Search
Search
Close this search box.

PKS, Hizbut Tahrir, Al Qaeda, dan MMI dalam Perang Suriah

Listen to this article

BERITAALTERNATIF.COM – Aroma busuk perang Suriah telah menguar hingga ke berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Berbagai fatwa yang menyulut permusuhan dan kebencian diterbangkan oleh angin dengan sedemikian jauh, hingga baunya tercium sampai di Indonesia.

Yusuf Qaradhawi, misalnya, berfatwa agar kaum Sunni berjihad melawan Syiah di Suriah. Padahal untuk pembebasan Palestina pun tak pernah ia sampai berfatwa sevulgar itu.

Ormas-ormas tertentu sedemikian aktif mengadakan seminar, majelis taklim, road show ke berbagai kota, mengusung isu Suriah, membawa narasi “Syiah membantai Sunni”, seruan jihad ke Suriah, dan ajakan untuk mendonasikan harta demi jihad Suriah.

Advertisements

Donasi ini pun sebagiannya terindikasi disalurkan kepada pihak yang berafiliasi dengan kelompok pemberontak. Bahkan setelah Aleppo timur dibebaskan, film reportase dari channel EuroNews memperlihatkan ada kardus-kardus berlogo lembaga amal Indonesia ditemukan di gudang makanan Jaish Al Islam (salah satu milisi bersenjata yang pernah bercokol di sana).

Suriah, yang semula tak banyak dikenal rakyat Indonesia tiba-tiba menjadi sebuah isu penting, menyamai atau bahkan melebihi Palestina yang sejak lama menjadi sumber keprihatinan kaum Muslimin Indonesia. Seberapa pentingkah Suriah bagi Indonesia sehingga isu ini sedemikian mempengaruhi kehidupan sosial-politik di Indonesia?

Jawabannya bisa didapat dengan cara melacak, siapa saja sebenarnya yang berperang di Suriah?

Di tulisan sebelumnya, saya membahas tentang Ikhwanul Muslimin, organisasi transnasional yang memiliki simpatisan dan anggota di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, aktivitas organisasi ini banyak yang berafiliasi atau bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Simpatisan dan aktivis Ikhwanul Muslimin mengambil posisi sebagai pendukung Free Syria Army. Hal ini bisa dicek dari media-media online pendukungnya seperti pks piyungan, fimadani, dakwatuna, islampos, dan pernyataan resmi Partai Keadilan Sejahtera.

Terkait pembebasan Aleppo timur oleh tentara Suriah, PKS, sama seperti para pendukung ‘mujahidin’ lainnya, menyatakan bahwa Bashar Assad telah melakukan kejahatan kemanusiaan.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan Humas DPP PKS (17/12) disebutkan, “[PKS] mengecam tindakan kekerasan, pengusiran, dan pembunuhan massal yang mengarah pada genosida dan kejahatan perang terhadap warga sipil Aleppo di Suriah yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Bashar Al Assad dan Militer Suriah serta kelompok etnis Suriah lainnya. Tindakan tersebut mengarah pada kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia dan komunitas internasional.”

Presiden Dewan Pengurus Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) Mohamad Sohibul Iman bahkan mengatakan,“…humanitarian intervention untuk menjamin hak-hak warga sipil dalam konflik bersenjata di Aleppo Suriah tidak boleh ditunda.”

Sebelumnya, pada September 2013, Wasekjen PKS Mahfuz Shiddiq menyatakan mendukung serangan AS ke Suriah.

Para komandan tinggi FSA bermarkas di Turki dan dari sanalah mereka berusaha mengendalikan pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Suriah. Mau tahu siapa tokoh FSA legendaris? Namanya Abu Sakkar. Dia terkenal karena memakan jantung tentara Suriah yang telah ia bunuh dan divideokan.

Sementara itu, ormas Islam transnasional yang memiliki tujuan mendirikan khilafah, Hizbut Tahrir, secara terbuka dan gencar menyatakan dukungan mereka terhadap ‘mujahidin Suriah yang hendak mendirikan khilafah.’

Situs Hizbut Tahrir Inggris bahkan memuat utuh wawancara majalah Time dengan pejabat resmi Jabhat Al Nusrah yang bernada positif—meski tetap menyebutkan fakta bahwa Al Nusrah melakukan aksi bom bunuh diri dan pembunuhan terhadap orang tak bersenjata.

Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Ismail Yusanto mengakui, Hizbut Tahrir pernah mengikuti sumpah setia dengan banyak kelompok mujahidin yang ada di Suriah, termasuk dengan Al Nusrah. Pada tanggal 20 November 2012, mereka mendeklarasikan Brigade Koalisi Pendukung Khilafah. Pada 9 September 2014, situs HT memuat ucapan duka cita atas tewasnya pimpinan pasukan ‘jihad’ Ahrar Al Sham.

Jabhah Al Nusra dan Ahrar Al Sham adalah organisasi teror yang merupakan ‘keturunan Al Qaeda’. Mereka sering melakukan ‘operasi militer’ bersama. Misalnya, pada Mei 2016, mereka melakukan pembantaian massal di desa Zara (provinsi Homs) yang berpenduduk mayoritas Alawy. Sebanyak 19 orang tewas, puluhan lain (perempuan dan anak-anak) hilang (diculik). Kejadian ini tidak bisa disebut fitnah karena mereka sendiri yang meng-upload video pembantaian itu.

Al Nusra sejak 2013 telah dimasukkan ke dalam organisasi teroris internasional. Rusia sejak lama meminta PBB agar Ahrar Al Sham juga dimasukkan ke dalam daftar tersebut, namun ditolak AS. Kejadian pembantaian di Zara membuat Rusia mengulangi desakannya, namun Jubir Menlu AS, John Kirby, dengan terbata-bata berkata dalam konferensi persnya, bahwa pembantaian di Zara “unacceptable and incomprehensible” [tidak bisa diterima dan tidak dapat dipahami saking mengerikannya], tetapi memasukkan Ahrar Al Sham ke dalam organisasi teroris akan mempersulit upaya gencatan senjata.

Bila dicek di situsnya, HTI aktif dalam menyebarkan informasi hoaks soal Suriah.

Sementara itu, sebagian ormas lain berpihak kepada ISIS. Antara lain, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Pada tanggal 26 Oktober 2013, Abu Jibril dari MMI terlihat memimpin aksi demo anti-Syiah di Jakarta dengan mengibarkan bendera-bendera ISIS. Namun setelah pemerintah Indonesia secara resmi ‘menyatakan perang’ terhadap ISIS, pada September 2014 Abu Jibril dan MMI malah berbalik menuduh Syiah di balik ISIS. Pada Maret 2015, anak Abu Jibril yang bernama Ridwan bergabung dengan Al Qaeda di Suriah dan akhirnya tewas.

“Anak saya tujuh bulan lalu berangkat (ke Suriah), membantu kaum muslimin di Suriah. Dia bergabung dengan Al Qaeda untuk memberantas Syiah,” kata Abu Jibril kepada situs Okezone, 27 Maret 2015.

Namun pernyataan Abu Jibril (bahwa anaknya tidak bergabung dengan ISIS) patut diragukan karena informasi yang dia berikan tidak akurat. “Pada saat itu, belum ada ISIS di Suriah. Anak kami ikut kelompok Al Qaeda. Dia awalnya membawa bendera MMI, karena belum menemukan ISIS, anak saya bergabung dengan Al Qaeda,” kata Abu Jibril.

Pernyataan ini tentu saja absurd. Bukankah pada September 2014 Abu Jibril sudah mengadakan jumpa pers yang memutarbalikkan fakta (menyebut ISIS adalah rekayasa Syiah)? Artinya saat itu ISIS sudah ada di Suriah. Dan seperti tadi sudah disinggung, pada Oktober 2013, Abu Jibril dan rombongannya mengibar-ngibarkan bendera ISIS di Jakarta. Selain itu, faktanya, ISIS dideklarasikan pada 9 April 2013.

Karena organisasi-organisasi pelaku perang di Suriah memiliki ‘cabang’ di Indonesia, tak heran bila imbas perang di sana dibawa-bawa ke Indonesia. Bisa dicermati, ormas-ormas Islam yang aktif mengusung isu “Syiah membunuh Sunni di Suriah” adalah ormas-ormas yang sama yang gencar menggalang dana dan menyerukan jihad ke Suriah. Dengan kata lain, mereka memiliki misi untuk ‘menyukseskan’ perang yang dilakukan organisasi mereka di Suriah.

Hasil deteksi drone emprit juga menunjukkan tingginya cuitan ‘Save Aleppo’ di Indonesia bersamaan dengan tingginya cuitan ‘Save Aleppo’ di dunia. Dengan kata lain, buzzer-buzzer di Indonesia untuk isu ini bergerak bersama buzzer-buzzer di Timur Tengah. Ketika para buzzer di Timur Tengah diam, pembicaraan tentang Aleppo pun mereda di Indonesia.

