BERITAALTERNATIF.COM – Podcast Ahlulbait Indonesia TV pada Kamis (15/8/2024) menyajikan topik yang hangat dan menarik: Do You Still Drink Starbucks? Boikot!!
Dipandu oleh Billy dengan menghadirkan narasumber seorang pengamat geopolitik, Muhammad Jawad yang membahas seputar pentingnya empati atau kepedulian terhadap nasib bangsa Palestina di mana hingga detik ini Zionis Israel masih terus melakukan aksi genosida terhadap masyarakat di Gaza khususnya.
Diketahui, podcast Ahlulbait Indonesia (ABI) membicarakan berbagai persoalan sosial keagamaan. Kali ini, kata Billy, membahas terkait perlawanan atau pembelaan terhadap Palestina.
Ada berbagai macam cara untuk membela Palestina salah satunya adalah melakukan aksi boikot.
Tapi aksi boikot produk perusahaan yang berafiliasi dengan Zionis ini ternyata masih banyak yang mempertanyakan, dianggap cara tersebut tidak menghentikan perang. Jadi apa gunanya boikot.
“Beberapa fakta mendasar yang perlu kita pahami bahwa dalam persoalan Palestina khususnya masalah Gaza belakangan ini perlu dicatat bahwa persoalan ini bukan peperangan sebetulnya tetapi adalah genosida total,” tutur Jawad mengawali pembahasannya.
Di Gaza Palestina itu yang dihadapi oleh tentara Zionis adalah penduduk sipil. Terutama perempuan dan anak-anak yang dihancurkan, properti masyarakat seperti perumahan, Rumah Sakit, Masjid, Gereja. Bahkan, tempat-tempat pengungsian dalam bentuk tenda pun dibakar.
Ini bukan perang yang pertama yang kedua, tapi penjajahan yang telah berlangsung lama. Dan perjuangan yang dilakukan oleh bangsa Palestina adalah untuk merebut kemerdekaan mereka.
Kita tidak bisa menyebut bahwa kejadian ini dimulai pada tanggal 7 Oktober 2023 itu. Tetapi ini sudah puluhan tahun sejak tahun 1948 ketika terjadi peristiwa pengusiran penduduk Palestina.
Kemudian gerombolan Zionis ini mendirikan dan memproklamasikan suatu negara palsu di atas reruntuhan tanah bangsa Palestina, di atas penderitaan darah dan air mata yang berlangsung puluhan tahun.
“Jadi ini sebetulnya penjajahan murni, total. Kita sebagai masyarakat dunia seharusnya merasa malu bahwa di masa ini masih ada sebentuk penjajahan yang bahkan lebih sadis dari bentuk penjajahan-penjajahan yang lain,” ujar Jawad.
Terkait aksi boikot ini masih memancing perdebatan, bagi Jawad, wajar-wajar saja orang-orang berpandangan negatif ataupun miring dan seterusnya.
“Tapi kalau kita melihat, ini gerakan murni kesadaran kemanusiaan yang harus kita apresiasi, “tegasnya.
Bahwa ternyata sekarang kesadaran masyarakat dunia atas penderitaan bangsa Palestina telah tumbuh yang sebelumnya masih tersembunyi.
Atas aksi brutal Zionis yang terus melakukan genosida, muncul penentangan dan gerakan masyarakat dunia secara totalitas untuk membela bangsa Palestina.
“Ya kan kalau dianggap bahwa ini tidak mampu menghentikan perang, kita tidak bisa melihat perang itu dari satu sisi saja. Bahwa multidimensi kan perang itu,” ucapnya.
Dan perlawanan terhadap terjadinya peperangan itu harus multidimensi juga. Ada faktor diplomasi, ekonomi, ada faktor politik dan seterusnya.
Yang harus diperhitungkan dari perang itu sendiri multiimensi juga, ada militer, ada politik ekonomi bahkan perang psikologis, opini ada perang budaya.
