BERITAALTERNATIF.COM – Cendekiawan Muslim Indonesia Ismail Amin Pasannai menegaskan bahwa kematian Mahsa Amini, seorang gadis asal Iran, telah dimanfaatkan oleh media mainstream internasional yang kemudian dinukil oleh sejumlah media nasional di Tanah Air sebagai bentuk serangan terhadap sistem yang diaplikasikan di negara Islam itu.
Disebutkan Mahsa Amini, gadis Iran berusia 22 tahun yang sedang berkunjung ke Teheran dari kampung halamannya di Sanandaj Kurdistan, ditahan polisi akhlak karena tidak mengenakan hijab dengan baik.
Dia pun dibawa ke kantor untuk mendapat bimbingan sebagaimana prosedur atas pelanggaran moral. Dikatakan kepadanya, tidak ada kesalahan yang berarti, hanya saja harus menghadiri kelas pengarahan tentang jilbab selama 40 menit. Namun hanya berselang beberapa lama, yang keluar dari kantor itu Mahsa yang sudah mendapat bantuan pernafasan dan dilarikan ke rumah sakit.
Beberapa lama mendapat bantuan medis di rumah sakit, namun sayang nyawanya tidak tertolong, Mahsa dinyatakan meninggal dunia. Dari kejadian ini, beredarlah berita yang simpang siur, tanpa sumber dan di-blow up secara masif, bahwa penyebab kematian Mahsa adalah disiksa aparat kepolisian saat diinterogasi.
Ada media yang menyebut, Mahsa disiksa dipenjara. Ada yang menyebut batok kepala Mahsa retak akibat pemukulan, disertai bukti foto Mahsa dengan telinga mengeluarkan darah saat terbaring di rumah sakit.
Sementara itu, kata dia, pihak rumah sakit dan kepolisian saat itu menyatakan penyebab kematian Mahsa adalah serangan jantung. Aktivis HAM sedunia tak percaya. Kematian Mahsa menjadi trending topic di Twitter dunia, dengan isu: Mahsa korban jiwa kesekian akibat pemaksaan jilbab di Iran.
Bentuk Tim Investigasi
Berita kematian Mahsa viral di dunia, sehingga memicu kemarahan rakyat dan protes keras kepada kepolisian Iran. Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi pun memerintahkan jajarannya untuk melakukan investigasi dan membentuk tim khusus untuk itu.
Pihak kepolisian menyerahkan semua rekaman CCTV kepada tim investigasi yang kemudian dipublikasi ke publik tanpa disembunyikan.
Terlihat dari rekaman tersebut, Mahsa memasuki kantor dan duduk di ruang kelas pengarahan. Tidak lama, ia kemudian mendekati seorang petugas, dan terlihat seperti menyampaikan protes.
Saat hendak ditinggal pergi oleh petugas wanita tersebut, tiba-tiba Mahsa memegangi kepala, dan juga tampak memegang dadanya, lalu kemudian terjatuh. Dengan tubuh tergeletak dan didapati tidak sadarkan diri, dia pun dilarikan ke rumah sakit.
Pada Sabtu, 17 September 2022, pada siang hari, rincian dan penyebab kematian Mahsa terungkap. Hasil penyelidikan forensik menyebutkan penyebab kematiannya adalah serangan jantung.
Pada CT scan otak, disebutkan dia mengalami gejala hidrosefalus (penumpukan cairan di rongga otak sehingga meningkatkan tekanan pada otak) sebagai komplikasi dari serangan jantung yang merenggut nyawanya.
“Pada usia lima tahun, dia pernah menjalani operasi tumor otak dan menderita epilepsi dan diabetes tipe 1. Dari riwayat medisnya juga disebutkan Mahsa mengalami kelainan jantung,” jelasnya sebagaimana dikutip beritaalternatif.com dari laman Purna Warta pada Selasa (20/9/2022) pagi.
Pelaksanaan operasi tumor otak ini telah dikonfirmasi pihak keluarga. Mahsa kemudian mengalami serangan jantung saat di kantor polisi dan setelah diresusitasi, dia menderita serangan jantung 2 kali lagi dan akhirnya pada Jumat sore nyawanya tidak terselamatkan.
Keluarnya hasil autopsi yang menyebutkan penyebab kematian Mahsa dan juga rekaman CCTV yang menunjukkan tidak adanya sentuhan yang berarti dari petugas menunjukkan isu terjadinya serangan fisik pada Mahsa yang menyebabkan kematiannya adalah berita hoaks dan tidak bisa terkonfirmasi kebenarannya.
Foto wajah Mahsa dengan selang pernafasan di mulut yang beredar saat menerima bantuan medis dengan terbaring di ranjang rumah sakit juga menunjukkan tidak ada jejak pemukulan atau bekas serangan fisik sama sekali yang bisa mengarahkan dugaan dia mati karena batok kepala yang retak akibat penyiksaan.
Sekarang, selain tetap melanjutkan investigasi kepada petugas kepolisian untuk membuktikan tidak terjadi tindakan non prosedural, dan harus ada tindakan tegas pada setiap pelanggaran, Presiden Raisi memerintahkan langsung pengejaran pihak-pihak lokal yang sengaja membuat gaduh dan memancing di air keruh dengan memanfaatkan kematian Mahsa sembari mengecam pihak asing yang dengan berita hoaks tersebut bermaksud menyudutkan Iran.
Asal tahu saja, Tempo termasuk di antara media populer Indonesia yang menurunkan berita kematian Mahsa dengan judul, Geger Perempuan Iran Tewas di Penjara. Di bagian akhir tertulis, sumber: Reuters, kantor berita terbesar di dunia yang berpusat di London. Media yang kerap kali menyebarkan berita disinformasi mengenai Iran tanpa tanggung jawab.
“Tempo menulis judul perempuan Iran tewas di penjara, padahal faktanya, Mahsa belum dipenjara dan juga meninggalnya di rumah sakit setelah mengalami koma dan mendapat upaya penyelamatan dari tim medis,” pungkasnya. (um)