BERITAALTERNATIF.COM – Sekretariat Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koperasi dan UMKM Koko Haryono mengungkapkan sekitar 83 persen barang yang masuk ke Indonesia pada tahun 2022 melalui e-commere harganya di bawah 100 dolar AS.
Angka yang sangat besar itu terjadi sebelum penerapan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang PMSE.
Perwakilan dari GABEL Wisnu Gunawan menyoroti soal kebijakan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 yang membuat industri sudah mati suri kembali bergairah.
“Namun, relaksasi impor melalui Permendag Nomor 8 Tahun 2024 membuat masa depan industri elektronik lokal menjadi tidak menentu,” jelasnya sebagaimana dilansir dari Antara pada Kamis (30/5/2024).
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendorong memproteksi produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam negeri dari barang-barang impor yang masuk ke Indonesia.
“KPPU berusaha melindungi industri dalam negeri maupun UMKM dari praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sehingga industri domestik dapat tumbuh dan berkembang di tengah persaingan global,” kata Anggota KPPU Eugenia Mardanugraha dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Menurut Eugenia, pertumbuhan platform e-commerce yang masif berpengaruh pada peningkatan penetrasi produk impor di Indonesia dengan harga yang relatif rendah.
Hal ini menjadi tantangan besar bagi pelaku usaha dalam negeri dan UMKM karena harus bersaing dengan harga dan kualitas produk asing.
Kata dia, produk impor yang marak di Indonesia dapat dilihat dari berbagai sektor, antara lain elektronik, tekstil, hingga produk makanan dan minuman.
Data Dirjen Bea dan Cukai menunjukkan bahwa nilai impor Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. “Terutama dari negara-negara seperti China, Hong Kong, dan Jepang,” jelasnya.
Produk-produk dari negara-negara tersebut, sambung dia, dikenal memiliki harga yang kompetitif dan kualitas yang baik sehingga menarik minat konsumen Indonesia.
Eugenia mengatakan serbuan barang impor jadi dengan harga murah ke dalam perekonomian Indonesia merupakan fenomena persaingan yang terlalu sengit dan mengancam keberlangsungan pelaku usaha domestik.
Ia menyebut dampak negatif serangan masif produk impor menurunkan produksi dalam negeri dan membuat produk domestik bruto anjlok. “Pada akhirnya menurunkan kesejahteraan rakyat,” ucapnya.
Menurutnya, pemerintah Indonesia memiliki berbagai instrumen untuk membendung barang impor dengan harga yang sangat rendah, di antaranya bea masuk, bea masuk antidumping, bea masuk tindakan pengamanan, persetujuan impor, standar mutu nasional, dan kuota impor.
“Namun, berbagai instrumen tersebut belum cukup untuk membendung masuknya barang impor dengan harga murah,” jelas Eugenia. (*)
Editor: Ufqil Mubin