Kukar, beritaalternatif.com – Sekretaris Umum Gerakan Pemuda Islam Indonesia Kutai Kartanegara (Kukar) Halimatu menilai Surat Edaran (SE) Bupati Kukar Edi Damansyah tentang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat dalam upaya pencegahan dan pengendalian lonjakan Covid-19 gelombang kedua di Kukar sangat diskriminatif.
Ia mencontohkan poin 9 yang isinya pembatasan waktu beroperasi restoran, rumah makan, angkringan, kafe, PKL, tempat hiburan, ketangkasan, dan usaha sejenis sampai pukul 21.00 Wita.
Sementara poin 10 dalam SE tersebut menyebutkan, terdapat pengecualian bagi restoran, rumah makan, dan kafe yang merupakan contoh (role model) penerapan protokol kesehatan (prokes). Mereka dapat beroperasi sampai pukul 23.00 Wita. Beberapa jenis usaha yang menjadi model tersebut ditetapkan melalui penunjukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kukar.
“Sekarang yang menjadi pertanyaan, apakah mereka bisa dijamin tidak menyebarkan virus Covid-19? Kemudian apakah Satuan Tugas Pengananan Covid-19 mengawasi sejak buka sampai tutup untuk memastikan bahwa pelanggan ataupun pengelolanya tidak melanggar protokol kesehatan? Nah, hal ini kan sangat diskriminatif bagi pelaku usaha yang serupa,” tegas Halimatu, Selasa (29/6/2021).
Kata dia, sejauh ini para pelaku usaha kafe, angkringan, rumah makan, dan PKL belum mengetahui lokasi, nama, serta pemilik usaha yang menjadi model dalam penerapan prokes Covid-19 di Kukar.
“Terus apa syarat-syarat untuk menjadi role model? Jangan-jangan kafe atau rumah makan yang menjadi role model itu memiliki kedekatan dengan penguasa?” tanyanya.
Halimatu menjelaskan, penyebaran virus corona dan pembentukan klaster-klaster Covid-19 berawal dari oknum pegawai di instansi pemerintah yang melakukan perjalanan dinas keluar daerah.
“Harusnya yang disetopkan adalah mereka. Pejabat yang melakukan perjalanan dinas, karena dengan perjalanan dinas yang mereka lakukan, kita yang dapat imbasnya di daerah,” tegas Halimatu. (ln)