BERITAALTERNATIF.COM – Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kukar Hardianda memaparkan hasil penyelidikan serta kajian Sentra Gakmundu Kukar atas kasus dugaan pemalsuan ijazah yang diduga dilakukan Anggota DPRD Kukar terpilih di Pileg 2024, Nor Wahidah.
Kata dia, Bawaslu Kukar telah memanggil 13 orang saksi, antara lain kapala sekolah serta guru PKBM Abdi Bangsa, peserta ujian, termasuk pelapor dan terlapor dalam kasus yang sempat menggemparkan Kukar tersebut.
Saat melakukan pemeriksaan terhadap terlapor, ia menerangkan, Wahidah mengaku tak pernah mengurus seluruh berkas administrasi bakal calon bahkan tidak pernah mendaftarkan diri sebagai caleg.
“Yang bersangkutan dalam kesulurahan keterangannya tidak pernah mengumpulkan dokumen persyaratan,” jelasnya, Jumat (9/8/2024).
Pasalnya, lanjut Hardianda, saat itu Wahidah tengah berduka karena kamatian suaminya.
Saat proses pendaftaran bakal caleg, sambung dia, politisi Golkar tersebut mengaku tengah sibuk mengurus pemakaman suaminya.
Ketika ditelusuri Bawaslu Kukar, ia menyebut admin Silon Golkar Kukar menampik terlibat dalam dugaan pelanggaran pemilu tersebut. Sebab, mereka hanya ditugaskan partai untuk mengunggah berkas fisik ijazah palsu itu ke dalam aplikasi Silon.
Hardianda membenarkan bahwa ijazah yang tercantum dalam Silon diunggah oleh admin DPD Partai Golkar. Namun, Wahidah membantah dokumen palsu tersebut diajukan atas perintahnya.
Pengurus DPD Partai Golkar pun menepis tuduhan tersebut. Sebab, penyerahan ijazah itu merupakan kewajiban dan tanggung jawab pribadi Wahidah beserta tim suksesnya.
Pengurus DPD Golkar, kata dia, hanya memastikan ketersediaan dokumen yang digunakan sebagai syarat bakal calon anggota dewan.
“Jadi, keseluruhan caleg partai itu mengumpukan seluruh berkasnya di atas meja admin, yang kemudian kesuluruhan data tersebut di-scan dan di-upload,” sambungnya.
Berdasarkan serangkaian penyelidikan dan pemeriksaan, ia memperkirakan dalang di balik pembuatan ijazah palsu itu dilakukan oleh pihak lain.
“Terlapor tidak memasukkan dokumen, tapi tetap ada yang masukkan dokumen. Artinya, kita pindah tuh, bukan ke terlapor lagi, tapi yang lain,” terangnya.
Hardianda menyebut Bawaslu Kukar kesulitan menetapkan tersangka dalam kasus pelanggaran pemilu tersebut karena waktu yang ditetapkan undang-undang hanya 14 hari kerja. “Kami itu secara aturan terbatas pada proses klarifikasi,” ujarnya.
Pihaknya telah berupaya secara maksimal untuk menelusuri serta menggali berbagai keterangan dari berbagai pihak untuk mengungkap pelaku dalam kasus ini.
Ia pun meyakini pelaku dalam kasus tersebut akan terungkap apabila Bawaslu Kukar diberi waktu lebih banyak untuk menempuh tahap penyelidikan.
Sejauh ini, ungkap Hardianda, Bawaslu Kukar telah menemukan asal muasal ijazah paket C yang digunakan Wahidah.
Yayasan PKKMB yang mengeluarkan ijazah tersebut, lanjut dia, bisa dimintai keterangan lanjutan agar kasus ini terang-benderang.
“Karena terdapat ‘oknum’ di luar terlapor yang menanyakan terkait posisi ijazah yang asli. Kita sudah menemukan keterangan itu,” bebernya.
Bawaslu Hentikan Penyelidikan
Sentra Gakmundu di bawah naungan Bawaslu Kukar secara resmi menghentikan proses penyelidikan kasus ini. Pihaknya memutuskan bahwa Wahidah tidak terlibat dalam kasus pemalsuan dokumen tersebut.
Selama 14 hari penyelidikan, Bawaslu Kukar tidak menemukan tanda-tanda keterlibatan terlapor atas pemalsuan dokumen yang dituduhkan kepadanya.
Kata Hardianda, perbuatan Wahidah tidak memenuhi unsur pelanggaran sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 520 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Hasil klarifikasi dari Sentra Gakmundu Kukar dapatkan, kita tidak dapat menemukan unsur pidana terhadap peristiwa yang diduga pelanggaran pidana,” ucapnya.
“Dikarenakan apa? Yang pertama, kita terbatas oleh waktu. Yang kedua, kita tidak menemukan keterangan dari setiap orang yang memalsukan ijazah tersebut,” jelasnya.
Bawaslu Kukar, lanjut dia, akan bersikap kooperatif untuk memberikan keterangan serta data dari hasil penyelidikan kasus ini apabila Polsek Tenggarong berniat menggali tersangka dalam kasus tersebut.
Ia menambahkan, wewenang Bawaslu Kukar dalam kasus penanganan pelanggaran terbatas pada penyelidikan dan penetapan pasal yang sesuai jenis pelanggaran pemilu.
Kewenangan untuk melakukan penyidikan dan memvonis pelaku, sambung dia, berada di tangan kepolisian dan kejaksaan.
Hardianda pun mengimbau masyarakat yang menemukan potensi pelanggaran pemilu dan Pilkada mengajukannya melalui Bawaslu Kukar agar seluruh proses penyelidikan dapat terpusat dalam satu lembaga.
“Nanti jika hasil kajian kami merujuk ke pidana umum, maka akan dilimpahkan ke kepolisian. Jika itu pidana khusus, maka kita yang proses,” terangnya. (*)
Penulis: Ulwan Murtadho
Editor: Ufqil Mubin