Menurut saya, ini adalah tambahan bukti bahwa isu Suriah bukan isu organik, melainkan “suruhan” atau instruksi dari afiliasi ormas-ormas transnasional yang saya sebut di atas.

Selanjutnya, perlu dicermati pula bahwa ormas-ormas tersebut memiliki akar ideologi yang sama, yaitu takfirisme (memandang pihak lain di luar mereka adalah kafir dan sesat; dan bahkan menghalalkan darah orang yang mereka anggap kafir). Ideologi ini juga disebut Wahabisme, Salafisme, atau berkamuflase dengan nama-nama lain.

Milisi-milisi bersenjata di Suriah, meskipun memiliki nama berbeda-beda, akar ideologinya adalah sama, yaitu takfirisme. Itulah sebabnya mereka merasa ‘benar’ saat melakukan pembunuhan kepada siapa saja di luar kelompok mereka. Tidak hanya Syiah yang dibantai di Suriah, tetapi juga Sunni, Kristen, Kurdi, dan Yazidi.

Secara genealogis, Al Nusra dan ISIS pun saling ‘bersaudara’ karena sama-sama lahir dari rahim Al Qaeda. Banyak jihadis Al Nusra yang berasal dari jaringan Al Qaeda pimpinan Abu Mus’ab Al Zarqawi, yang didirikan tahun 2002, menyusul kepulangan Al Zarqawi dari Afganistan. Pejuang jihad Suriah yang bertempur bersama Al Zarqawi di Herat (Afghanistan) pada tahun 2000 membangun cabang jaringan ini di Suriah dan Lebanon; Al Zarqawi yang mengontrolnya dari Irak.

Pasukan jihad Suriah ini membangun semacam tempat persinggahan bagi para jihadis dari berbagai negara yang akan masuk ke Irak. Selama masa ini pula, mereka menjadi saluran utama distribusi dana bantuan yang digalang para jihadis di negara-negara Arab dan Teluk.

Salah satu anggota jaringan ini bernama Abu Mohammad Al Julani yang kemudian mendirikan Jabhat Al Nusrah. Ketika ‘revolusi’ Suriah dimulai, jihadis dari Irak juga diperbantukan ke Suriah.

Koneksi antara Al Nusrah dan Al Qaeda semakin terlihat nyata ketika pada tanggal 7 April 2013, pemimpin Al Qaeda, Ayman Al Zawahiri, merilis video berisi seruannya agar para mujahidin bersatu untuk berjihad mendirikan sebuah negara Islam di Irak dan Suriah.

Dua hari kemudian, Abu Bakr Al Baghdadi merilis pengumuman dibentuknya satu pemerintahan Islam yang meliputi wilayah Suriah dan Irak (ISIS). Al Julani kemudian menjawab pengumuman ini dengan merilis video berisi rekaman suaranya, yang intinya menolak bergabung dengan ISIS.

Bagaimana sikap FSA terhadap Al Qaeda? Mustafa Al Sheikh (Ketua Dewan Tinggi Militer FSA) saat diwawancarai The Guardian (2012) mengatakan, “Mereka (Al Qaeda) adalah kelompok garis keras yang berbeda. Kami tidak berhubungan dengan mereka, tetapi kami tidak berkeberatan dengan aksi mereka di mana pun di Suriah.”

Ada pula video yang memperlihatkan FSA mengibarkan bendera Al Qaeda setelah memenggal kepala tujuh warga sipil. Pada November 2015, Al Nusra merilis video ucapan terima kasih kepada FSA, karena FSA telah menghadiahkan misil anti-tank TOW buatan AS kepada mereka.

Jadi, jangan dibingungkan oleh nama. Lihat ideologinya. Mau dinamai ISIS, Al Qaeda, Al Nusra, FSA, Ahrar Al Sham, Jamaah Ansarut-Tauhid, atau apa pun, selama mereka menggunakan “gaya” yang sama: mengafirkan siapa pun kecuali kelompok mereka sendiri dan menghalalkan pembunuhan brutal kepada rakyat sipil dengan alasan ingin mendirikan khilafah dan menegakkan syariah, maka sejatinya mereka sama saja. Hanya rebutan kepemimpinan, jamaah, dan dana sumbangan yang membuat mereka terlihat berbeda satu sama lain.

Di Indonesia, ciri-ciri mereka adalah menolak nasionalisme/NKRI, menganggap pemerintah taghut, menolak Pancasila, menolak menghormat pada Sang Merah Putih, dan beragam ciri lainnya yang paralel dengan isu-isu tersebut. (*Sumber: Dina Sulaeman dalam buku Salju di Aleppo)

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT