Search
Search
Close this search box.

Catatan Perjalanan Beirut-Damaskus (2): “Museum Perang Mleeta”

Pengamat Timur Tengah Dina Sulaeman berfoto di museum perang Mleeta, Lebanon. (Istimewa)
Listen to this article

Oleh: Dina Sulaeman*

Sebelum bercerita soal Suriah, saya ingin menuliskan dulu catatan jalan-jalan saya ke Lebanon. November 2022 saya juga ke Lebanon dan saat itu sebenarnya saya juga diajak berkunjung ke museum perang Mleeta, tapi saya tidak sempat menuliskannya. Kini, diajak lagi ke Mleeta. Guide di museum itu mengingat saya dan ketika dia capek menjelaskan, dia bercanda kepada saya, “Ayo sekarang kamu aja yang menjelaskan. Kamu kan sudah hafal?”

Mleeta adalah museum perang yang unik karena berupa lanskap terbuka di atas gunung di kawasan Jabal Amel, selatan Lebanon. Jadi, bukan berupa gedung tertutup yang di dalamnya ada foto-foto atau koleksi senjata. Di puncak gunung inilah dulu, pasukan Hez memusatkan perlawanan melawan Israel yang selama nyaris 20 tahun menduduki Lebanon.

Advertisements

Israel mulai masuk ke Lebanon pada tahun 1978 dan lalu melakukan invasi besar-besaran pada tahun 1982, bahkan sempat menguasai Beirut (ibu kota Lebanon). Pada tahun-tahun berikutnya, Israel menarik pasukannya dari beberapa kota yang didudukinya, namun secara umum, masih menduduki sebagian kawasan Lebanon hingga akhirnya angkat kaki pada 24 Mei 2000.

Nah, museum Mleeta ini menyimpan jejak perjuangan bangsa Lebanon, khususnya pasukan Hez, dalam mengusir Israel. Kemenangan ini sangat luar biasa, mengingat Hez pada dasarnya bukan militer negara; melainkan milisi sukarelawan; dan yang dihadapi adalah militer Israel yang sering disebut sebagai “militer terkuat di Timur Tengah” dan mendapatkan dukungan penuh dari AS dan negara-negara Barat.

Mleeta dipenuhi pohon-pohon oak yang dedaunannya lebat dan hijau sepanjang tahun, melindungi para pejuang dari deteksi Israel. Pasukan Hez juga menggali terowongan di bawah tanah sepanjang 200 meter, dengan alat sederhana (agar tidak memunculkan suara yang bisa terdeteksi Israel). Di dalam terowongan ini ada ruangan-ruangan seperti kantor pusat komando, dapur, mushala, dan lain-lain. Ada sebuah film dokumenter yang dipertontonkan, menunjukkan betapa para pemuda Lebanon harus bekerja keras membawa berbagai logistik dengan berjalan kaki dari kaki gunung, baik di musim panas, maupun di tengah timbunan salju.

Dalam salah satu pidatonya, pimpinan Hez, SHN, mengatakan “Israel lebih rapuh daripada sarang laba-laba.” Nah, di Mleeta ini salah satu tank yang dipakai Israel, tank Merkava “diselimuti” rangka besi berbentuk sarang laba-laba. Selain itu, dipamerkan juga bekas bom-bom kluster yang dipakai Israel selama perang. Ini jenis senjata yang ilegal dipakai; sudah menjatuhkan korban yang sangat banyak di kalangan warga sipil Lebanon. Juga, sangat banyak di-splay berbagai jenis senjata lainnya.

Dalam perjalanan pulang dari Mleeta kami melewati kawasan pegunungan di mana di kejauhan terlihat desa-desa yang dihuni komunitas Kristen Maronite. Selama menduduki Lebanon, Israel bekerja sama dengan Tentara Lebanon Selatan (SLA), milisi pro-Israel yang sebagian besar beragama Kristen Maronite. Bahkan dalam pembantaian pengungsi Palestina di kamp Sabra dan Shatila (tahun yll saya juga berkunjung ke kamp ini) tahun 1982, Israel bekerja sama dengan militan Maronite.

Saat Israel terusir, ribuan orang SLA kabur ke Israel. Namun, komunitas Kristen Maronit tetap tinggal di Lebanon. Menurut seorang Lebanon saksi sejarah, segera setelah kemenangan Hez, dia (blio ini dokter dari keluarga terpandang di Lebanon) memimpin konvoi bantuan makanan dan obat-obatan datang ke desa-desa Maronite. Jadi, meski pun warga desa-desa itu banyak yang gabung ke SLA, pimpinan Hez menyuruh agar mereka tetap dibantu dan sama sekali tidak ada hukuman bagi mereka.

Dalam kehidupan sehari-hari, menurut guide di Mleeta, hubungan sosial di antara umat beragama Lebanon tetap baik-baik saja. Yang bermasalah adalah di level politik, karena sistem politik di Lebanon didasarkan pada agama (Presiden dipegang Kristen Maronite, Jubir Parlemen untuk Syiah, dan Perdana Menteri untuk Sunni).

Sekian dulu. Bersambung. (*Pengamat Timur Tengah)

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements

BERITA ALTERNATIF

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA