BERITAALTERNATIF.COM – Dr. Buhari Fakkah merupakan akademisi dari salah satu perguruan tinggi di Makassar, Sulawesi Selatan. Ia tercatat sebagai tokoh yang getol mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi.
Dalam artikel ini, Buhari menguraikan alasannya menentang perubahan sistem negara melalui amandemen UUD 1945 tahun 2002. Ia juga menjelaskan dampak buruk perubahan sistem negara tersebut. Berikuti kami sajikan artikel kedua dari artikel berseri tersebut:
Bagaimana bentuk “konsep mula bangsa” dalam pemilihan kepala negara di Indonesia?
Konsep Pancasila dalam pemilihan pemimpin itu musyawarah, bahkan zaman Orde Lama ada pemilihan. Kenapa ada pemilihan? Karena konsep negara kita memang begitu. Makanya di Indonesia ada lembaga bangsa. MPR sebagai lembaga tertinggi merupakan represtasi seluruh warga negara. Merekalah yang bertugas untuk bersidang dan menetapkan undang-undang, RAPBN, serta menetapkan presiden dan wakil presiden. Kenapa begitu? Dasar negara yang menjelaskannya: Pancasila, khususnya sila ke-4. Hari ini, saya enggak tahu kenapa kemudian berubah.
Cuma yang menjadi kritik besar saya terkait adanya Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) itu adalah hanya untuk membenarkan narasi “saya pancasilais, Anda tidak pancasilais. Saya NKRI harga mati, Anda melawan NKRI. Saya UUD 1945, Anda melawan UUD 1945. Saya Bhineka Tunggal Ika, Anda anti kebhinekaan”. Narasi itu kemudian dilegalkan dalam bentuk BPIP, yang diketuai oleh Ibu Megawai.
Kalau kita kritik secara akademis, seberapa jauh Ibu Megawati memahami konsep Pancasila? Kan di situ pertanyaan kritisnya. Boleh enggak kita debat terbuka dengan Ibu Megawati? Saya dulu pernah menulis dan mengajak Ibu Megawati berdebat secara terbuka terkait konsep-konsep dasar Pancasila. Kenapa? Saya mau belajar konsep Pancasila secara langsung dari Ketua BPIP.
Secara psikologis, sebenarnya negara ini malu. Dia malu sama siapa? Malu sama Soeharto. Dulu zaman Soeharto ada Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7). Bahkan setiap perguruan tinggi wajib melakukan penataran P4 selama 100 jam. Kemudian lanjut lagi kalau kita sudah punya sertifikat penataran P4. Begitulah Soeharto menanamkan nilai-nilai Pancasila. Meskipun pada saat itu Soeharto punya tafsir tunggal ideologi negara, tetapi nilai itu ada.
Kemudian, seiring hilangnya Soeharto, seluruh konsep-konsep Pancasila di zaman Soeharto itu dihapus. Hari ini kita kembali membentuk BPIP yang fungsi politik dan akademiknya hampir sama dengan BP7. Kenapa tidak sekalian BP7 diadakan?
Dulu di zaman Soerharto, Kementerian Penerangan dihapus. Sekarang muncul lagi Kominfo yang fungsi-fungsi strukturalnya sama dengan fungsi Kementerian Penerangan zaman Orde Baru. Jadi, banyak hal yang perlu dibaca dan dikaji ulang.
Secara geopolitik global, bagaimana posisi Indonesia saat ini?
Indonesia berada di tengah. Di atas ada Amerika Serikat (AS). Di sebelah kanan ada pan-arabisme. Kemudian, di sebelah kiri ada China. Kita dikepung karena berada di posisi tengah. Kenapa kita dikepung? Karena kita tidak lagi berpegang pada konsep Pancasila.
Kita mau mengarah pada kapitalisme AS, tapi perekonomian kita dikepung oleh kekuatan China. Kita mau masuk ke ekonomi China, falsafah negara China komunis. Kita tanggung. Kita mau masuk ke Islamisme sebagaimana Arab Saudi, kita dituduh kelompok wahabi-salafi. Jadi, kita berada di tengah-tengah kekuatan besar.
Apakah AS, China, dan Arab Saudi yang mengendalikan Indonesia? Ternyata, di belakang AS, China, Arab Saudi itu ada kekuatan Zionis Israel. Ini gambaran saya sejak dulu.
AS berjalan dengan kepentingan Rothschild, yang kita sebut sebagai Protokol 13 Zionisme Israel. Arab Saudi juga begitu. Ada kekutan Zionis di belakangnya. China juga begitu. Kenapa China begitu? Masyarakat China itu masyarakat komunis. Tapi, perilaku ekonomi China itu kapitalis. Padahal, kalau China itu komunis, maka praktik ekonominya harus sosialis.
