BERITAALTERNATIF.COM – Sebanyak 17 desa yang mengadakan Pemilihan Desa (Pilkades) serentak tahun ini di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) akan mengadakan seleksi terhadap bakal calon kepala desa (bacakades).
Pasalnya, desa-desa tersebut memiliki bacakades lebih dari 5 orang. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Desa Kabupaten Kukar.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Perda Nomor 3 Tahun 2015, desa yang memiliki 2 orang atau 5 orang bakal calon akan langsung ditetapkan sebagai calon kepala desa.
Sementara bila terdapat lebih dari 5 orang bakal calon, panitia pemilihan melakukan seleksi tambahan. Dalam Pasal 10 Perda tersebut disebutkan, seleksi ini menggunakan 5 kriteria, di antaranya pengalaman kerja di pemerintahan, tingkat pendidikan, usia, serta ujian tertulis dan wawancara.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi I DPRD Kukar Yohanes Badulele Da Silva menekankan agar proses seleksi calon kepala desa dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. “Itu yang paling penting,” tegas Yohanes saat ditemui di Kantor DPRD Kukar, Senin (11/7/2022).
Ia menegaskan, aturan Pilkades dibuat bukan untuk dilanggar, melainkan untuk dipatuhi oleh semua pihak. Bentuk kepatuhan terhadap aturan Pilkades yakni bila seseorang tidak lolos dalam proses seleksi calon kepala desa, maka ia tidak boleh dipaksakan untuk menjadi calon kepala desa.
“Senang atau tidak senang, itu harus dijalankan. Karena apa? Kita ingin menciptakan Pilkades yang sehat. Caranya, kita harus menjalankan Pilkades sesuai rule atau koridor yang ada. Kalau kita sudah tabrak itu, nonsense (omong kosong). Kita pasti akan melahirkan seorang kades yang tidak bermutu dan tidak berkualitas,” tegasnya.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyebutkan bahwa semua tahapan Pilkades mesti menciptakan ketenangan dan kenyamanan di masyarakat, sehingga terpilih para calon kepala desa yang berkualitas.
Untuk menghasilkan calon kepala desa yang berkualitas, Yohanes menyarankan agar aturan menjadi dasar dan pegangan dalam proses seleksi calon kepala desa.
“Jadi, jangan sampai orang yang tidak layak dan tidak lolos dalam seleksi dan verifikasi itu dipaksakan untuk lolos sebagai calon kepala desa,” imbuhnya.
Panitia juga dituntut untuk melihat secara detail latar belakang pendidikan bacakades. “Kemudian, loyalitas mereka kepada masyarakat. Kalau soal duduk atau tidak duduk, itu kan nanti. Yang paling penting, dia harus orang yang mampu membangun desa dan melayani masyarakat,” katanya.
Yohanes mengatakan, kompetisi dalam politik, khususnya di tingkat desa, adalah hal yang biasa. Namun, proses untuk menghasilkan kepala desa yang berkualitas jauh lebih penting dalam Pilkades.
“Sehingga apa? Desa itu bisa betul-betul dilayani dengan baik. Saya yakin semua orang mengharapkan itu,” ujarnya.
Dia menjelaskan, apabila proses seleksi calon kepala desa dijalankan dengan cara mengabaikan aturan yang berlaku, maka tim pemantau dan masyarakat harus mengoreksinya.
“Saat ini masyarakat sudah tidak bisa dibohongi seperti dulu. Mereka sudah tahu mekanis dan regulasi,” katanya. (*)