas masyarakat sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Ini kan komoditi yang tumbuh dari budaya. Harapan kita memang Kukar juga memiliki kemampuan membuat itu,” sarannya.
Kata Haidir, budaya bisa dikembangkan untuk menumbuhkan ekonomi Kukar, menambah penghasilan masyarakat, dan membuka kesempatan kerja bagi generasi muda.
Namun, ia menilai pemerintah daerah belum menyentuh dan mengembangkan secara maksimal sektor budaya untuk menumbuhkan perekonomian daerah.
Sejauh ini, pemerintah hanya sebatas menghidupkan budaya dan memperkuatnya agar digandrungi masyarakat Kukar. Jika hal ini pun tidak tercapai, maka pengembangan ekonomi dari sektor budaya tidak akan tercapai secara maksimal.
“Kalau di negara luar, hal itu menjadi kultur. Saya pernah mendengar di Thailand. Makanan lokal itu didesain untuk dijual di momen-momen acara pariwisata. Bayangkan misalnya itu ada di Kukar,” ujarnya.
Dia mengatakan, Pemkab Kukar memiliki sejumlah kelemahan dalam menumbuhkan perekonomian. Salah satunya, APBD yang cenderung tersandera oleh kepentingan belanja pegawai.
Hal ini, lanjut Haidir, tak terlepas dari pola hidup pegawai negeri yang dipengaruhi periode-periode kepemimpinan sebelumnya. Mereka mendapatkan tambahan penghasilan yang relatif tinggi.
Saat perekonomian mengalami turbulensi karena pandemi Covid-19, hal ini berpengaruh pula terhadap pendapatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), sehingga mereka memotong belanja untuk kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Pemkab, jelas dia, tak semata bertugas menumbuhkan perekonomian daerah, tetapi juga berkewajiban mengamankan sistem politik, sosial budaya, pendidikan, agama, infrastruktur, dan supra-struktur.
“Tentu ini harus dibagi pada wilayah otoritas Pemda dalam kebijakan dan penganggaran,” sarannya.
Disinggung terkait pengembangan perekonomian Kukar ke depan, Haidir kembali menyarankan agar Pemkab tak bergantung pada pendapatan dari sektor pertambangan.
Sebab, sektor tersebut hanya bagian kecil dari potensi yang dimiliki Kukar. Namun, hal ini tidak berarti Kukar mengabaikan sektor pertambangan. Pasalnya, sektor ini memiliki pengaruh terhadap pembangunan industri secara umum.
Ia hanya menekankan agar pertambangan tak dijadikan fondasi yang berpengaruh besar terhadap perekonomian daerah. Sebab, jika SDA tak diperbarui melalui proses hilirisasi, maka akan mempengaruhi perekonomian masyarakat dan struktur APBD.
“Jadi, harus mengubah tren dari sektor pertambangan ke sektor lain,” sarannya.
Akademisi yang juga politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kukar ini pun menyarankan Pemkab agar memanfaatkan lahan-lahan yang terbengkalai untuk menumbuhkan pariwisata, pertanian, dan perkebunan.
“Pemkab harus memikirkan kreasi pembangunan ke arah situ. Mulai merintis misalnya kalau sudah tumbuh komoditi-komoditi yang ekonomis seperti perkebunan maka akan tumbuh industri-industri kecil, perumahan, dan suplai kebutuhan karyawan,” tambah Haidir.
Ia meyakini bahwa wilayah yang mengembangkan industri kreatif dan pariwisata memiliki pengaruh yang sangat berarti terhadap pertumbuhan dan pembentukan fondasi perekonomian yang kokoh.
Haidir mencontohkan wisata religi di sekitar makam Bung Karno, Wali Songo, dan Gus Dur. Karenanya, ia menyarankan agar Makam Kelambu Kuning, sejarah kerajaan di Kutai Lama, Muara Kaman, dikembangkan menjadi wisata religi.
Hal-hal seperti ini, kata Haidir, sangat mudah dilakukan apabila pemerintah memiliki kemauan yang kuat. Selain itu, Pemkab juga diharapkan mempunyai kreativitas dalam menggali dan mengembangkan potensi daerah.
Kukar memiliki beragam komoditas. Salah satunya yang bisa dikembangkan yakni eceng gondok yang tumbuh di beberapa danau, yang hanya menjadi gulma. Apabila dimanfaatkan dan dikembangkan dengan baik, maka akan menggerakkan roda perekonomian Kukar.
“Belum lagi seperti Pulau Kumala kalau ditanami tumbuhan dan pohon yang berbuah tidak mengenal musim, lalu dibuka agrowisata seperti Kebun Raya Bogor,” pungkasnya. (*)
Penulis: Arif Rahmansyah