BERITAALTERNATIF.COM – Sekretaris DPD Partai Gelora Indonesia Kutai Kartanegara (Kukar) Aspin Anwar mengajak Generasi Z tak terpengaruh berita hoaks dan propaganda di Pilkada Kukar tahun 2024.
Hal itu disampaikannya dalam rapat koordinasi bersama para pihak demi mewujudkan pemilihan kepala daerah Kukar tahun 2024 yang berintegritas dan demokratis yang diselenggarakan Bawaslu Kukar di Hotel Grand Elty Singgasana Tenggarong pada Sabtu (9/11/2024) lalu.
“Saya berharap untuk Generasi Z dan anak muda Kukar jangan sampai dipropaganda oleh pihak-pihak yang menyudutkan paslon lain atau menerima berita yang tidak sesuai dengan fakta dan data,” ucapnya.
Aspin menyampaikan bahwa Gen Z dan pemuda digadang-gadang menjadi salah satu penentu kesuksesan pelaksanaan Pilkada Kukar. Pasalnya, jumlah pemilih golongan usia muda lebih dominan dibandingkan pemilih lain.
Berdasarkan hasil rekapitulasi DPT KPU Kukar, mayoritas pemilih di Pilkada 2024 didominasi kelompok Generasi Z dan milenial sekitar 30% dari jumlah DPT 552.600 pemilih.
Karena itu, ia mendorong Generasi Z dan milenial tak terpengaruh dengan informasi-informasi hoaks dan propaganda di Pilkada 2024.
“Jika ada berita atau informasi yang terlalu sensasional dan dipaksakan dan menyerang paslon seharusnya dipertanyakan bukti autentiknya,” jelas salah satu anggota tim koalisi pemenangan Edi-Rendi dari Partai Gelora Kukar ini.
Ia menyebutkan bahwa tingkat literasi digital masyarakat Indonesia di ASEAN hanya mencapai 62%, sementara negara-negara lain di ASEAN memiliki rata-rata literasi digital sebesar 70%.
Temuan dalam riset kolaboratif dan data tersebut, sambung Aspin, pasti berdampak juga di Kukar, khususnya Generasi Z yang minim terhadap literasi digital.
“Inilah pekerjaan rumah buat kita bersama terkhusus pihak penyelenggara, baik itu KPU dan Bawaslu, harus lebih baik programnya dalam menyosialisasikan pemilih pemula dalam menangkal berita atau opini yang sangat bikin gaduh berjalannya Pilkada,” sarannya.
Ia melanjutkan bahwa sebagian besar Generasi Z (30%) tidak bisa membedakan informasi berupa fakta dan hoaks. Hal ini disebabkan kebiasaan kelompok usia ini yang hanya membaca judul tanpa memverifikasi informasi yang mereka terima.
“Ini sangat bahaya buat regenerasi kita jika kita hanya diam tidak bisa memberikan edukasi kepada generasi Z. Takutnya menggambarkan Generasi Z bahkan tidak bisa membedakan antara iklan dan berita serta fakta dan opini,” ucapnya.
Aspin menyampaikan bahwa Generasi Z harus mempunyai kemampuan literasi digital yang sangat kuat serta kritis dalam mengolah, menganalisa, dan mencerna informasi. Pasalnya, suara anak muda menentukan arah baru Indonesia di Kukar.
“Yang saya pahami terdapat empat ukuran yang dijadikan nilai dalam literasi digital, yaitu kemampuan digital, etika digital, keamanan digital, dan budaya digital. Jangan sampai Generasi Z merasa hidupnya frustasi dan lebih mudah depresi karena berselancar di dunia maya. Ini sangat bahaya,” katanya.
Kata dia, saat ini merupakan era di mana siapa saja dapat menjadi corong informasi serta penyampai opini, terlebih Generasi Z yang lahir di tengah berita sehingga mereka menghadapi banjir informasi.
Generasi Z, tegasnya, harus memiliki kemampuan bawaan (default) untuk optimis dan idealis di era digital dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan saat ini.
“Generasi Z perlu skeptis. Apa pun informasi yang diterima harus dipertanyakan. Kemudian dikomparasikan,” sarannya. (*)
Editor: Ufqil Mubin