BERITAALTERNATIF.COM – Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) Edi Damansyah menargetkan partainya memperoleh kursi ketua DPRD Kukar pada Pileg 2024.
Pernyataan itu disampaikannya setelah dilantik sebagai Ketua DPC PDIP Kukar di Pantai Tanah Merah, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kukar pada Senin (13/2/2023). “Target kami tidak banyak, ketua DPRD Kukar,” kata Edi.
Sementara itu, pada pertengahan 2022, Ketua DPD II Golkar Kukar Hasanuddin Mas’ud juga memasang target tinggi di Pileg Kukar tahun depan. “Target kami tetap 18 kursi di DPRD Kukar,” paparnya.
Dalam dua kali Pemilu terakhir, PDIP Kukar tak pernah melampaui perolehan kursi Partai Golongan Karya atau Golkar. Pada Pileg 2014, partai berlambang banteng moncong putih tersebut memperoleh 6 kursi di parlemen. Sementara Partai Golkar, bertengger di posisi teratas dengan perolehan 19 kursi.
Kemudian, pada Pileg 2019, PDIP memperoleh tambahan 1 kursi di legislatif, sehingga menduduki posisi wakil ketua DPRD Kukar. Sedangkan kursi Golkar turun drastis menjadi 13 kursi. Meski begitu, partai berlambang pohon beringin tersebut tetap menempatkan kadernya untuk menduduki kursi ketua DPRD Kukar.
Data tersebut menunjukkan bahwa selama satu dekade terakhir Partai Golkar masih menjadi partai dengan perolehan suara tertinggi dalam pemilihan legislatif di Kukar.
Pada saat bersamaan, Partai Golkar juga menguasai eksekutif, yang ditandai dengan jabatan Bupati Kukar yang diemban oleh Rita Widyasari selama dua periode berturut-turut.
Di periode kedua, Rita tak menyelesaikan masa jabatannya karena tersandung kasus korupsi. Ia kemudian secara resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 6 Oktober 2017.
Jabatan bupati Kukar pun beralih ke Edi, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil bupati Kukar. Ia menyelesaikan sisa jabatan yang ditinggalkan Rita. Dia dilantik oleh Gubernur Kaltim Isran Noor pada 14 Februari 2019.
Pada Pilkada 2020, Golkar mencalonkan Edi sebagai calon bupati. Sementara Rendi Solihin, yang kala itu menjadi anggota legislatif dari Partai Golkar, dicalonkan sebagai wakil bupati.
Belakangan, Rendi dikabarkan bergabung dengan PDIP Kukar setelah Edi menakhodai partai yang didirikan oleh Megawati Soekarnoputri tersebut. Praktis, hal ini menandai peralihan kekuasaan penuh di eksekutif dari Golkar ke PDIP.
Pengaruh Bupati
Apakah PDIP mampu merebut kursi ketua DPRD Kukar pada Pileg 2024 sebagaimana yang ditargetkan Edi? Apa saja tantangannya?
Pengamat politik dari Universitas Mulawarman Samarinda Budiman mengakui bahwa selama beberapa periode terakhir Golkar selalu menguasai eksekutif.
“Dan itu otomatis juga bisa melanggengkan, memperbanyak atau mendominasi jumlah kursi di dewan. Ketika bupatinya dari Golkar, maka pasti ketua dewannya dari Golkar,” jelasnya pada Senin.
Dia juga menyinggung kepindahan Rendi dari Golkar ke PDIP. Menurutnya, hal ini akan menurunkan perolehan suara Golkar di Pileg 2024.
Kata Budiman, figur memiliki pengaruh besar terhadap faktor keterpilihan calon anggota legislatif di Pileg. Ketika seorang figur berpindah partai, maka pengikut atau pemilihnya pun akan ikut mengalihkan pilihannya.
Posisi Edi yang menjabat sebagai Bupati juga dinilai Budiman akan berpengaruh terhadap perolehan kursi PDIP di legislatif Kukar.
