Oleh: Dr. Muhsin Labib*
Pasca gempa dahsyat yang mengguncang Turki beredar banyak tayangan video yang menayangkan fenomena budaya dan perilaku modern masyarakat perkotaan terutama kalangan menengah dan generasi muda disertai narasi yang menjustifikasi bencana gempa sebagai akibat dari kelalaian minimnya ketakwaan dan keberagamaan. Konten simplifikasi doktrinal dan eksploitasi tragedi ini mungkin sengaja dibuat demi memburu rating.
Dinamika alam, termasuk gempa tunduk kepada hukum determinan dan permanen prosesnya yang konstan yang berdasarkan kausalitas, gaya tarik dan keseimbangan. Ia tak memilih korban dengan standar nilai etika, logika dan agama yang hanya dianut oleh manusia. Ia juga tak memilih waktu dan tempat berdasarkan kehendak dan pertimbangan rasional.
Manusia sebaik apa pun perilakunya menurut norma moral dan agama tak kuasa menahan, mengalihkan dan menunda aksi alam, namun bisa menghindarinya dengan antisipasi yang bersumber dari pengetahuan dan lainnya sebelum terjadi atau bisa terhindar saat berada dalam posisi yang tak mengakibatkan benturan keras atau terhimpit.
Keterhindaran dari kematian atau keselamatan orang-orang tertentu di lokasi gempa atau bahkan di tengah reruntuhan gedung adalah akibat posisi dan letak yang secara kausal tidak memenuhi syarat-syarat natural kematian. Ketentuan ini berlaku umum atas apa pun dan siapa pun dengan keyakinan dan perilaku apa pun.
Apakah semua peristiwa alam terjadi karena hukum alam tanpa bisa diubah dan dikecualikan oleh intervensi Tuhan bila menghendakinya meski syarat-syarat natural kematian telah terakumulasi? Lalu, apakah pengaruh iman dan amal saleh serta doa manusia tak mempunyai peran dan pengaruh yang bisa menyelamatkannya?
Bila dijawab bahwa iman, amal saleh dan doa berpengaruh, maka fakta memperlihatkan banyak orang beriman dan beramal saleh dan berdoa memohon keselamatan kepada Tuhan bahkan anak-anak kecil dan bayi tewas dan terluka.
Masalahnya, iman, amal saleh dan doa diyakini oleh para pengiman Tuhan dan umat beragama, terutama umat Islam sebagai faktor-faktor non natural bagi keselamatan dari bencana alam dan sebagainya.
Bila dijawab bahwa iman, amal saleh dan doa tidak berpengaruh, fakta menunjukkan beberapa bayi dan orang-orang yang dikenal beriman dan saleh juga rajin memohon keselamatan kepada Allah yang berada di lokasi bencana tidak wafat bahkan tidak cedera.
Masalahnya, bila iman, amal saleh dan doa nyata berpengaruh, mestinya semua orang-beriman dan saleh juga semua bayi di lokasi bencana selamat, tidak tewas dan terluka, bukan hanya beberapa orang.
Masalahnya pula, banyak orang tak beriman, bukan orang shaleh dan tak berdoa memohon keselamatan selamat saat berada di lokasi bencana.
Yang pasti, iman dan amal saleh memang menyelamatkan manusia dari bencana yang lebih besar, yaitu murka Allah di akhirat, bukan faktor penggugur hukum alam yang telah ditetapkan secara permanen dan determinan oleh Allah. Itulah makna hakiki keselamatan. Keselamatan dari bencana alam tak meniscayakan keselamatan dari murka Allah. Sakit bukan tanda diabaikan oleh Allah dan sehat bukan bukti disayang oleh-Nya.
Sedangkan doa permohonan keselamatan bisa menjadi penyelamat dari peristiwa alam yang tak dikehendaki alias bencana bila tidak berlawanan dengan hukum alam yang disebut dengan frasa Sunnatullah. Dengan kata lain, Allah mengabulkan sebagian doa (yang memenuhi syarat untuk dikabulkan) berupa kemampuan mengambil posisi yang menghindarkannya dari berlakunya hukum niscaya alam berupa kematian bila syarat-syarat kausal kematiannya belum lengkap. Artinya, Allah takkan menganulir hukum alam yang telah ditetapkan-Nya sendiri berupa peristiwa-peristiwa di dalamnya yang sebagiannya merugikan umat manusia hanya demi memenuhi kehendak dan permohonan beberapa hamba-Nya. (*Cendekiawan Muslim)