Kata Jawad, alhamdulillah masyarakat dunia mengambil perannya masing-masing. Termasuk bangsa kita bangsa Indonesia. Kita tidak bisa mengambil perang secara militer karena jaraknya jauh. Kemudian hambatan-hambatan yang lain yang mungkin susah untuk dihadapi. Maka kita mengambil peran yang bisa kita mainkan.
Ada negara-negara yang melawan melalui hukum membawa Zionis ke mahkamah internasional.
“Ini harus berkolaborasi untuk menghentikan penjajahan, genosida yang dilakukan Zionis terhadap bangsa Palestina,” tegas Jawad.
Ada juga yang menduga atau menganggap bahwa gerakan boikot itu adalah gerakan frustasi dari Masyarakat. Karena tidak mampu menghentikan genosida atau tidak mampu menghentikan perang akhirnya mereka melakukan gerakan boikot.
Gerakan boikot yang dilakukan dibilang juga tidak bisa menghentikan genosida atau perang akhirnya frustasi melakukan berbagai macam cara. Akhirnya cara apa pun dilakukan sampai mereka sebut yang menentang boikot ini: boikot “nggak ngaruh” apa-apa.
Menurut Jawad, justru yang frustrasi adalah Zionis. Karena gerakan ini menjadi mendunia. Mayoritas masyarakat dunia melawan Zionis dan membela bangsa Palestina. “ Rupanya tuduhan ini ya seperti maling teriak maling,” kata Jawad.
Siapa sebetulnya yang frustasi. Kalau kita melihat bahwa bangsa Indonesia termasuk pemerintahannya, gerakan boikot itu justru bukan dalam konteks kefrustasian tetapi melakukan itu dengan penuh kesadaran kemanusiaan.
“Kalau kita lihat misalnya ibu-ibu kemudian memboikot produk-produk tertentu dan seterusnya itu, kan karena kesadaran, baik kesadaran kebangsaan, kesadaran keagamaan, kesadaran kemanusiaan. Walhasil, ini adalah kesadaran karena mereka adalah manusia yang terenyuh,” bebernya.
Bagaimana mungkin mereka mau memakan produk atau meminum produk tertentu yang terafiliasi dengan Zionis yang hasi lkeuntungannya digunakan untuk kepentingan Zionis secara total.
Mungkin beberapa peluru Zionis itu bisa dihasilkan dari beberapa kali minum di gerai kopi internasional itu yang kalau kita memboikotnya justru bakal menumbuhkan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi masyarakat lemah, menengah dan seterusnya.
Kita harus berkreasi dan menggunakan produk dalam negeri kita. Banyak kopi yang kita hasilkan. Setiap daerah punya kopi yang bisa kita buat daripada kita membayar branded Starbucks misalnya, bayar mereknya doang, bayar apa opini atau rasa-rasa saja sebutlah rasa internasional-lah, rasa keren-lah dan seterusnya. Yang sebetulnya semacam itu muncul dari kepandiran dan kerendahdirian terhadap produk nasional.
“Kan kita harus sebagaimana dikatakan pemerintah harus memberdayakan budaya sendiri, bangga dengan produk nasional kita,” ucapnya.
Ada influencer bilang, menanyakan do you still drink Starbucks? Kemudian dijawab almost every day. Dengan alasan yang bermacam-macam. Dia juga beralasan bahwa satu gerai tidak akan bisa mendesak rezim Zionis untuk menghentikan genosida. Terus apa fungsinya untuk memboikot satu gerai?
“Kita enggak bisa berkata bahwa ini kecil. Bahwa ini pengaruhnya kecil dan seterusnya. Ya kan yang dianggap besar pun sekarang enggak berpengaruh seperti PBB, “ jawab Jawad.
Apa kemudian kita mau menghentikan segala upaya yang bisa kita lakukan sebagai manusia sebagai ya mungkin gerakan amatiran secara personal. Tapi kalau kekuatan ini dilakukan secara umum itu akan menghancurkan kekuatan-kekuatan penjajah dan penindas.
“Kita lihat misalnya gerakan Ahimsa yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi yang memboikot produk-produk Inggris waktu itu. Bahkan, sampai mampu menjungkalkan penjajahan Inggris di India,” tegas Jawad. (Nsa)