Meskipun Edi melewati jenjang karier sebagai birokrat, Budiman berpendapat, pengaruhnya secara politik tak dapat dimungkiri. “Ini pasti akan berimplikasi ke bawah,” ujarnya.
Menurut dia, siapa pun yang berkuasa di daerah, baik sebagai bupati maupun wali kota, dapat memaksimalkan kekuasaannya untuk mendulang dukungan di masyarakat.
“Artinya, mau tidak mau yang di bawah, yang ada di daerah, itu bisa dimobilisasi. Bahkan unsur pimpinan seperti camat dan lurah, meskipun mereka harus netral dan tidak boleh berpolitik praktis, itu kan sudah menjadi rahasia umum di Indonesia: lurah dan camat itu berada di dalam genggaman bupati atau wakil bupatinya,” terang Budiman.
Apabila Edi dan Rendi bisa menggerakkan bawahannya untuk mendulang suara di Pileg 2024, dia memprediksi PDIP akan menguasai legislatif.
Indikator lain, dia melihat Golkar Kaltim menghadapi banyak kekisruhan setelah klan Mas’ud menguasai partai tersebut. “Ini kan bisa menimbulkan antipati dari berbagai pemilih,” katanya.
Keluarga Mas’ud tak hanya menguasai Golkar Kaltim, tapi juga memperlebar kekuasaan mereka ke Golkar Kukar. Sebelumnya, Abdul Rasid memimpin Golkar Kukar. Ia kemudian digantikan oleh Hasanuddin Mas’ud, yang merupakan kakak kandung Ketua DPD I Golkar Kaltim, Rudy Mas’ud.
Budiman mengurai, klan Mas’ud juga menguasai Golkar Balikpapan. Rahmad Mas’ud baru-baru ini dikukuhkan sebagai pemimpin partai tersebut. Sementara di Penajam Paser Utara, Abdul Gafur Mas’ud, memimpin Partai Demokrat sebelum kemudian ditangkap KPK karena terjerat kasus korupsi.
“Ini kan bisa berimplikasi negatif bagi para pemilih, khususnya yang anti politik dinasti,” ujarnya.
Kukar Identik dengan Golkar?
Budiman berpendapat, sebelumnya Golkar merupakan partai kader. Namun, sejak era kepemimpinan Setya Novanto, sebagian dari mereka tak melewati tahap panjang sebagai kader sebelum menjadi pengurus.
Padahal, di era Orde Baru, untuk menjadi pengurus Golkar, setiap orang harus melewati tahapan yang tergolong panjang di partai tersebut. “Sekarang orang mudah jadi pengurus tanpa berproses dari bawah,” katanya.
Kondisi demikian pun dilihat Budiman terjadi di Kukar. Padahal sebelumnya Golkar bertengger sebagai partai penguasa selama bertahun-tahun karena Syaukani Hasan Rais dan Rita Widyasari membangun pengaruh mereka di Golkar mulai dari bawah.
Dia mengatakan bahwa Golkar bisa menguasai eksekutif dan legislatif pada Pemilu 2024 apabila keluarga Syaukani dan Rita kembali bergabung di Golkar.
Masyarakat Indonesia, khususnya Kukar, umumnya memilih calon berdasarkan figur. Meskipun Kukar identik dengan Golkar karena telah berkuasa selama bertahun-tahun, ketika tidak didukung oleh figur yang mengakar di masyarakat, maka partai tersebut tidak akan mampu menguasai legislatif dan eksekutif.
Dia mencontohkan suara Golkar di Kecamatan Samboja pada Pileg 2019 saat Rendi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Wakil Bupati Kukar tersebut mendulang suara yang bahkan bisa mendudukkan dua orang kader Golkar di DPRD Kukar.
“Tetapi, ketika dia berpindah ke PDIP, secara otomatis dia akan mengerahkan daerah Samboja itu menjadi merah,” katanya.
