Search
Search
Close this search box.

Berpendidikan Tinggi Tak Menjamin Seseorang Bebas dari Kemiskinan

Listen to this article

Beritaalternatif.com – Pendiri Rumah Perubahan Rhenald Kasali mengungkapkan bahwa kemiskinan terjadi karena seseorang tidak memiliki modal untuk hidup mandiri, yang meliputi pendidikan dan kesehatan.

“Kalau kita tidak punya modal pendidikan, bagaimana kita bisa mendapatkan pekerjaan yang baik? Kalau kita tidak sehat, juga tidak bisa berkompetisi dengan orang yang sehat,” jelas Rhenald sebagaimana dikutip beritaalternatif.com dari kanal YouTube Guru Grooming Indonesia, Sabtu (21/5/2022) siang.

Namun, pendidikan tinggi juga tidak menjamin seseorang keluar dari kemiskinan. Pribadi yang berpendidikan tinggi, tetapi tak memiliki etika, juga akan kesulitan keluar dari jerat kemiskinan.

Advertisements

“Dulu kita berpikir orang yang berpendidikan tinggi pasti cerdas…sekarang banyak orang yang berpendidikan tinggi belum tentu cerdas,” katanya.

Kata dia, kecerdasan ibarat parang yang jika disimpan di bawah pohon, kemudian terkena hujan dan matahari selama bertahun-tahun, maka parang tersebut akan tumpul.

Pribadi yang berpendidikan tinggi, meski didukung dengan kesehatan prima, bila memiliki cara berpikir yang salah, maka orang tersebut akan tetap miskin.

Seseorang yang memiliki rumah bahkan kaya raya pun dapat dimasukkan dalam kelompok penduduk miskin apabila ia merasa tidak cukup.

“Orang yang miskin itu merasa hidupnya tidak pernah cukup, tidak pernah puas, dan selalu masih ingin mengambil,” jelasnya.

“Tapi, kalau orang kaya, bukan jumlah uang. Orang kaya itu adalah seberapa besar dia ingin berikan kepada orang lain. Semakin besar dia ingin berikan kepada orang lain, semakin kaya dia,” lanjutnya.

Rhenald mencontohkan seorang ibu yang memiliki uang Rp 100 ribu. Ia berani memberikan Rp 80 ribu untuk orang yang kesusahan tanpa sepengetahuan orang lain, maka perempuan tersebut tergolong orang kaya.

Dalam dunia kerja, bila ada seseorang yang memiliki sifat agresif, maka orang lain tidak akan mau bekerja sama dengannya. Ia selalu merasa paling menonjol di tempat kerja. Akibatnya, seiring berjalannya waktu, orang lain akan memutuskan berhenti bekerja dengannya serta menjauhinya.

Pribadi yang berhasil selalu berusaha membantu orang lain untuk mencapai cita-citanya. “Kuncinya di situ. Cara berpikirnya di situ. Ini cara berpikir long term. Bukan short term,” ucapnya.

Untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus serta keluar dari kemiskinan, dosen Universitas Indonesia ini menyarankan agar seseorang tak berpikir memiliki banyak keahlian. Setiap orang hanya butuh satu atau dua keahlian agar terbebas dari kemiskinan.

“Orang-orang yang berhasil itu rata-rata tidak bisa ini, tidak bisa itu. Tetapi dia punya sesuatu yang dia bisa,” imbuhnya.

Di era sebelumnya, pria memasak dianggap aneh. Namun, saat ini pria bisa memasak dan mendapatkan penghasilan yang besar dari profesi tersebut.

“Tetapi tidak semua orang yang mengikuti dia bisa berhasil. Menjadi pengekor itu bukanlah satu pilihan yang baik,” ujarnya. (*)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA