Search
Search
Close this search box.

Awang Yacoub Luthman Beberkan Konsep Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan di Kukar

Bakal calon bupati Kukar Awang Yacoub Luthman menjadi pembicara dalam kegiatan Alternatif Akademi dan PKTV pada Rabu, 28 Agustus 2024. (Berita Alternatif/Riyan)
Listen to this article

BERITAALTERNATIF.COM – Bakal calon bupati Kukar Awang Yacoub Luthman menjadi narasumber dalam kegiatan diskusi yang dilaksanakan Alternatif Akademi dan PKTV di Grand Fatma Hotel Tenggarong pada Rabu (28/8/2024).

Pada kesempatan tersebut, Awang menguraikan topik pembangunan dan pengembangan ekonomi berkelanjutan di Kukar.

Kata dia, ekonomi dan pembangunan berkelanjutan merupakan sesuatu yang terpisah. Ekonomi berkelanjutan merupakan input. Sementara pembangunan berkelanjutan adalah output.

Advertisements

Ia menyebut ekonomi berkelanjutan berfokus pada kesejahteraan. “Jadi, kalau kita bicara dari sisi kesejahteraan, kadang-kadang kesejahteraan itu hanya dilihat dari nilai tambah ekonomi maupun nilai uang,” jelasnya.

Awang menjelaskan bahwa kesejahteraan meningkatkan kualitas hidup. Hal ini berpengaruh terhadap daya dukung lingkungan di sekitar.

Saat daya dukung lingkungan tercipta dengan baik, lanjut dia, maka akan tercipta keadilan sosial di masyarakat.

“Itulah yang disebut keberlanjutan ekonomi yang tidak terpisahkan dengan lingkungan,” katanya.

Ia mencontohkan ekonomi berkelanjutan. Saat seseorang membuka usaha, dia menciptkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas hidup yang meningkat.

Sedangkan pembangunan ekonomi yang tidak berkelanjutan tak menciptakan tiga aspek tersebut.

“Contohnya kita membuat produk sabun berbahan baku chemical. Apakah produk itu bisa dijual? Bisa dijual. Kelembutan dan keharumannya itu bisa direkayasa. Apakah itu inovasi dan efisien? Betul. Tapi ketika kualitas hidup itu disandingkan dengan efisiensi dan efektivitas, itu hilang,” terangnya.

Karena itu, Awang menyimpulkan bahwa kegiatan ekonomi demikian tidak berkelanjutan. Salah satu alasannya, residu dari sabun tersebut bisa merusak lingkungan.

Residu dari sabut, sambung dia, dapat merusak kualitas air di sekitarnya. Padahal, air tersebut tengah digunakan oleh orang-orang yang membutuhkannya.

“Sehingga kegiatan ekonominya berjalan, tapi lingkungannya tidak berjalan,” ucapnya.

Ia menegaskan bahwa ekonomi berkelanjutan harus selaras dengan pembangunan berkelanjutan.

“Jadi, kalau ada ekonomi berkelanjutan, tapi tidak ada pembangunan berkelanjutan, itu tidak memberikan makna,” tegasnya.

Dari sisi pembangunan, Awang mencontohkan pembangunan infrastruktur jalan. Dalam kondisi tertentu, pembangunan tersebut tidak berkelanjutan.

Dia mencontohkan langkah pemerintah membangun jalan yang bertujuan untuk mempermudah transportasi dan mobilitas masyarakat.

“Tapi di sisi lain, dia telah merusak ekologi di sekitar jalan tersebut,” terangnya.

Ia pun menyinggung pembangunan Jalan Martadipura setelah pemerintah membangun Jembatan Martadipura. Rekayasa pembangunan jalan tersebut dinilainya telah merusak ekologi.

“Harusnya air itu bisa naik, sekarang banyak yang tertahan. Kalaupun dipaksakan naik, air itu tidak memberikan manfaat. Kenapa itu terjadi? Karena itu tidak mempertimbangkan titik komunitas yang tidak survive dan hebat, sekarang rusak karena dipaksakan dengan proses pembangunan jalan tersebut,” jelasnya.

Pembangunan jalan tersebut memang direncanakan untuk menciptakan kesejahteraan. Namun, kata dia, karena tak disertai dukungan ekonologis, maka tujuannya pun tidak tercapai.

“Dalam jangka pendek memang tercapai kesejahteraan, tapi secara jangka panjang, enggak,” tegasnya.

Gangguan ekologis, kata Awang, akan mengganggu pembangunan lingkungan dan masyarakat.

Dia mencontohkan pemberian Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit kepada perusahaan tertentu. Usaha tersebut menumbuhkan perekonomian masyarakat, tetapi tidak didukung aspek ekologis.

Di Kelurahan Jahab terdapat perusahaan yang mengembangkan HGU dan inti plasma. Namun, perusahaan tidak memperhatikan pembangunan masyarakat.

Perusahaan, kata Awang, sejatinya bisa menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat di sekitarnya. Misalnya melibatkan mereka dalam pembuatan pupuk dan peternakan sapi.

“Daging sapi bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, sedangkan kotorannya bisa digunakan oleh perusahaan,” ujarnya. (*)

Penulis & Editor: Ufqil Mubin

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements

BERITA ALTERNATIF

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA