Oleh: Abdul Rahman Musawa*
Dalam masyarakat secara umum, sering kita temui sebagian mereka melakukan hal-hal yang dapat dianggap berlebihan: ucapan, tulisan ataupun perbuatan. Yang dimaksud dengan berlebihan di sini adalah sesuatu yang melampaui apa yang sudah terlihat oleh mereka.
Dalam bahasa Arab, ada dua jenis kategori berlebihan: ifröth dan tafrïth.
Jika yang diucapkan atau dituliskan oleh seseorang adalah hal positif seperti pujian, tapi hal tersebut tidak terdapat pada orang yang dipujinya, dengan kata lain dia sedang mengarang pujian tersebut, maka sebenarnya dia berlebihan dalam pujiannya, itu adalah ifröth.
Dan jika yang diucapkan atau dituliskan olehnya adalah hal negatif seperti celaan, tapi hal tersebut tidak terdapat pada orang yang dicelanya, dengan kata lain dia sedang mengarang celaan tersebut, maka sebenarnya dia berlebihan dalam celaannya, itu adalah tafrïth.
Sangat disayangkan sering kita temui juga, ketika seseorang di sebuah kelompok yang sama dalam ideologi, agama, mazhab, organisasi, latar belakang dsb, sedang memuji secara berlebihan seorang tokoh yang sama-sama mereka kagumi, maka biasanya dapat kita saksikan orang-orang lain dalam kelompok tersebut mendiamkannya seolah menyetujuinya, menganggapnya sebagai hal yang biasa, lumrah dan wajar. Bahkan mereka akan mempermasalahkan bila ada yang berani mempertanyakan, menolak dan menganggapnya berlebihan. Namun mereka akan terdiam lalu tersadar, ketika yang mempertanyakannya adalah seorang yang terpandang juga atau bila hal itu telah menjadi pembicaraan bagi orang banyak apalagi sampai viral.
Begitu juga sebaliknya dalam hal kebencian dan ketidakcocokan dalam berbagai hal tersebut di atas. Ketika ada seorang yang mencacinya secara berlebihan maka akan dianggap sebagai hal yang biasa, lumrah dan wajar, sampai ada yang mempertanyakannya kembali.
Demikianlah sikap berlebihan yang merupakan kriteria orang bodoh. Hal seperti ini pasti akan berujung pada ketidakadilan dalam bersosial dan dalam menentukan sikap, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh masyarakat awam yang suka ikut-ikutan.
Berikut sebuah hadits dari Rasulullah saww tentang beberapa kriteria orang bodoh:
عنه صلّى الله عليه و آله لِمَن سَأَلَهُ عَن أعلامِ الجاهِلِ:
إن صَحِبتَهُ عَنّاكَ وإنِ اعتَزَلتَهُ شَتَمَكَ، وإن أعطاكَ مَنَّ عَلَيكَ، وإن أعطَيتَهُ كَفَرَكَ، وإن أسرَرتَ إلَيهِ خانَكَ، وإن أسَرَّ إلَيكَ اتَّهَمَكَ، وإنِ استَغنى بَطِرَ وكانَ فَظًّا غَليظًا، وإنِ افتَقَرَ جَحَدَ نِعمَةَ اللهِ ولَم يَتَحَرَّج، وإن فَرِحَ أسرَفَ وطَغى، وإن حَزِنَ أيِسَ،… وإن أرضَيتَهُ مَدَحَكَ وقالَ فيكَ مِنَ الحَسَنَةِ ما لَيسَ فيكَ، وإن سَخِطَ عَلَيكَ ذَهَبَت مِدحَتُهُ ووَقَعَ مِنَ السّوءِ ما لَيسَ فيكَ، فَهذا مَجرَى الجاهِلِ
Dari Rasulullah saww tentang beberapa kriteria orang bodoh: “Jika kau menemaninya, dia menyusahkanmu, jika kau menjauhinya, dia mencacimu. Jika memberimu, dia akan mengungkitnya, jika kau memberinya, dia mengingkarimu. Jika kau memberinya rahasia, dia mengkhianatimu, jika merahasiakan sesuatu darimu, dia akan menuduhmu. Jika kaya dia berlagak sombong dan keras hati, jika miskin dia menyangkal berbagai nikmat Allah dan tidak menjauhi dosa. Jika sedang bahagia, dia berlebihan dan melampaui batas, jika sedang sedih, dia berputus asa… Jika kau membuatnya senang, dia akan memujimu dengan berbagai hal baik yang tidak ada padamu, jika marah padamu, dia akan menghilangkan pujiannya padamu dan akan membuat hal jelek yang tidak ada padamu. Demikianlah jalannya orang bodoh.” (Tuhaful ‘Uqul)
Dan sebuah hadits dari Imam Ali bin Abi Thalib (sa):
“ما رأيت الجاهل إلا مفرطا او مفرّطا”
“Aku tidak melihat orang bodoh kecuali selalu berbuat berlebihan.” (Nahjul Balâghah)
Sumber: Islam Tsaqolain