Search
Search
Close this search box.

Dampak Buruk Pembatalan Diskusi Publik BEM Unikarta yang Hadirkan Para Paslon di Pilkada Kukar

Penulis. (Istimewa)
Listen to this article

Oleh: Ulwan Murtadho*

Penulis menyayangkan langkah salah satu paslon yang menolak mentah-mentah undangan untuk hadir dalam kegiatan diskusi publik dengan mahasiswa dan pemuda. Saat diwawancarai oleh awak media, paslon beserta timsesnya terkesan menghindari dan enggan untuk menyampaikan alasan logis di balik ketidaktersediaan paslon tersebut untuk menghadiri tantangan diskusi yang diinisiasi BEM Unikarta tersebut.

Dalam keterangannya, BEM Unikarta dan HMI Cabang Kukar yang didapuk sebagai pihak penyelenggara pun membatalkan kegiatan diskusi yang sempat diinformasikan secara terbuka melalui media massa ini.

Advertisements

Berdasarkan informasi yang didapatkan oleh penulis, dikabarkan paslon yang menolak tantangan diskusi ini merupakan kepala daerah yang pernah menjabat sebagai bupati di periode sebelumnya.

Dalam pengamatan penulis, absennya paslon tersebut untuk hadir dalam acara diskusi publik ini diperkirakan ditenggarai sejumlah faktor, yang dikaji berdasarkan rekam jejak serta kebiasaan berpolitik yang selama ini melekat kuat dari kubu paslon tersebut.

Jika paslon bersangkutan tak sanggup untuk menerima kritik konstruktif dan masukan dari mahasiswa saat sesi diskusi tersebut berjalan, artinya paslon bersangkutan merasa minder atas hasil kerja dan kredibilitasnya sebagai kepala daerah di periode sebelumnya. Jadi, untuk apa mencalonkan diri kembali?

Apabila alasan ketidakhadiran itu karena takut akan terjadi kericuhan selama diskusi berlangsung, artinya masing-masing paslon ragu dalam mengondisikan kubu pendukung mereka agar tidak berbuat ricuh.

Namun, apabila ketidakhadiran itu dtenggarai atas syarat pencalonan salah satu paslon yang dinilai bermasalah, maka terdapat peraturan resmi dari pihak penyelenggara pemilu sebagai pagar yang membentengi hal tersebut apabila ia diserang oleh paslon tertentu saat diskusi berlangsung.

Namun, jika alasan ketidakhadiran itu disebabkan paslon yang bersangkutan tidak siap untuk menerima kritik atas kebijakannya selama menjadi kepala daerah, tentu hal itu bisa dibantah dengan pencapaian atau prestasi atas hasil kerjanya selama mengemban tugas sebagai kepala daerah—jika memang ada.

Bila alasan ketidakhadiran itu disebabkan kesibukan atas kegiatan kampanyenya yang padat, paslon itu mestinya menyampaikan alasan ketidaksediaannya tersebut secara terbuka di hadapan publik. Atau minimal membeberkan alasan itu secara rinci kepada mahasiswa selaku penyelenggara kegiatan ini.

Oleh sebab itu, tak ada alasan kuat bagi paslon dan kubu pendukungnya untuk menolak berdialektika dengan para mahasiswa saat diskusi tersebut. Terlebih lagi, paslon yang bersangkutan mampu menghadiri forum debat antar-paslon yang diselenggarakan oleh KPU Kukar.

Bedasarkan keterangan resmi BEM Unikarta, pembatalan diskusi ini dilakukan demi menghindari ketidakadilan dalam membagi porsi panggung dari para paslon. Mereka berujar, apabila diskusi ini tetap dijalankan serta hanya menghadirkan dua paslon saja, dikhawatirkan dapat memperkeruh suasana serta kondusivitas pada momentum Pilkada Kukar tahun 2024.

Akan tetapi, sebagai hipotesis, penulis juga memprediksi dukungan dari sejumlah pihak internal yang minim sekaligus kritik dari pihak luar bisa menjadi penyebab lain dari pembatalan diskusi tersebut. Apabila budaya seperti ini kian dipertahankan dan didukung secara terus-menerus oleh banyak pihak, maka akan bermuara pada penurunan kebebasan berdemokrasi di Kukar.

