Oleh: Ibrahim Amini*
Sejumlah tugas besar dan penting tak dapat dikerjakan sendirian tanpa bantuan siapa pun. Sebaliknya, bila terdapat sejumlah orang yang siap membantu, niscaya tugas yang sama dapat dikerjakan dengan ringan. Bila seseorang tetap bekerja sendirian, niscaya ia tak akan mampu dan bakal menemui kegagalan dalam mengerjakan berbagai tugas sekaligus. Jarang terjadi, seseorang sendirian saja membangun dan menjalankan sebuah organisasi sosial. Seorang individu tak akan mampu mengurus rumah sakit, sekolah, masjid, panti asuhan, perpustakaan, dan sebagainya tanpa meminta bantuan selainnya. Kenyataannya, seseorang tak mampu sendirian mengelola administrasi dari organisasi apa pun. Namun, berkat bantuan dan kerja sama selainnya, pekerjaan apa pun dapat diselesaikan dengan sempurna. Setiap bangsa yang para penduduknya memiliki semangat saling membantu dan bekerja sama akan menjadi bangsa yang makmur.
Dalam kaitan ini, Islam merupakan sebuah sistem perkumpulan yang utuh, yang menyeru manusia untuk bersatu padu dalam mengerjakan kebaikan. Alquran al-Karim mengatakan, “… tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. al-Maidah: 2)
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Saling membantu guna mempertahankan kebenaran merupakan ketaatan dan ketulusan.”
Biasakanlah Saling Menolong sejak Masa Kanak-Kanak
Semangat kerja sama dan persaudaraan sudah mengakar sejak masa kanak-kanak. Ini mengingat manusia memiliki fitrah menjalin hubungan yang dibawanya sejak lahir. Namun demikian, selalu muncul kebutuhan untuk memanfaatkan naluri fitriah ini. Orang tua yang bersungguh-sungguh dalam mengasuh anak-anaknya akan menumbuhkan naluri bergaul dalam diri mereka (anak-anak). Umpama, menyediakan mainan dan permainan yang memerlukan kerja sama kelompok, atau yang harus dimainkan oleh lebih dari satu anak. Juga mendorong dan membimbing mereka bersama-sama menyisihkan sebagian uang sakunya untuk ditabung dan digunakan pada hal-hal yang bermanfaat. Dengan cara itu, anak-anak dapat membeli buah-buahan dan manisan, untuk kemudian dibagi-bagikan kepada orang yang sakit, fakir, dan miskin. Dalam hal ini, orang tua dapat menambah uang saku mereka serta membantu mereka membeli dan membagi-bagikan buah-buahan dan sebagainya. Orang tua juga dapat menyalurkan uang tabungan anak-anak secara berkala ke sejumlah organisasi sosial. Atau menyumbangkan sebagian uang tabungan itu ke beberapa perpustakaan umum untuk dibelikan buku-buku baru. Orang tua juga dapat mendorong anak-anak untuk membentuk panitia kecil dan memprakarsai sendiri sejumlah aktivitas sosial.
Bila orang tua merupakan anggota sebuah organisasi sosial, maka sudah seharusnya mereka juga memprakarsai anak-anak untuk beraktivitas sama. Misalnya, dengan memberikan sejumlah uang kepada si anak untuk disumbangkan sendiri kepada organisasi dan menjadikannya anggota tetap.
Nilai Kemanusiaan dan Anak-Anak
Semuanya adalah ciptaan Allah Swt. Seluruh manusia berasal dari nenek moyang yang sama (yakni, Nabi Adam dan Hawa). Pada kenyataannya, seluruh manusia termasuk dalam sebuah keluarga besar yang sama. Allah Swt telah menciptakan dan mengasihi mereka. Hanya Allah saja yang mengaruniakan mereka segenap kebutuhan hidup di dunia. Dia menganugerahkan mereka kemampuan untuk memanipulasi dan memanfaatkan segala sesuatu yang ada, serta memberikan mereka kearifan dan kekuatan untuk memanfaatkan segala hal di sekeliling mereka demi keuntungan mereka. Allah Swt telah menyediakan mereka kesempatan untuk melambungkan spiritualitasnya demi meraih kesempurnaan takwa dan memperoleh ganjaran pahala di akhirat kelak. Dia menyediakan pelbagai sarana bimbingan dalam sosok para nabi yang diutus dari waktu ke waktu. Dia telah mengangkat para imam (sebagai pelanjut misi kenabian dan kerasulan), juga para pembimbing keagamaan, seperti para mujtahid dan maraji’ (ulama-ulama besar agama yang menjadi rujukan hukum—peny.). Semua itu disebabkan Allah Swt mencintai manusia.
Sungguh, anugerah yang dicurahkan-Nya kepada manusia tak terkira banyaknya. Dia menginginkan umat manusia saling mengasihi satu sama lain dan berusaha keras menciptakan kesejahteraan hidup bersama. Dia menginginkan umat manusia saling menolong, baik dalam keadaan suka maupun duka. Siapa pun yang memikirkan dan berupaya memperbaiki nasib orang lain merupakan orang-orang pilihan Allah Swt. Kelak, mereka akan mendapatkan banyak balasan kebaikan di akhirat. Islam, yang merupakan sistem keimanan bersama, sangat menekankan pentingnya sikap khidmat terhadap kemanusiaan.
