BERITAALTERNATIF.COM – DPRD Kabupaten Kukar menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan Komisi IV terkait dengan inventarisir barang-barang dan literasi peninggalan Kerajaan Kutai, serta Kesultanan Ing Martadipura sehingga tidak terjadi simpang siur di kalangan masyarakat.
Rapat yang dipimpin oleh Ahmad Zulfiansyah itu berlangsung di Ruang Rapat Komisi IV pada Kamis (8/8/2024).
Hadir pada RDP tersebut kelompok-kelompok literatur, budayawan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kukar, serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kukar.
Zulfiansyah mengatakan bahwa RDP ini dilakukan untuk menindaklanjuti dari peninggalan sejarah Kerajaan Kutai hingga Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Selain itu, pihaknya ingin memberikan edukasi kepada masyarakat tentang hal tersebut sehingga tidak salah persepsi.
“Kita menyatukan pandangan sekaligus mengambil benang merahnya, bagaimana fakta sebenarnya kerajaan Kutai itu dan kenapa bisa berubah menjadi Kesultanan,” kata dia.
Ia mengungkapkan, banyak barang-barang peninggalan kerajaan yang berada di Jerman dan Belanda.
Kata dia, mereka tidak memiliki kapasitas untuk mengambil maupun menarik kembali barang-barang peninggalan tersebut ke daerah.
Namun, pihaknya bisa mendeteksi barang-barang itu sehingga dapat dibuatkan duplikatnya.
“Kalau etam untuk menarik barang-barang butuh biaya besar. Barang-barang di abad ke-4 ditarik, Belanda siap saja memberikan. Yang menjadi pertanyaan mampu tidak kita memelihara,” sebut Zulfiansyah.
Ia juga mengungkapkan bahwa banyak barang-barang peninggalan yang ditemukan oleh masyarakat, tetapi tidak diserahkan kepada pemerintah.
“Kesannya dikuasa sendiri. Kenapa? mereka malas menyerahkan karena mereka sudah jereh mencangkul, terus diberikan kepada pemerintah, tidak mendapatkan apresiasi juga. Ini yang menjadi kelemahan dari pemerintah,” sebutnya.
Zulfiansyah berpendapat bahwa semestinya ada aturan yang mengatur jika menemukan barang-barang peninggalan sejarah, maka wajib diserahkan ke pemerintah.
Tidak hanya menyerahkannya begitu saja, pemerintah daerah pun wajib memberikan kompensasi kepada masyarakat yang menyerahkan hasil temuan mereka.
“Jadi saling menguntungkanlah. Ini yang tidak terdeteksi dan kesannya tidak menyimpan-menyimpan sendiri sejenis barang pusaka, barang peninggalan sejarah,” pungkas dia. (adv)
Penulis: Ahmad Rifai
Editor: M. As’ari