Bayangkan untuk mengadakan kegiatan sekelas diskusi publik saja, para mahasiwa harus mendapatkan serangkaian intimidasi dan tekanan “psikologis” dari sejumlah pihak karena ditakutkan bakal menyinggung atau diserang oleh salah satu kubu paslon yang kandidatnya tidak hadir saat kegiatan tersebut.

Ketakutan dalam mengambil risiko berefek pada taji yang tumpul dari gerakan mahasiswa yang independen, berhati-hati serta menghitung matang-matang sebelum mengambil langkah. Memang di satu sisi hal ini sangat penting. Namun, jika disikapi secara berlebihan maka akan berefek buruk pada integritas gerakan mahasiswa.

Diskusi publik yang diinisiasi oleh Presiden Mahasiswa Unikarta Sultan Alif ini dilatari atas niat murninya untuk kembali membangkitkan ruang-ruang berdemokrasi yang cair, transparan, serta inklusif bagi publik Kukar. Namun, tetap berpayung pada forum diskusi yang dibungkus dengan gaya akademis dan intelektual ala mahasiswa.

Semestinya kegiatan ini tetap diteruskan meski tak dihadiri oleh paslon yang bersangkutan, sebab pembatalan diskusi tersebut dapat memutus harapan para pemuda beserta mahasiswa untuk menyampaikan gagasan dan aspirasinya kepada para calon pemimpin daerah.

Meskipun acara diskusi digelar sederhana, dijalankan tanpa fasilitas memadai, serta kurang mendapat support dari pihak kampus, penulis menimbang, tak ada alasan untuk tidak melanjutkan diskusi tersebut, bahkan ketika sebagian paslon yang diundang tidak datang atau berhalangan hadir, acara diskusi harus tetap digelar, sebab ini merupakan sikap tegas atas komitmen penyelenggara dalam menyediakan ruang-ruang diskusi untuk pemuda-pemuda Kukar dengan para calon bupati Kukar.

Namun, penulis menilai, langkah taktis BEM Unikarta untuk membatalkan diskusi tersebut demi menghindari kemudaratan yang lebih besar serta menjaga momen Pilkada agar tetap kondusif, di satu sisi, juga ada benarnya, khususnya untuk mengantisipasi sekaligus meredam manuver kubu pendukung yang “tidak dewasa” dalam menggunakan momen diskusi ini untuk mendiskreditkan kubu lain.

Penulis juga menyayangkan, apabila segala bentuk wacana terkait diskusi ini digunakan sebagai alat bagi kubu pendukung paslon lain untuk menyerang paslon tertentu secara personal. Sebab, pada dasarnya kegiatan diskusi ini merupakan pertarungan gagasan yang didasarkan wawasan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh setiap paslon.

Sebagaimana keterangan Presma Unikarta, diskusi ini menitikberatkan pada kualitas gagasan dan visi misi para calon dalam membangun daerah di masa depan, bukan berdasarkan atas sentimen semata.

Forum-forum dialog memberikan kesempatan bagi para pemuda dan mahasiswa untuk menyampaikan pokok-pokok pemikiran mereka tentang pembangunan daerah di masa depan. Keberadaan forum tersebut menjadi sarana bagi para pemuda daerah untuk menyampaikan sejumlah aspirasi mereka kepada para calon pemimpin daerah sekaligus menjalankan fungsi utama pemuda dan mahasiswa sebagai agent of change dalam memperjuangkan aspirasi mereka yang dituangkan serta dirumuskan masing-masing paslon dalam bentuk kebijakan jika mereka terpilih di Pilkada Kukar.

Meremehkan dan menganggap sepele diskusi semacam ini untuk dapat direalisasikan di Unikarta bukan hal yang bijaksana. Meski bukan kampus yang besar dan ternama, Kampus Ungu telah melahirkan tokoh-tokoh pejabat penting di pemerintahan.

Pembatalan diskusi tersebut menyebabkan posisi Unikarta tidak lagi elegan untuk dijadikan sebagai laboratorium eksperimen untuk menguji sejauh mana kualitas serta kelayakan setiap calon kepala daerah di Pilkada Kukar tahun 2024. (*Jurnalis Berita Alternatif)

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT