BERITAALTERNATIF.COM – Invasi Rezim Zionis terhadap Rafah menunjukkan titik akhir dari upaya sia-sia Rezim Pendudukan untuk menghancurkan Poros Perlawanan di Palestina.
Jurnalis senior dari Indonesia Dede Azwar menjelaskan bahwa nyawa Rezim Zionis berasal dari pengakuan.
Sementara publik dunia, kata dia, telah menyematkan Zionis sebagai rezim kolonial.
Hal ini mendorong rezim palsu tersebut lebih mengedepankan pengakuan dari masyarakat dunia.
Karena itu, invasi ke Rafah disebutnya sebagai usaha sia-sia Rezim Zionis untuk mendapatkan pengakuan internasional.
“Jadi, dia lebih butuh kepada masalah kemenangan dan pengakuan. Oleh karena itu, ini bukan perkara mereka menyerang, tapi pada usaha agar mereka mendapatkan pemberitaan,” jelasnya kepada awak media Berita Alternatif di Kota Samarinda pada Minggu (19/5/2024).
“Mereka ini memainkan politik berita. Jadi, bukan semata mereka melakukan invasi. Ini hanya manipulasi informasi, diinformasi, distorsi, supaya mereka dikesankan tetap kuat dan eksis,” lanjutnya.
Dede menegaskan bahwa Zionis melakukan serangan udara terhadap Rafah. “Bukan serangan darat,” tegasnya.
Lewat serangan udara, sambung dia, Zionis tak melewati berbagai halangan dan rintangan di darat.
“Memang tujuannya untuk di-blow-up supaya mereka mengesankan sudah tidak ada lagi hambatan di sana kecuali bunuh para warga,” ujarnya.
Ia menyebut fakta tersebut memperlihatkan bahwa Zionis tidak mampu menyerang Rafah lewat darat.
Kata Dede, informasi dari berbagai sumber menunjukkan Poros Perlawanan sangat perkasa selama diinvasi Zionis.
“Mereka melawan, mencegat, bahkan mereka bisa menghabisi banyak personel militer Zionis,” ungkapnya.
Perlengkapan militer Zionis pun banyak disita Poros Perlawanan sejak invasi yang dilakukan Zionis pada akhir tahun lalu.
“Tank baja Merkava dan sebagainya berhasil disita bahkan dihancurkan Poros Perlawanan di Palestina,” bebernya.
Serangan Zionis ke Rafah juga sebagai upaya rezim tersebut menyembunyikan fakta yang terjadi di utara wilayah pendudukan.
Lebih dari 200 ribu warga Zionis di utara terpaksa berkumpul ke tengah karena aktivitas perlawanan Hizbullah semakin intensif.
Sebelumnya, Hizbullah hanya melakukan 8 operasi per hari. Saat ini, meningkat menjadi 30 operasi setiap hari.
“Kalau kita hitung pakai jam, per setengah jam itu mereka melakukan operasi,” terangnya.
Kondisi demikian membuat tentara-tentara Zionis di utara tak lagi memiliki tameng. Pasalnya, selama ini mereka menggunakan “warga sipil” sebagai tameng.
“Artinya, tentara itu menjadi telanjang. Tinggal ditembaki sama kelompok Perlawanan Hizbullah,” katanya. (*)
Penulis & Editor: Ufqil Mubin