BERITAALTERNATIF.COM – Berbagai tuduhan penyalahgunaan dana dilayangkan terhadap Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Tuduhan itu mulai dari penyelewengan dana donasi dari masyarakat hingga dana bantuan sosial dari Boeing untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada tahun 2018 lalu.
Sebagaimana dilansir dari detik.com pada Senin (11/7/2022) sore, tuduhan kepada ACT itu bermula saat tagar #AksiCepatTilep dan #JanganPercayaACT mencuat di media sosial. Tagar-tagar berkaitan dengan ACT ini bermunculan setelah Majalah Tempo mengeluarkan laporan utama berjudul ‘Kantong Bocor Dana Umat’.
Buntutnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) hingga Bareskrim Polri pun turun tangan menginvestigasi transaksi keuangan lembaga filantropi itu.
Berikut berbagai tuduhan penyalahgunaan dana oleh ACT: Pertama, dugaan dana yang diterima dibisniskan. ACT diduga tak langsung menyalurkan dana donasi yang dikumpulkannya dari publik. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, di atas Yayasan ACT terdapat entitas bisnis yang melakukan kegiatan usaha.
Dana yang dihimpun ACT itu disebut Ivan dikelola secara bisnis lebih dulu sebelum disalurkan ke penerima donasi.
“Ada transaksi memang yang dilakukan secara masif, tapi terkait dengan entitas yang dimiliki oleh si pengurus tadi. Jadi, kita menduga ini merupakan transaksi yang dikelola business to business. Jadi, tidak murni penerima menghimpun dana, kemudian disalurkan. Tapi dikelola dulu di dalam bisnis tertentu dan di situ tentunya ada revenue, ada keuntungan,” kata Ivan dalam konferensi pers, Rabu (6/7/2022).
Dia mengungkapkan, PPATK juga menemukan bahwa ACT berafiliasi dengan sejumlah perusahaan yang didirikan oleh pendiri lembaga tersebut. Perusahaan dalam bentuk perusahaan terbuka (PT) itu disebutnya dimiliki oleh pendiri ACT.
“PPATK juga mendalami terkait dengan bagaimana struktur entitas tadi atau kepemilikan yayasan dan bagaimana mengelola pendanaan dan segala macam. Memang PPATK melihat bahwa entitas yang kita lagi bicarakan ini, itu terkait dengan beberapa usaha yang dimiliki langsung oleh pendirinya. Ada beberapa PT di situ. Itu dimiliki langsung oleh pendirinya dan pendirinya termasuk orang yang terafiliasi karena menjadi salah satu pengurus,” tuturnya.
PPATK kemudian menemukan ada anak perusahaan investasi yang berafiliasi dengan ACT.
“Lalu di bawahnya lagi ada lapisan perusahaan lagi yang terkait dengan investasi. Lalu, di situlah di bagian bawah itu ada yayasan yang kita sebut yang teman-teman tanyakan pada kesempatan ini terkait dengan Yayasan ACT,” ungkap dia.
Atas tudingan ini, ACT belum mau menanggapinya. “Bagaimana dana yang dikelola melalui bisnis? Mungkin bukan momentumnya. Kurang pas untuk menyampaikan sore ini,” kata Presiden ACT Ibnu Khajar dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu pekan lalu.
Kedua, ACT juga diduga menyalurkan dana ke Al-Qaeda. Berdasarkan hasil kajian dan database, PPATK menemukan adanya transaksi keuangan karyawan ACT dengan seseorang yang berafiliasi dengan Al-Qaeda dan pernah ditangkap di Turki.
“Beberapa nama yang PPATK kaji, berdasarkan hasil koordinasi dan hasil kajian dari database yang PPATK miliki, itu ada yang terkait dengan pihak yang… ini masih diduga ya, patut diduga terindikasi. Dia yang bersangkutan pernah ditangkap menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al-Qaeda, penerimanya,” kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana.
PPATK masih mendalami lebih lanjut perihal temuan ini. Apakah transaksi keuangan yang dilakukan untuk aktivitas selain donasi.
“Tapi ini masih dalam kajian lebih lanjut, apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau kebetulan. Selain itu, ada yang lain yang secara tidak langsung terkait dengan aktivitas-aktivitas yang patut diduga melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.
Pihak ACT sudah angkat bicara mengenai tudingan ini. Presiden ACT Ibnu Khajar mengatakan akan memeriksa terlebih dahulu temuan ini.
“Kami juga sedang lihat. Kami tidak akan lihat sekarang, karena pasca tadi siang kami juga ikuti. Kami perlu waktu untuk melihat siapa kira-kira yang dimaksudkan. Apa kita belum paham sama sekali, daripada saya salah menjelaskan, saya juga belum detail, biarkan kami sebentar untuk merenung, melihat kembali,” ucap Ibnu.
Ketiga, dugaan aliran dana berpotensi terkait terorisme. ACT juga diduga melakukan transaksi keuangan ke sejumlah negara berisiko tinggi. Total dana sebesar Rp 1,7 miliar itu diduga berpotensi dengan aktivitas terlarang.
“Jadi beberapa transaksi dilakukan secara individual oleh para pengurus dan kemudian ada juga salah satu karyawan melakukan selama periode 2 tahun melakukan transaksi ke pengiriman dana ke negara-negara berisiko tinggi dalam hal pendanaan terorisme. Seperti beberapa negara yang ada di sini dan 17 kali transaksi dengan nominal Rp 1,7 miliar. Antara Rp 10 juta sampai dengan Rp 552 juta. Jadi, kita melihat masing-masing melakukan kegiatan sendiri-sendiri ke beberapa negara,” kata Ivan.
