BERITAALTERNATIF.COM – Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) RI memanggil Bawaslu Kukar dan pengadu yang melaporkan dugaan pelanggaran kode etik penanganan pelanggaran Pemilu.
Mereka dipanggil untuk mengikuti sidang pemeriksaan oleh DKPP RI di Ruang Sidang Kantor KPU Kaltim pada Jumat (22/12/2023).
Sebelumnya, pengadu atas nama Muhammad Yusuf melaporkan Bawaslu Kukar ke DKPP RI melalui aplikasi Sigap Lapor karena Yusuf menduga Bawaslu Kukar tidak serius menangani pelanggaran Pemilu.
Dia melaporkan Bawaslu Kukar karena alat peraga kampanye terpasang sebelum masa kampanye. Hal ini berdasarkan PKPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.
Kuasa hukum pelapor, La Ode Ali Imran menjelaskan, dalam sidang tersebut pihaknya telah menyampaikan argumen yang diuraikan secara lengkap dalam dokumen laporan.
Ia meyakini bahwa aduan yang dilayangkan tersebut termasuk dalam kualifikasi dugaan pelanggaran kode etik Bawaslu Kukar.
“Beberapa hal itu diakui kok oleh Bawaslu bahwa memang betul masuk laporan dari kita melalui akun Siaga Pemilu Provinsi dan mereka mengakui bahwa laporan kita itu hanya sampai di situ,” jelasnya kepada beritaalternatif.com, Kamis (4/1/2024).
Laporan yang mereka layangkan melalui aplikasi Sigap Lapor sudah cukup sebagai bahan bagi Bawaslu Kukar untuk melakukan kajian awal.
Ia mengaku kliennya telah menyampaikan laporan secara resmi melalui aplikasi dengan membuat form aduan serta melampirkan bukti-bukti secara lengkap.
Kata La Ode, penyampaian laporan secara resmi tak diukur dari kehadiran secara langsung pelapor ke kantor Bawaslu Kukar.
“Inilah yang dianggap oleh Bawaslu Kukar ini enggak bisa dijadikan laporan. Harusnya informasi awal. Ini keliru. Jadi, gimana dong orang di Hulu sana, di desa-desa, di kampung-kampung, kalau enggak ada kanal itu misalnya? Kan repot,” tegasnya.
Dia menginginkan Bawaslu Kukar profesional dalam menangani pelanggaran Pemilu. Faktanya, saat kliennya memasukkan laporan, Bawaslu Kukar justru tak menindaklanjutinya.
“Bagaimana kemudian rakyat ini mau berpartisipasi aktif dalam melaporkan setiap dugaan pelanggaran, sedangkan lembaga pengawasnya yang punya tugas pokok dalam hal menangani dugaan pelanggaran ternyata tidak profesional, tidak cakap dalam menangani laporan?” ujarnya.
“Ini kan zaman sudah canggih. Media sudah banyak. Kami buktikan dengan mengambil perbandingan misalnya kami laporkan DKPP kemarin online saja. Bisa kok diproses hingga sampai tahap persidangan,” sambungnya.
La Ode menerangkan bahwa pelapor tidak harus datang ke kantor Bawaslu Kukar saat menyampaikan laporan. Hal ini berdasarkan pernyataan Komisioner Bawaslu Kaltim Galeh Akbar Tanjung di media daring Antara Kaltim.
Galeh menyebut masyarakat Kaltim tak perlu khawatir untuk melaporkan dugaan pelanggaran Pemilu karena terdapat aplikasi yang bisa digunakan untuk melaporkan pelanggaran Pemilu secara daring.
“Artinya apa? Artinya sebetulnya laporan itu tidak mesti datang ke kantor Bawaslu. Bagaimana dong dengan orang-orang yang keterbatasan sumber daya, Keterbatasan fasilitas, yang jauh jaraknya, kemudian untuk melaporkan? Pada akhirnya kan tidak akan terfasilitasi dan demokrasi kita jadi amburadul kalau seperti itu,” tuturnya.
Dia mengatakan, saat pelapor memasukkan laporan dugaan pelanggaran Pemilu, Bawaslu Kukar mestinya melakukan kajian untuk memastikan pemenuhan syarat formil dan materil laporan tersebut.
“Bukan memanggil pelapor. Bukan harus menyampaikan laporan secara offline,” sebutnya.
Jika tidak terpenuhi syarat formil dan materil, sambung dia, Bawaslu Kukar wajib menyampaikannya kepada pelapor.
Setelah itu, pelapor diberikan waktu selama 2 hari untuk melengkapi laporannya.
Namun, Bawaslu Kukar dinilainya tak menjalankan mekanisme tersebut. “Ini kan melanggar ketentuan Perbawaslu 7 Tahun 2022,” katanya.
Hal ini mengakibatkan pelapor tak mendapatkan kepastian hukum atas laporannya. Padahal, aturan Pemilu mewajibkan Bawaslu memberikan kepastian hukum kepada pelapor.
“Bagaimana mau berkepastian hukum, pelapor saja menunggu-nunggu dengan hasil laporannya? Apa ini ujungnya? Ini laporan saya apakah sudah terpenuhi syarat atau tidak? Atau apakah sudah ditangani, tapi hasilnya begini? Itu tidak pernah diinformasikan,” bebernya.
Ia pun berkesimpulan Bawaslu Kukar tak profesional dalam menjalankan tugasnya. “Sehingga dapat dikualifikasi ke dalam dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Karena tidak terbuka, melanggar ketentuan Perbawaslu sendiri,” pungkasnya.
Media ini telah meminta tanggapan Ketua Bawaslu Kukar Teguh Wibowo dan Koordinator Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kukar Hardianda, namun hingga berita ini diterbitkan, keduanya tak merespons permintaan wawancara dari awak media ini. (mt/fb)