BERITAALTERNATIF.COM – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan putusan nomor 2/PPU-XXI/2023 terkait pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Putusan terhadap gugatan yang dilayangkan Bupati Kukar Edi Damansyah tersebut dibacakan Ketua MK dalam sidang yang diselenggarakan di Kantor MK di Jakarta pada Selasa (28/2/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Bupati Edi diwakili oleh Muhammad Nursal, advokat dan konsultan hukum di Kantor Hukum Nursal and Partner.
Dalam gugatan ini, Bupati Kukar menguji Pasal 7 ayat (2) huruf n UU Nomor 10 Tahun 2016, yang berbunyi, “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: n. Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”.
Menurut Bupati Edi, jika permohonan pengujian materil ini dikabulkan oleh Mahkamah dengan amar putusan yang pada pokoknya menyatakan frasa “menjabat” dalam Pasal 7 ayat (2) huruf n UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai “menjabat secara definitif”, maka Bupati Kukar tersebut memiliki hak konstitusional untuk mendaftarkan kembali sebagai calon bupati Kukar pada Pilkada 2024 tidak akan hilang atau akan terhalangi.
Menanggapi hal itu, menurut MK, pemohon atau Bupati Kukar tidak dapat menjelaskan hubungan sebab dan akibat perihal berlakunya Pasal 7 ayat (2) huruf n UU Nomor 10 Tahun 2016 yang dianggap telah merugikan hak konstitusional pemohon sebagaimana termaktub dalam Pasa 28D ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.
Menurut Mahkamah, masa jabatan yang dihitung satu periode adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan. Setengah masa jabatan atau lebih dihitung satu kali masa jabatan.
Artinya, jika seseorang telah menjabat kepala daerah atau penjabat kepala daerah selama setengah atau lebih masa jabatan, maka yang bersangkutan dihitung telah menjabat satu kali masa jabatan.
“Dengan demikian, kata ‘menjabat’ adalah masa jabatan yang dihitung satu periode, yaitu masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari masa jabatan kepala daerah,” jelas MK.
Mahkamah menegaskan bahwa yang dimaksud dengan masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan “masa jabatan yang dijalani” tersebut, baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara.
“Dengan demikian permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya…menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” tegas Mahkamah. (*)
Penulis: Ufqil Mubin