Keempat, dugaan pakai donasi untuk kepentingan pribadi. ACT juga diduga menyalahgunakan dana umat untuk kepentingan pribadi bagi pengurus yayasan lainnya.
“Dalam penggunaan dana hasil donasi tersebut diduga pihak Yayasan ACT menyalahgunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi bagi seluruh pengurus yayasan yang ada di dalamnya,” kata Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers, Jumat (8/7/2022).
Adanya aliran dana CSR yang dikelola ACT ke pribadi ini juga disampaikan PPATK. “Iya ada aliran dana ke pribadi,” kata Ivan.
Dia menerangkan, dana tersebut mengalir ke beberapa orang. Kendati demikian, Ivan tak memerinci jumlahnya.
Kelima, dugaan potong dana CSR 10-20 persen. Bareskrim Polri juga menyebut ACT memotong dana CSR yang disalurkan melalui lembaga itu. Pihak ACT disebut melakukan pemotongan dana CSR itu hingga 10-20 persen untuk keperluan internal.
“Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) juga mengelola beberapa dana sosial/CSR dari beberapa perusahaan serta donasi dari masyarakat, di antara donasi masyarakat umum, donasi kemitraan perusahaan nasional dan internasional, donasi institusi/kelembagaan non-korporasi dalam negeri maupun internasional, donasi dari komunitas, dan donasi dari anggota lembaga. Pada saat pengelolaannya donasi-donasi tersebut terkumpul sebanyak Rp 60 miliar setiap bulannya,” kata Ramadhan dalam keterangan kepada wartawan, Sabtu (9/7/2022).
“Langsung dipangkas atau dipotong oleh pihak yayasan ACT sebesar 10-20 persen atau Rp 6 sampai 12 miliar untuk keperluan pembayaran gaji pengurus dan seluruh karyawan. Sedangkan pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yang bersumber dari potongan donasi tersebut,” terang Ramadhan.
Keenam, dugaan potong donasi 13,7 persen untuk gaji. ACT juga memotong donasi yang dikumpulkan sebesar Rp 13,7 persen. Pemotongan dana untuk gaji dari donasi itu dilakukan sejak tahun 2017 hingga 2021. Padahal, menurut peraturan pemerintah, besaran maksimal pemotongan donasi sebesar 10% saja.
“Kami sampaikan bahwa kami rata-rata operasional untuk gaji karyawan atau pegawai di ACT dari 2017-2021 rata-rata yang kami ambil 13,7 persen. Kepatutannya gimana? Seberapa banyak kepatutan untuk lembaga mengambil untuk dana operasional?” ujar Ibnu.
“Kalau teman mempelajari, dalam konteks lembaga zakat, karena dana yang dihimpun adalah dana zakat. Secara syariat dibolehkan diambil secara syariat 1/8 atau 12,5 persen. Sebenarnya patokan ini yang dijadikan sebagai patokan kami, karena secara umum tidak ada patokan khusus sebenarnya berapa yang boleh diambil untuk operasional lembaga,” sambung dia.
Lantas bagaimana ACT bisa mengambil 13,7 persen donasi? ACT mengatakan pihaknya bukan mengelola donasi sebagai lembaga zakat. ACT, katanya, adalah donasi umum hingga CSR.
“Kalau alokasi zakatnya sebagai amil zakat adalah 1/8 atau 12,5 persen. Kenapa sampai ada lebih? Karena yang kami kelola, ACT bukan lembaga zakat, apalagi ACT yang dikelola sebagian besar adalah donasi umum,” ucapnya.
“Ada dari donasi umum masyarakat, CSR, sedekah umum atau infak, sebagian dari kerja sama alokasi amanah-amanah zakat. Jadi, kami mengalokasikan untuk kebutuhan program. Karena kami, cabang kami ada 78 cabang di Indonesia dan kiprah kami lebih 47 di global. Maka diperlukan dana operasional untuk divisi bantuan lebih banyak sehingga kami ambilkan sebagian dari dana non-zakat yang dari infak sedekah atau donasi umum. Sehingga semestinya patokannya bukan fasilitasnya apa atau fasilitasnya apa. Apalagi sejak Januari telah terjadi pemotongan signifikan yang kami lakukan,” kata dia.
Ketujuh, dugaan tilap dana CSR korban kecelakaan Lion Air JT-610. ACT juga diduga menyelewengkan dana CSR yang dimandatkan Boeing. Dana CSR ini diberikan Boeing untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi pada tahun 2018 lalu.
“Bahwa pengurus Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam hal ini saudara Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus, dan pembina serta Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi,” kata Ramdhan.
Total dana CSR yang dimandatkan kepada ACT sebesar Rp 138 miliar. Dana itu diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris. Namun, pihak ACT disebut tidak pernah melibatkan ahli waris dalam penyusunan hingga penggunaan dana CSR yang disalurkan pihak Boeing itu.
“Pada pelaksanaan penyaluran dana sosial/CSR tersebut para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR tersebut dan pihak Yayasan ACT tidak memberi tahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta penggunaan dana CSR tersebut,” ujar Ramadhan. (*)