Rasulullah saw mengatakan, “Seluruh umat manusia memakan makanan yang dianugerahkan Allah Swt. Karena itu, orang-orang yang paling dicintai Allah adalah mereka yang memberikan makanan kepada manusia lain dan memenuhi kebutuhan sejumlah keluarga.”
Imam Ja’far Shadiq mengatakan, “Allah Swt memfirmankan, ‘Umat manusia memakan makanan yang Kuberikan. Di antara mereka yang benar-benar Kucintai adalah orang-orang yang berbuat baik kepada selainnya dan berusaha keras membantu orang lain yang sedang membutuhkan.’”
Seseorang bertanya pada Nabi saw, “Siapakah orang yang paling dicintai Allah Swt?”
Nabi saw menjawab, “Orang yang paling bermanfaat bagi saudaranya.”
Rasulullah saw juga mengatakan, “Setelah keimanan, perbuatan paling bijaksana adalah mencintai dan mengasihi sesama manusia, serta berbuat baik kepada mereka.”
“Orang yang tidak memperhatikan kebaikan kaum Muslim bukan termasuk seorang Muslim.”
Imam Ja`far Shadiq berkata, “Orang-orang pilihan Allah adalah mereka yang didatangi selainnya yang membutuhkan pertolongan. Orang-orang semacam ini akan berada dalam lindungan Allah Swt di Hari Pengadilan.”
Rasulullah saw bersabda, “Allah Swt menyayangi hamba-hamba-Nya dan menyukai hamba-hamba tersebut menyayangi saudara-saudaranya.”
Terdapat ratusan riwayat dari Nabi saw dan para imam semacam itu yang tersebar di berbagai kitab hadis yang memuat ucapan manusia-manusia maksum tersebut.
Nabi saw memandang masyarakat Islam sebagai sebuah kesatuan tunggal dan memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mengusahakan kebaikan bersama. Islam adalah sistem keimanan bersama dan menganggap kesejahteraan individu-individunya sebagai kesejahteraan masyarakat. Islam menentang segala jenis kecenderungan mementingkan diri sendiri. Seorang Muslim sejati tak akan pernah mementingkan dirinya sendiri. Ia juga tak pernah mengabaikan hak-hak selainnya di tengah masyarakat.
Saling Bekerja Sama adalah Sifat Mulia
Keinginan menjalin hubungan persaudaraan dengan manusia lain merupakan sifat mulia yang tertanam dalam fitrah setiap individu. Namun, hanya melalui pembinaan yang tepat saja, sifat semacam ini dapat dijelmakan. Adakalanya terjadi, sifat yang sangat agung ini sama sekali lenyap dalam diri beberapa orang. Ini tak ubahnya dengan pelbagai naluri yang melekat dalam diri seluruh manusia yang benih-benihnya mulai muncul sepanjang awal masa kanak-kanak, yang bila tidak dipelihara dengan layak, akan terbengkalai atau sama sekali lenyap dari jiwa seseorang. Sudah menjadi tanggung jawab orang tua untuk menjadikan anak-anaknya bersikap ramah dan bermurah hati kepada sesamanya. Jika orang tua sendiri bermurah hati kepada selainnya, yang terpantul dalam kata-kata dan tindakannya, niscaya anak-anak mereka secara alamiah akan meneladaninya.
Orang tua yang bertanggung jawab dan berwawasan terkadang menggambarkan tentang betapa memprihatinkannya hidup orang-orang fakir, miskin, cacat, dan lanjut usia, di hadapan anak-anaknya. Bila memungkinkan, mereka mengajak anak-anak menemui orang-orang semacam itu. Lalu, mereka akan mengatakan pada anak-anak bahwa orang-orang tersebut adalah orang-orang tertindas yang membutuhkan dukungan dan pertolongan. Bukan hanya itu, mereka juga memberikan bantuan kepada orang-orang semacam itu di hadapan anak-anak demi memberikan contoh yang baik untuk mereka tiru saat tumbuh dewasa dan mampu menolong selainnya. Selain itu, mereka juga menjelaskan kepada anak-anak perihal kezaliman culas yang dilakukan sejumlah orang terhadap orang-orang yang malang, juga kondisi orang-orang tertindas yang benar-benar memprihatinkan. Mereka juga berbicara kepada anak-anak perihal penderitaan hidup anak-anak yatim piatu yang tak punya orang tua yang dapat merawat mereka, sehingga mereka layak mendapat dukungan penuh dari selainnya dalam kehidupan masyarakat. Mereka mengajak anak-anaknya ke panti asuhan untuk menemui anak-anak semacam itu, atau mengundang sejumlah anak yatim ke rumah. Semua ini merupakan proses untuk menjadikan anak-anak menyadari tanggung jawabnya dalam menolong dan membantu kaum yang membutuhkan di tengah masyarakat. (*Tokoh Pendidikan Islam)