Search

Saling Klaim Lahan Seluas 74 Hektare, Alif: Pemdes Bukit Pariaman Harus Jadi Penengah

BERITAALTERNATIF.COM – Silang sengkarut penentuan pengelola lahan seluas 74 hektare di Desa Bukit Pariaman, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) tak kunjung selesai.

Pemerintah Desa (Pemdes) Bukit Pariaman tetap bersikukuh mengajukan hasil verifikasi pengelola lahan tersebut kepada PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ).

Di sisi lain, Pengurus Kelompok Tani Rukun Warga mengklaim nama-nama yang diajukan Pemdes Bukit Pariaman ke PT MSJ tak sesuai dengan anggota kelompok tani yang telah mendapatkan legalitas sejak tahun 2016 tersebut.

Advertisements

Kedua belah pihak pun tak mau mengalah, sehingga kasus ini menyimpan potensi konflik horizontal karena melibatkan banyak warga Bukit Pariaman.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Kukar Alif Turiadi menyarankan kepada Pemdes Bukit Pariaman untuk menggali status lahan tersebut.

Lahan itu, sambung dia, bisa saja berstatus Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK), dan Areal Penggunaan Lain (APL).

“Kalau itu statusnya adalah APL, berarti ada surat kepemilikan yang dimiliki oleh si penggarap,” jelas Alif kepada beritaalternatif.com pada Rabu (24/8/2022) sore.

Sementara bila lahan tersebut berstatus KBK, maka pengelolanya hanya mengantongi izin penggarapan lahan. “Adakah surat izinnya? Tentu kita harus mengambil yang betul-betul legal,” jelasnya.

Penentuan pengelola lahan, sambung Alif, tak bisa dilakukan atas dasar klaim dari warga semata karena telah diduduki, dalih adat, dan atas nama apa pun.

“Jadi, diklasifikasi dulu. Si pemiliknya siapa sebetulnya. Nah, nanti kalau memang sudah diketahui, dipertemukan mereka itu,” imbuhnya.

Politisi Gerindra ini menegaskan, Pemdes Bukit Pariaman tidak boleh berpihak kepada salah satu kelompok warga, baik berstatus sebagai pengelola maupun pemegang izin resmi pengelolaan lahan dari Kelompok Tani Rukun Warga. “Desa harus menjadi mediatornya,” saran dia.

Ia juga menanggapi dalih Pemdes Bukit Pariaman yang menyebutkan bahwa penentuan pengelola lahan berdasarkan bukti pengelolaan yang ditandai dengan tanaman yang ditanam di lahan tersebut.

“Itu persoalan lain. Persoalan dia mau mengelola atau tidak, nanti harganya berbeda. Berarti lahan tidur. Kalau sampai orang tersebut mengelola lahan tanpa ada izin, kan pemerintah kita berdasarkan hukum. Kan semuanya harus berdasarkan aturan,” tegasnya.

Antara pengelola dan pemegang izin dari kelompok tani, saran dia, mestinya berunding untuk membangun kerja sama dalam pengelolaan lahan.

Pengelola lahan, kata Alif, meskipun berdalih telah menanam tanaman di atas lahan tersebut, harus tetap meminta izin kepada pemegang izin pengelolaan lahan.

“Artinya, pemerintah desa enggak boleh berpihak kepada salah satunya. Kalau perlu diakomodir dua-duanya atau menjadi pendengar,” imbuhnya.

Jika Pemdes Bukit Pariaman hanya mengakomdir pengelola lahan serta mengabaikan anggota Kelompok Tani Rukun Warga yang telah lama mengantongi izin resmi, maka Pemdes tersebut bisa dituntut secara hukum. “Kan ada dasarnya,” ujar dia.

Kata Alif, DPRD Kukar juga bisa menjadi penengah dalam kasus tersebut bila kedua belah pihak bersurat ke pimpinan dewan atau komisi terkait.

“Bisa nanti kita lakukan rapat dengar pendapat. Bisa saja kita lakukan itu,” katanya.

Dia mengatakan, DPRD Kukar dapat memberikan masukan dengan menawarkan jalan tengah dalam penyelesaian kasus tersebut.

“Kita kasih win-win solution tanpa meninggalkan pihak yang berkeringat, juga tidak meninggalkan orang yang telah mengurus izinnya,” kata Alif.

Kelompok tani yang telah mengurus izin pengelolaan lahan, lanjut dia, telah mengeluarkan biaya, sehingga mereka harus diakomodir untuk mendapatkan ganti rugi dari PT MSJ.

“Kalau hanya mengambil pengelolanya saja, kan itu keliru. Mending kedua belah pihak berdamai. Silakan berunding. Umpanya pengelola dapat 30 persen dan yang punya izin 70 persen atau fifty-fifty, itu tergantung mereka berkomunikasi,” sarannya.

Dia mengaku akan menindaklanjuti surat permohonan rapat dengar pendapat jika salah satu pihak menyampaikan surat tersebut kepada pimpinan DPRD Kukar.

“Intinya kami ini kan mengakomodir semua keluhan masyarakat. Jangan sampai terjadi konflik horizontal dan konflik sosial,” pungkasnya. (*)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
Advertisements
INDEKS BERITA