BERITAALTERNATIF.COM – Dimediasi oleh China, Iran dan Arab Saudi akhirnya bersepakat memulihkan hubungan diplomatik. Ini adalah sebuah perkembangan yang sangat menarik, dan dipastikan akan berpengaruh secara signifikan terhadap konstelasi politik di Timur Tengah.
Sejumlah pihak dan negara memberikan sambutan positif terhadap pemulihan hubungan ini, di antaranya China (mediator), Irak, Uni Emirat Arab, Yaman, Oman, Qatar, Hizbullah Lebanon, Mesir, Bahrain, dan Turki.
Amerika sebenarnya memberikan tanggapan. Akan tetapi, tanggapannya terkesan sangat dingin. AS hanya mengatakan bahwa pengurangan eskalasi adalah kebijakan luar negeri AS di bawah Presiden Biden.
Jika dilihat berbagai politik luar negeri AS di Timur Tengah dan Dunia Islam selama ini, tentu saja AS sangat kecewa dengan peristiwa rujuknya Iran-Saudi tersebut. Ada beberapa alasan, mengapa AS sebenarnya sangat kecewa atas peristiwa ini.
Pertama, rujuknya Iran dengan Arab Saudi menandai mulai terurainya blokade politik dan ekonomi yang mendera Iran. Selama ini, AS berhasil memaksa negara-negara sekutunya di Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, agar ikut dalam barisan negara yang memberi sanksi kepada Iran.
AS menyatakan bahwa sanksi hanya akan dicabut jika Iran menghentikan secara total program nuklirnya, serta menghentikan dukungannya kepada Hizbullah Lebanon serta Hamas dan Jihad Islami di Palestina.
Sekarang, dalam situasi di mana Iran masih melanjutkan program nuklirnya, dan masih tetap memberikan dukungan kepada Lebanon dan Palestina—bahkan juga kepada Suriah dan Yaman—Arab Saudi malah mulai berbaik-baikan dengan Iran. Maknanya, Iran mulai terlepas dari situasi sulit di bawah sanksi, tanpa kehilangan konsesi apa pun.
Alasan kedua terkait dengan masa depan Yaman dan Suriah. Kondisi kedua negara yang dicabik-cabik prahara selama beberapa tahun terakhir ini kemungkinan besar akan membaik, karena Saudi, sebagai pihak yang terlibat secara langsung dan tak langsung dalam prahara di kedua negara ini, akan melunakkan sikapnya.
Kita tentu tahu bahwa AS adalah pihak yang paling berkepentingan dengan ketercabikan kedua negara. Bagi rakyat di dua negara, AS adalah biang kerok semua penderitaan mereka. Karenanya, stabilnya kondisi ekonomi dan keamanan kedua negara bermakna semakin bertambahnya barisan bangsa yang membenci AS.
Alasan ketiga adalah soal bisnis senjata perusahaan AS. Selama ini, perusahaan senjata AS itu mengeruk keuntungan berlimpah dari pembelian senjata Arab Saudi, yang terus ditakut-takuti soal adanya ancaman keamanan dari Iran dan apa yang mereka sebut sebagai “proksi” Iran.
Kini, ketika Arab Saudi berhasil diyakinkan bahwa Iran sebenarnya bukanlah ancaman, pembelian senjata tersebut pasti akan berkurang secara signifikan.
Alasan keempat terkait dengan peran China sebagai mediator hingga Iran dan Saudi mau rujuk. Saat ini, China adalah rival paling serius bagi AS dalam bidang ekonomi.
Jelas sekali bahwa keberhasilan China memediasi Iran dan Arab Saudi akan mengangkat posisi politik Negeri Tirai Bambu ini di kancah internasional, dan ini adalah ancaman sangat serius bagi AS.
Sepertinya, indikator keterpurukan AS memang semakin tampak. (*)
Sumber: Liputan Islam