Menurut Budiman, loyalitas masyarakat kepada partai tertentu tergolong rendah di sejumlah daerah—tak terkecuali Kukar. Hanya PDIP dan PKS yang mampu membangun pengaderan dari bawah, sehingga memiliki banyak loyalis.
Dua partai tersebut berhasil menambah kader dan anggota mereka dari tahun ke tahun. “Kenapa? Mereka semua berproses dari bawah,” ucapnya.
Sebelumnya, sambung dia, Golkar juga merupakan partai kader. Hal ini ditandai dengan kebijakan yang mengharuskan setiap orang berkarier dari bawah. “Orang tidak bisa sembarang jadi pengurus,” tegasnya.
Kata Budiman, Golkar bisa kembali menguasai legislatif dan eksekutif apabila berhasil menjual pengaruh dan kebesaran klan Syaukani.
“Dalam konteks Kukar, orang melihat Syaukani dan Rita. Bukan melihat Golkarnya. Banyak masyarakat Kukar melihat keluarga itu. Ketika tidak ada, saya rasa suara Golkar akan berkurang,” terangnya.
Jika Rita kembali ke gelanggang politik, kemudian bergabung lagi dengan Golkar, maka Budiman meyakini bahwa partai tersebut akan kembali menguasai legislatif dan eksekutif.
“Dia ini punya pemilih militan. Masyarakat memilih Golkar karena Syaukani dan Rita. Bukan karena partainya. Ke mana mereka gerakkan anggota, mereka akan ke situ. Kuncinya ke Bu Rita,” ungkapnya.
Tokoh-tokoh baru di Golkar Kukar dinilainya belum mampu menandingi pengaruh Rita. Mereka pun tak mengakar di masyarakat Kukar. Tokoh Golkar Kukar yang memegang pucuk pimpinan partai ini juga tak memiliki pengaruh kuat di akar rumput.
“Untuk menjadi figur sentral itu berat. Belum ada tokoh pengganti Syaukani dan Rita di Kukar,” jelasnya.
Ia melihat pengaruh kuat di masyarakat Kukar justru dimiliki oleh Rendi. Sebab, ayahnya memiliki nama baik di masyarakat Samboja.
“Kabarnya, keluarga Rita ini punya hubungan baik dengan Rendi. Kalau dia enggak nyaman dengan yang ada sekarang di Golkar, bisa saja beralih dukungan ke partai lain,” katanya.
Tergantung Figur dan Finansial
Dalam beberapa bagian, pengamat politik dari Universitas Kutai Kartanegara Tenggarong Zulkifli punya pendapat berbeda dengan Budiman. Ia menilai saat ini partai-partai di Kukar masih mengandalkan hasil survei, yang justru hasilnya sebagian besar didominasi pemilih yang belum menentukan pilihan.
Menurut dia, kemenangan di Pileg Kukar pada tahun 2024 akan ditentukan oleh para tokoh yang dicalonkan PDIP dan Golkar. Partai-partai tersebut bisa memenangkan kontestasi apabila mencalonkan orang-orang yang ditokohkan di masyarakat serta memiliki kesiapan finansial yang memadai.
“Artinya, semua partai sekarang boleh klaim. Mau Golkar ataupun PDIP dan seterusnya, silakan. Tapi, nanti akan dilihat dari figur yang dipasang. Ini juga bicara soal kepercayaan orang,” jelasnya.
Dia melihat sejauh ini PDIP dan Golkar masih mencalonkan tokoh-tokoh yang telah lama bercokol di dunia politik Kukar. Pengaruh para tokoh tersebut untuk memenangkan partai mereka di legislatif akan ditentukan oleh komitmen mereka dalam menjaga kepercayaan masyarakat.
Zulkifli berpendapat, PDIP maupun Golkar masih memiliki potensi yang sama untuk memenangkan Pileg 2024.