Bagaimana kalau kita arahkan jarum jam sejarah bangsa ini? Ini pasti berdarah-darah. Posisi kita enggak bisa lagi. Satu-satunya cara kita keluar dari posisi ini adalah kembali pada Pancasila dan UUD 1945 yang preambule. Istilah saya dari dulu, kembali pada sistem mula bangsa ini didirikan. Hanya itu caranya. Tapi memang resikonya pasti berdarah-darah.
Lalu, bagaimana caranya? Reformasi juga berdarah-darah. Enggak ada revolusi yang tidak berdarah. Revolusi Prancis berdarah. Revolusi China berdarah. Revolusi Islam Iran juga berdarah. Hanya saja, Iran cepat pemulihannya. Enggak ada revolusi yang tidak memakan anaknya.
Pertanyaannya sekarang, apakah anak bangsa ini mau merevolusi kembali sistem mula bangsa ini didirikan? Amandemen UUD 1945 pada tahun 2002 sudah selesai. Dalam doktrin kami, Indonesia sudah enggak ada. Enggak ada warga negara yang mendiami wilayah ini, karena sifatnya enggak ada. Identitasnya enggak ada. Maksud saya, lima poin yang saya jelaskan sebelumnya: Pancasila sebagai sifat bangsa, sumber dari segala sumber hukum, keyakinan standar kita, sikap kita, dan dimensi. Sekarang kelima poin ini hilang.
Apa ukuran kita sekarang? Enggak ada. Makanya saya bilang ke teman-teman, masihkah kita berani mengaku sebagai negara Pancasila? Ukurannya apa? Diskusi kita akan panjang soal ini.
Apa akibat dari perubahan dasar-dasar negara tersebut?
Kalau kita bicara konsep-konsep kenegaraan, buku Yudi Latif yang berjudul Negara Paripurna itu sebenarnya ingin mengembalikan Pancasila sebagai dasar negara ini. Cuma, ketika buku itu dijadikan sebagai dasar pembentukan BPIP, justru bukan Yudi Latif sebagai Direktur BPIP. Seharusnya dia, karena dia yang punya konsep.
Dulu, bedah buku pertama Yudi Latif ini di Makassar. Di Hotel Lamacca UNM. Buku itu saya terima dari Yudi Latif di Jakarta. Saya bawa ke Makassar. Kemudian, saya promosikan. Lalu, kami memanggil yang bersangkutan untuk mendiskusikannya di Makassar.
Saya memiliki doktrin bahwa Soekarno itu ketika berpidato di forum PBB secara terang-terangan mengatakan, “I never believe on capitalism and I never believe on socialism (saya enggak pernah percaya Kapitalisme dan saya enggak pernah percaya Sosialisme)”. Saya enggak tahu, apakah anak-anak biologis Soekarto paham tentang ini? Soekarno bilang, “Saya punya ideologi sendiri yang kami beri nama Pancasila”.
Bertrand Russell sebagai filosof Inggris saat itu menertawan konsep Pancasila Soekarno. Tetapi setelah dia dengar penjelasan Soekarno terkait Pancasila yang di dalamnya tercantum believe on God, humanity, unity, democracy, and social justice, barulah kemudian Russell menulis di majalah mingguan di Inggris, “Terakhir nanti ada tiga ideologi yang bertarung di dunia ini: Kapitalisme, Sosialisme, dan Pancasila.”
Ini kata Soekarno. Makanya dari dulu saya selalu bertanya, apakah anak-anak biologis Soekarto tahu tentang ini? Paham enggak konsep ayahnya ini? Ini konsep utuhnya.
Pada saat itu, Soekarno mengatakan begini, yang juga dalam konsep Yudi Latif, ada tiga kaum yang akan merusak bangsa Indonesia: pertama, kaum blandis, kaum yang selalu membanggakan literatur-literatur asing. Barat menjadi kiblat. Amerika, Soviet, dan Eropa jadi kiblat. Seolah-olah kita ini tidak punya identitas sendiri.
Kedua, kaum kompromis. Kelompok-kelompok Indonesia yang jadi agen kelompok asing. Mereka selalu berkompromi dengan kepentingan-kepentingan asing. Tentu saja targetnya target jangka pendek berupa kepentingan pragmatis. Oportunis; ketiga, kaum reformis. Kaum yang selalu mengubah tatanan kebangsaan. Padahal menurut Soekarno, Pancasila dan UUD 1945 sudah baku. Itu konsep negara kita. Hari ini, semua konsep dasar negara ini tercerabut dari akarnya.
Hanya saja persoalannya, bagaimana mengembalikan ini? Perjuangan kita perjuangan di parlemen. Tetapi, dengan sistem pemilihan langsung seperti ini, teman-teman parlemen juga pasti menolaknya.
Dengan sistem pemilihan langsung, Anda tidak bisa hindari terjadinya sektarianisme. Gerakan kesukuan semakin kuat dan mengakar. Sangat sektarian. Semakin ke sini, semakin sektarian. Keutuhan negara ini semakin mengkhawatirkan. (um)