BERITAALTERNATIF.COM – Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa bapak pendiri bangsa, Sukarno atau Bung Karno, adalah seorang pembelajar yang kemudian menjadi sumber ilmu pengetahuan.
Ia menjelaskan, Bung Karno merupakan guru pertamanya di bidang sejarah, politik, ekonomi, dan filsafat. Budiman tidak hanya mempelajari pemikiran Bung Karno, tapi juga cara berpikir presiden pertama Indonesia tersebut.
Kata dia, pemikiran Bung Karno bisa usang karena perubahan zaman. Namun, cara berpikirnya bersifat umum, sehingga tetap cocok di setiap zaman.
Budiman mengatakan, Bung Karno memiliki cara berpikir yang filosofis, saintis, dan historis. “Karena Bung Karno belajar dari mata airnya ilmu pengetahuan. Yaitu apa? Filsafat,” jelas Budiman sebagaimana dikutip beritaalternatif.com dari kanal Youtube BKN PDIP pada Selasa (21/6/2022) siang.
Setelah mempelajari filsafat, Bung Karno mendalami matematika, sains, teknik sipil, tata kota, ilmu sosial, dan humaniora.
Proses tersebut, lanjut dia, membuat Bung Karno memiliki imajinasi yang tidak banyak dimiliki oleh pemuda-pemuda Hindia Belanda di masanya.
Di eranya, Bung Karno mampu mengimajinasikan negara berbentuk republik di wilayah Nusantara. Padahal, sebelumnya tidak ada negara republik dan sistem demokrasi di Nusantara.
Metode berpikirnya yang filosofis, metafisik, dan historis membuat Bung Karno mampu meramalkan kemerdekaan Indonesia pasca perang di Indo-Pasifik antara negara-negara imperialis dunia.
Setelah Perang Dunia II, kata Budiman, dunia terbelah menjadi dua: kubu kapitalis dan sosialis. Dua kubu tersebut mempercayai proyek modernisasi.
Proyek modernisasi mengharuskan spesialisasi di teknik sipil, ekonomi, pertanian, dan bidang lainnya. Hal ini merupakan akibat modernisasi yang lahir dari kemenangan kapitalisme dan sosialisme dalam melawan fasisme, serta runtuhnya kolonialisme lama.
“Pasca Perang Dunia II, dunia keranjingan spesialisasi karena kebutuhan pembangunan nasional, revolusi nasional, atau apa pun namanya,” jelas dia.
Namun, setelah perkembangan ilmu biologi, komputer, dan teknologi informasi, spesialisasi semakin tidak relevan. Pasalnya, apabila seseorang ingin mempelajari ilmu politik, maka ia juga harus mendalami ilmu biologi.
“Setidaknya tahu hukum-hukum dasar biologi. Kalau kamu belajar ekonomi, harus ngerti fisika. Kalau belajar fisika, harus ngerti filsafat. Belajar politik harus ngerti komputer,” imbuhnya.
Ia menegaskan, berpikir lintas ilmu merupakan kebutuhan di era modern. Guru terbaik bangsa Indonesia dalam hal ini adalah Bung Karno.
Bung Karno telah merintis cara berpikir lintas ilmu saat dia berusia 20 tahun. Kala itu, Putra Sang Fajar itu telah mempelajari ilmu arsitek, filsafat, ekonomi, politik, dan sejarah.
“Artinya, anak muda sekarang ini belajarlah seperti Bung Karno belajar,” sarannya. (*)