Bupati memang memegang pucuk pimpinan PDIP Kukar. Karena itu, sambung dia, banyak orang akan menawarkan diri untuk bekerja sama dengannya.
Namun di satu sisi, lanjut Zulkifli, apabila kekuasaan di Kukar tersebut tidak dikelola dengan baik, masyarakat akan mengalihkan pilihan mereka kepada partai selain PDIP.
“Perjalanan PDIP berkuasa ini menjadi catatan juga bagi orang-orang di Kukar. Orang-orang sebenarnya tidak memilih PDIP-nya, tapi memilih figurnya. Itu sisi negatifnya. Kalau dia tidak pandai memainkan itu, dia juga akan jatuh sendiri,” jelasnya.
Di lain sisi, Zulkifli melihat pimpinan dan pengurus Golkar Kukar masih “mematikan mesin partainya”. Mereka akan kembali menghidupkan mesin partai saat pertarungan benar-benar berjalan.
“Dia tidak memelihara konstituennya. Tapi olinya, bahan bakarnya, semuanya ada ketika berangkat berperang,” katanya.
Dia berpendapat bahwa para loyalis partai tersebut masih cukup banyak di Kukar. Pasalnya, Golkar telah menguasai parlemen selama satu dekade.
“Banyak orang-orang yang berada di tampuk pimpinan lembaga di Kukar merupakan bagian dari Golkar di zaman dulu. Tinggal bagaimana Golkar membangun komitmen dengan orang-orang yang hari ini berusaha untuk maju,” jelasnya.
Tantangan Golkar
Zulkifli menyimpulkan bahwa Golkar masih memiliki akar yang cukup kuat di Kukar. Hanya saja, para pengelola partai ini harus memahami tantangan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pertarungan memperebutkan kursi legislatif Kukar.
Ia melihat sejumlah “konsultan” yang digunakan Golkar di Pileg sebelumnya beralih ke partai lain. Hal ini akan membuat simpul-simpul pemilih yang dikelola konsultan tersebut mendukung partai lain.
“Karena konsultan itu pasti memegang simpul-simpul pemilih. Sekarang, mau enggak Golkar membayar mahal konsultan yang dulu dipakai Pak Syaukani dan Bu Rita? Ini kembali ke Golkar sendiri,” katanya.
Zulkifli juga sependapat dengan Budiman, yang menyebut pengaruh Syaukani dan Rita masih besar di Kukar. Pasalnya, tak sedikit orang-orang yang sekarang duduk sebagai pegawai negeri sipil di Kukar berkat tangan dingin keluarga tersebut.
Warga Kukar juga melihat jasa keduanya karena telah memberikan beasiswa yang nilainya fantastis sehingga membuka peluang sebagian masyarakat Kukar untuk menggapai pendidikan tinggi.
Jasa-jasa tersebut membuat Syaukani dan Rita memiliki pengaruh yang kuat di masyarakat Kukar. Mereka pun telah menanamkan ikatan emosional kepada sebagian masyarakat Kukar.
“Itu yang membuat orang-orang berhutang budi ke Pak Syaukani dan Bu Rita. Itu menjadi kekuatan mereka,” ucapnya.
Menurut dia, apabila politik balas budi tersebut digunakan Golkar, dengan cara mengajak Rita bergabung kembali, maka partai ini akan mendulang suara besar.
Absennya Rita di Golkar dinilai Zulkifli akan berpengaruh besar terhadap perolehan suara partai tersebut di Pileg 2024. “Karena kan dia figur. Orang masih melihat pengaruhnya,” ujar dia.
Selain pengaruh figur tersebut, sambung dia, para pemilih akan menentukan pilihan apabila diberikan “sesuatu” oleh partai. Politik transaksional seperti ini masih akan berlaku di Kukar pada Pileg 2024.
“Negosiasinya pasti jelas. Kalau ada duit, sebagian pemilih pasti akan memilih calon anggota legislatif,” pungkasnya. (*)
Penulis: Ufqil Mubin