BERITAALTERNATIF.COM – Sejumlah negara yang semula jarang dilanda banjir tahun ini mesti mengalami bencana tersebut.
Beberapa ahli dan pejabat menyalahkan perubahan iklim yang kian memburuk sebagai salah satu penyebab banjir bandang di negara-negara ini.
Namun beberapa pengamat lainnya meyakini banjir besar di negara-negara ini bukan hanya karena perubahan iklim, tapi juga ada faktor lain yang mempengaruhi seperti mitigasi yang minim dan infrastruktur yang rentan.
Berikut deret negara yang mengalami banjir besar sepanjang 2022. Pertama, Pakistan. Yang terbaru ada Pakistan. Banjir parah menghantam Pakistan karena curah hujan yang tinggi. Imbas banjir itu tercatat 1.061 orang meninggal. Banjir juga telah merendam 25 persen daratan di Pakistan.
Secara keseluruhan curah musim hujan selama tiga bulan di Pakistan yakni 140 mm. Namun, Badan Meteorologi Pakistan (PMD) menunjukkan hingga 26 Agustus curah hujan naik hingga 176,9 mm. Jumlah ini naik dua kali lipat dari angka normal.
Di Sindh, hujan bahkan turun hampir delapan kali lipat dari jumlah normal selama periode ini, sementara di Balochistan curah hujan naik lima kali lipat.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana Pakistan (NDMA) juga melaporkan lebih dari dua juta hektar tanaman budi daya lenyap, 3.451 kilometer jalan hancur, dan 149 jembatan hanyut imbas banjir parah di negara itu.
Sementara itu, para pejabat menginformasikan banjir tahun ini berdampak kepada lebih dari 33 juta orang, dan sekitar satu juta rumah hancur.
Menanggapi banjir itu, pejabat Pakistan menyalahkan perubahan iklim akibat ulah manusia. Mereka menganggap Pakistan menjadi korban dari praktik lingkungan yang tak bertanggung jawab di tempat lain di dunia.
Namun, pakar perubahan iklim di Islamabad, Ali Tauqeer Sheikh, mengatakan banjir kali ini disebabkan perencanaan pembangunan yang minim.
“Apa yang kita lihat di negara ini adalah defisit pembangunan. Bukan cuma curah hujan yang berlebihan dan menyebabkan masalah, tetapi persiapan dan infrastruktur yang tak memadai,” kata Ali.
Meski demikian, ia tak menampik perubahan iklim menjadi salah satu faktor penyebab banjir.
Kedua, Afghanistan. Pada Juli lalu, Afghanistan juga diterjang banjir. Rezim Taliban mencatat total korban akibat bencana ini mencapai 182 orang dan 3.000 rumah hancur.
Juru bicara Taliban, Zahibullah Mujahid, mengatakan dampak banjir ini meluas karena pengelolaan infrastruktur yang kacau dari pemerintah sebelumnya.
“Jika banjir dan kerusakan meningkat, Emirat Islam Afghanistan tak punya banyak sumber daya untuk menanggapi semua itu,” kata Mujahid.
Mujahid lalu meminta maaf atas insiden tersebut dan meminta komunitas internasional untuk turun tangan.
Ketiga, Korea Selatan. Banjir menerjang Korea Selatan pada awal Agustus lalu. Banjir itu bahkan menerjang kawasan elit di ibu kota Seoul.
Curah hujan saat itu mencapai 100 milimeter. Di distrik Dongjak, curah hujan sempat mencapai 141,5 mm.
Imbas bencana ini, sembilan orang meninggal dunia, termasuk perempuan dengan disabilitas mental.
Menanggapi banjir itu, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol meminta maaf. “Saya berdoa untuk para korban dan meminta maaf atas nama pemerintah kepada masyarakat yang mengalami ketidaknyamanan,” kata Yoon.
Yoon juga mengatakan, pemerintah harus menerapkan langkah-langkah pencegahan agar menghindari kejadian serupa di masa mendatang.
“Saya percaya kami perlu secara aktif menggunakan teknologi digital mutakhir kami untuk secara konsisten memantau tingkat air di seluruh saluran air, mengadakan simulasi dan segera mengaktifkan sistem peringatan,” kata dia.
Keempat, India. Pada pertengahan Agustus, India diterjang banjir dan longsor imbas hujan deras di sejumlah wilayah.
CNN melaporkan di negara bagian Himalaya tercatat 27 orang tewas imbas banjir itu.
Sejak awal musim hujan pada akhir Juni, setidaknya 244 orang tewas di Himachal Pradesh, India.
Kelima, Australia. Banjir menerjang Australia bagian timur imbas curah hujan yang tinggi pada Maret lalu.
Air merendam jembatan, rumah, menyapu mobil dan bahkan meruntuhkan atap pusat perbelanjaan dan supermarket.
Pihak berwenang di ibu kota New South Wales, Sydney, bahkan meminta 60 ribu orang mengungsi.
Imbas banjir itu, sebanyak 20 orang tewas dan puluhan ribu warga mengungsi.
Keenam, Malaysia. Sejumlah area di Selangor, Malaysia juga sempat dilanda banjir imbas hujan deras pada Maret lalu.
Banjir setinggi lutut merendam Jalan Telok Gong, Jalan Perepat, Teluk Panlima Garang di Kuala Langat.
“Petugas pemadam kebakaran mengevakuasi 71 orang di dua area usai menerima panggilan darurat soal banjir sekitar pukul 06.00 dan 07.00 waktu setempat,” kata petugas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Selangor, Hafisham Mohd Noor.
Ketujuh, China. Hujan deras di bagian barat China memicu tanah longsor dan banjir bandang pada 17 Agustus lalu. Imbas bencana ini, 16 orang tewas.
Menurut laporan pemerintah, banjir juga berdampak kepada lebih dari 600 orang di enam desa Provinsi Qinghai.
Pihak berwenang menggambarkan banjir bandang ini sebagai “semburan gunung.”
Aliran deras seperti itu umumnya dipicu badai besar di daerah pegunungan. Air yang mengalir menuruni gunung bisa mengubah parit atau sungai menjadi sungai yang mengamuk.
CNBC melaporkan, China menghadapi hujan lebat dan banjir di beberapa wilayah. Di sejumlah wilayah lain tengah menghadapi gelombang panas.
Kedelapan, Turki. Turki juga menjadi salah satu negara yang diterjang banjir belum lama ini. Pada Juni lalu, banjir menyebabkan setidaknya lima orang tewas.
Badan Penanggulangan Bencana Turki (AFAD) mengatakan beberapa daerah mengalami hujan es dan hujan lebat hingga “30 liter per meter persegi”. (*)
Sumber: CNN Indonesia