BERITAALTERNATIF.COM – Praktisi sekaligus pengamat hukum dari Universitas Kutai Kartanegara La Ode Ali Imran melayangkan kritik keras atas kegagalan Bawaslu Kukar dalam mengungkap pelaku pemalsuan ijazah yang digunakan oleh politisi Golkar Nor Wahidah di Pileg 2024.
Dia menyebut keterlambatan proses penanganan perkara pelanggaran yang dilakukan Bawaslu Kukar seharusnya tidak terjadi dalam kasus tersebut.
Pasalnya, dokumen palsu yang digunakan sebagai syarat pendaftaran caleg tersebut di Pileg 2024 telah terbukti merupakan hasil duplikasi dari ijazah milik orang lain.
“Yang jadi persoalan di sini, ada fakta hukum yang menyatakan bahwa ijazah itu palsu tetapi tidak ada yang bisa bertanggung jawab atas kepalsuan ijazah tersebut dan penggunaan ijazah palsu tersebut,” ucapnya baru-baru ini kepada awak media Berita Alternatif.
Waktu penyelidikan tindak pidana pelanggaran pemilu yang minim, kata dia, tak bisa dijadikan dalih oleh Bawaslu Kukar untuk melengkapi alat bukti yang dibutuhkan dalam rangka menetapkan tersengka dalam kasus tersebut.
Waktu 14 hari untuk penyelidikan dinilai La Ode lebih dari cukup bagi Bawaslu Kukar untuk menelusuri, menggali, sekaligus mengungkap pelaku utama dalam kasus pemalsuan dokumen tersebut.
Selain itu, jelas dia, Sentra Gakkumdu dibekali berbagai instrumen, fasilitas, serta jumlah keanggotaan yang cukup memadai untuk mempercepat proses penanganan perlanggaran pemilu.
“Kenapa saya katakan cukup? Karena di sana itu lengkap: ada pengawas pemilu, kepolisian, dan kejaksaan. Masak enggak cukup 14 hari?” ucapnya.
“Semua institusi pengawas pemilu mengerti bahwa waktu penanganan itu 14 hari. Seharusnya mereka melakukan langkah-langkah strategis dalam mengungkap suatu perkara mengingat batasan waktu itu,” sambungnya.
Kegagalan Bawaslu Kukar dalam menuntaskan kasus ini, kata La Ode, semakin memperpanjang daftar kasus pelanggaran yang gagal ditindaklanjuti oleh pengawas pemilu tersebut.
Dia mengantongi sejumlah keluhan masyarakat mengenai praktik pelanggaran pemilu dan Pilkada yang sampai saat ini belum direspons serta ditangani dengan baik oleh Bawaslu Kukar.
Ia mencontohkan kasus pencatutan KTP sejumlah warga tanpa sepengetahuan para pemilik dokumen tersebut sebagai syarat dalam pemenuhan syarat kelolosan salah satu calon independen pada tahap verifikasi faktual di Pilkada Kukar.
La Ode menyebut jumlah warga yang dicatut KTP mereka dalam tahapan tersebut tak sedikit. Mereka mengaku tak pernah memberikan KTP mereka namun nama-nama tersebut tercatat sebagai para pendukung calon independen.
“Bagaimana kita berharap pemimpin yang baik kalau proses pencalonannya saja menyetorkan data yang fiktif?” pungkasnya. (*)
Penulis: Ulwan Murtadho
Editor: Ufqil Mubin