BERITAALTERNATIF.COM – Anggota Komisi IV DPRD Kukar Ahmad Zulfiansyah merespons kabar biaya seragam serta buku paket yang mahal di sekolah-sekolah, khususnya SD dan SMP di Kukar.
Baru-baru ini, anggota dewan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut mengaku sudah memanggil sembilan kepala SMP di Tenggarong.
Langkah ini merupakan bagian dari respons cepat DPRD Kukar terhadap aspirasi masyarakat, yang disuarakan oleh Ketua Rumah Partisipasi Masyarakat Kukar, Muhammad Kaisar.
Berdasarkan pengakuan pihak sekolah yang diterimanya, tak ada pungutan apa pun kala penerimaan maupun saat para pelajar memasuki sekolah negeri.
Ia menyebutkan bahwa pungutan untuk pembelian seragam merupakan kebijakan dari pihak koperasi sekolah.
Zulfiansyah mengaku tak memiliki hak untuk menegur pengurus koperasi yang menjual seragam dengan harga yang sedikit lebih mahal dari harga pasar. Pasalnya, koperasi bukan lembaga resmi pemerintah.
Ia pun mengimbau pengelola koperasi di setiap sekolah agar menjual seragam dengan harga yang relatif sama dengan harga di pasar.
“Silakan koperasi buka usaha, cuma harganya menyesuaikan harga di pasar,” saran Zulfiansyah, Sabtu (15/7/2023).
Dalam waktu dekat, ia bersama anggota dewan lain di Komisi IV akan memanggil Disdikbud Kukar untuk sama-sama melakukan sidak ke sekolah-sekolah.
“Kita akan lakukan sidak secepatnya ke sekolah. Kita akan lihat berapa mereka mematok harga. Insyaallah secepatnya kita sidak. Disdikbud harus merespons cepat persoalan ini,” tegasnya.
Anggota dewan dari Dapil Tenggarong ini akan berupaya mendorong pemerintah supaya biaya pendidikan digratiskan, mengingat anggaran untuk pendidikan di Kukar sangat fantastis.
“Kalau buku paket itu masuk pada kebijakan. Kita akan mencari regulasi, sehingga Pemkab bisa menyiapkan buku paket sekolah,” ujarnya.
Selain itu, Zulfiansyah mengaku dilematis, sebab setiap tahun kebijakan dari pemerintah pusat terkait buku paket ajaran yang terus berubah.
Dia mengatakan, buku paket yang dibeli oleh para pelajar tahun ini belum tentu dipakai lagi pada tahun ajaran berikutnya.
“Ini yang jadi masalah. Akhirnya, kita memboroskan APBD yang harusnya bisa dipakai lima tahun. Cuma ini hampir tiap tahun berubah. Ini sedikit susah kita mengikuti regulasi kementerian,” pungkasnya. (rh/fb)