BERITAALTERNATIF.COM – Tidak syak lagi, begitu banyak sumbangsih Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai salah satu guru bangsa, kerja-kerja intelektualnya, pun humor-humornya yang membumi.
Gus Dur lahir pada tanggal 7 September 1940 di Jawa Timur dan wafat pada tanggal 30 Desember 2009 di Jakarta.
Salah satu putri Gus Dur, Inayah Wulandari Wahid merasa prihatin, bukan hanya terkait situasi politik melainkan juga kondisi generasi muda yang dia nilai kurang mengenal sejarah serta nilai-nilai baik yang diajarkan oleh para tokoh/guru bangsa.
Maka Inayah pun berniat mengenalkan pemikiran-pemikiran dan ajaran-ajaran Gus Dur terutama mengenai politik kebangsaan pada Haul ke-14 Gus Dur di Ciganjur, Sabtu, (16/12/2023).
Tema yang diangkat dalam Haul Gus Dur tersebut yakni Meneladani Budaya Etika Demokrasi Gus Dur.
Kata Inayah, banyak orang mengaitkan demokrasi Gus Dur memang demokrasinya Gus Dur seperti apa? Tindakan, ucapan, kebijakan Gus Dur ketika ngomong politik rakyat, politik kebangsaan.
Inayah menganggap banyak orang yang mengenal Gus Dur hanya sebagai Presiden ke-4. Ketika publik bicara demokrasi konteksnya Gus Dur sebagai presiden padahal jauh sebelum Gus Dur menjabat presiden telah mengenalkan demokrasi dengan cara menjadi penggerak sosial.
“Gus Dur membawa kekuatan demokrasi itu jauh sebelum jadi presiden dan setelah jadi presiden dengan cara menjadi penggerak sosal yaitu mengumpulkan simpul-simpul masyarakat dan itu yang tergerak bahwa kekuatan ada di tangan rakyat,” terang Sekretaris Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu, dikutip laman nu.or.id.
Inayah menilai sistem politik hari ini tidak berpihak pada rakyat hanya berpihak pada elit tertentu saja. Maka, menurutnya, yang bisa dilakukan adalah membentuk simpul-simpul masyarakat yang kritis. Dalam konteks Pemilu, masyarakat memilih pemimpin bukan karena sentimen, janji atau gimik.
“Jadi itu yang saya rasa penting ingatkan hari ini bahwa kita bisa loh benahi pelan-pelan demokrasi kita, daya kritis masyarakatnya, resiliensinya kemudian bagaimana mereka punya kekuatan untuk menuntut perubahan itu yang kita harapkan,” jelas Inayah.
Gus Dur ditanya tentang hantu oleh anak 14 tahun
Gus Dur memiliki hubungan luas dengan berbagai kalangan. Tidak hanya setelah ia populer, tapi sejak masa mudanya. Ia bersilaturahim dengan rakyat hingga pejabat, kiai dan santri, muslim dan non-muslim, bahkan dengan yang tak beragama sekali pun.
Ia bertemu dengan berbagai macam profesi, aktivitas, beragam latar belakang suku, bermacam budaya, baik dalam dan luar negeri. Bahkan dengan orang meninggal, yakni di kuburan. Dan, tak pandang umur, orang tua maupun anak-anak.
Suatu ketika, salah seorang teman Gus Dur, yakni Greg Barton, seorang profesor di Universitas Monash, Australia, menengok Gus Dur di rumah sakit. Penulis biografi Gus Dur itu membawa anaknya yang berusia 14 tahun. Hana, namanya.
Dalam pertemuan itu, tanpa diduga, anak sang profesor bertanya. “Gus Dur apakah hantu itu ada?”
“Kalau hantu dan makhluk-makhluk gaib, sebenarnya saya kurang tahu. Tapi saya punya cerita sedikit yang merupakan sebagian jawaban,” katanya.
Gus Dur pun bercerita, pada waktu muda, saat ia di Jombang, tepatnya di Pondok Pesantren Tebuireng, memiliki kebiasaan pergi ziarah dan berdoa di kuburan.
Suatu ketika, di makam Tebuireng, ia berziarah ke makam itu. Ia datang sekitar pukul 01.00. Namun, tak lama kemudian, ia tertidur.
Sekitar dua jam berlalu, kemudian Gus Dur terbangun karena ada suara orang yang sepertinya hendak berziarah pula seperti dirinya.
Kemudian Gus Dur berdiri menengok orang tersebut. Orang yang baru datang itu terbelalak dan terkaget-kaget, berteriak, lalu berlari terbirit-birit.
“Saya tidak tahu apakah hantu itu ada atau tidak, tapi kalau bertanya kepada orang itu (orang yang berlari tersebut), pasti menjawab ada,” kata Gus Dur kepada Hana. (aa/fa/nsa)
Sumber: nu.or.id