Oleh: Ufqil Mubin
Presiden Suriah Bashar al-Assad mengatakan, “Kolonial Barat tidak berubah sama sekali sepanjang sejarahnya. Sampai saat ini tidak ada perubahan. Perbedaannya adalah Amerika menggantikan Inggris dan Prancis pada tahun 50-an dan kedua negara itu bersama dengan negara-negara lain di Barat bergantung pada kebijakan Amerika.”
Amerika Serikat (AS) telah menjadi sumber ketidakadilan global selama puluhan tahun. Negara tersebut menguasai sumber-sumber perekonomian negara-negara lain dalam bentuk eksploitasi serta perampasan. Asia Barat adalah cermin paling sempurna dari berbagai penjarahan yang dilakukan oleh negara yang dibangun di atas kolonialisme tersebut. Kekayaan alam berupa minyak dan gas yang dimiliki negara-negara di Asia Barat telah dieksploitasi dan dijarah selama puluhan tahun oleh AS untuk mendukung aktivitas ekonomi bahkan perang yang dilancarkannya ke negara-negara di berbagai belahan dunia.
Ada dua bentuk sikap yang tentu saja berseberangan yang diambil negara-negara di Asia Barat dalam menyikapi eksploitasi dan penjarahan yang dilakukan AS terhadap kekayaan alam mereka. Satu sisi terdapat sejumlah rezim yang memilih berada di bawah “kaki” Rezim Negeri Paman Sam. Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Azerbaijan, dan sejumlah negara di Teluk merupakan contoh negara-negara yang mengamini kolonialisme di berbagai sektor yang dilakukan AS di Asia Barat.
Di sisi lain, terdapat negara-negara yang memilih melakukan perlawanan terhadap AS. Sejumlah negara tersebut meliputi Iran, Yaman, Suriah, Lebanon, dan Irak. Perlawanan mereka terhadap hegemoni AS di Asia Barat telah membawa begitu banyak korban jiwa karena setiap negara yang berusaha menghalangi agenda AS akan dibuat kacau bahkan diperangi. Suriah dan Yaman merupakan dua negara yang telah berusaha dihancurkan oleh AS. Namun, mereka melakukan perlawanan. Kalah dalam medan peperangan, AS pun mengembargo negara-negara tersebut selama bertahun-tahun.
Saya juga akan mengajak Anda untuk berselancar dalam kondisi sosial, budaya, politik, dan ekonomi di Indonesia di tengah hegemoni AS. Secara sosial, negara kita telah menerima pengaruh sosial dan budaya dari AS. Disadari ataupun tidak, masyarakat di negara ini mengadopsi sebagian besar gaya hidup dan kebudayaan AS.
Sementara secara politik, sistem demokrasi liberal yang kita terapkan saat ini tak bisa dimungkiri berasal dari AS. Walhasil, orang-orang yang terpilih dalam pesta demokrasi kita bukanlah mereka yang memiliki kompetensi yang mumpuni, melainkan para politisi yang hanya bermodal uang dan popularitas.
Konon, para politisi kita saat mencalonkan diri sebagai presiden ataupun wakil presiden, mesti mendapatkan restu dari Gedung Putih. Orang-orang yang terpilih dalam pesta demokrasi itu pun berada dalam pengaruh AS sehingga kebijakan-kebijakannya di berbagai segi setelah memimpin negeri ini pun mesti bersesuaian bahkan bertalian dengan sejumlah kebijakan rezim AS.
Dari segi ekonomi, kita tentu tak bisa mengelak bahwa selama puluhan tahun, khususnya pasca keruntuhan pemerintahan Orde Lama di bawah kepemimpinan Soekarno, perekonomian Indonesia telah berada dalam kontrol dan kekuasaan kaki tangan AS. Sumber-sumber penting perekonomian negara ini dikuasai oleh korporasi-korporasi yang berada di bawah pengaruh rezim AS. Freeport adalah contoh paling jelas tentang bagaimana sumber vital dalam perekonomian kita dikuasai oleh korporasi asing yang berada di bawah kekuasaan AS. Selama puluhan tahun setelah kontrak tambang itu berjalan, Indonesia hanya menerima remah-remah dari hasil alam yang dikeruk di Tanah Papua. Sebagian kecil dari hasil itu pun hanya dinikmati oleh segelintir elit. Sementara masyarakat Indonesia—lebih khusus Papua—tetap miskin dan terbelakang dari berbagai aspek meski hasil alam kita telah dikeruk hingga tersisa kekayaan berbentuk “ampas”.
Rezim AS menggunakan berbagai perangkat untuk tetap menancapkan kekuasaannya di berbagai negara. Media massa adalah satu bagian yang digunakannya untuk menetapkan hegemoninya di berbagai sektor terhadap negara-negara di dunia. Dari media-media ternama, kita dipertontonkan bahwa AS merupakan negara yang memiliki keunggulan di bidang sosial, budaya, politik, ekonomi, bahkan pendidikan. Sementara negara-negara lain digambarkan terbelakang sehingga tak patut untuk diikuti dan dicontoh.
Selain itu, rezim AS menggunakan kekuatan militer untuk menakut-nakuti bahkan memerangi negara-negara yang tidak sejalan dengan keinginannya. Negara-negara yang tak searah dengan keinginan rezim AS akan dikacaukan dan diperangi. Sebagaimana yang saya contohkan di atas, sejumlah negara di Asia Barat akhirnya menghadapi kekacauan dan perang yang merenggut ketenangan mereka akibat tak sejalan dengan kebijakan politik dan ekonomi AS.
Paman Sam menghendaki negara-negara di dunia menerapkan demokrasi liberal dalam sistem perpolitikannya. Namun anehnya, AS memusuhi negara-negara yang berusaha mewujudkan sistem demokrasi, salah satunya Iran. Di sisi lain, rezim AS bekerja sama dengan negara-negara di Asia Barat yang menganut sistem kerajaan.
Bashar al-Assad pernah berkata, “Barat (salah satunya AS, pen.) menjadi lebih berpengalaman dalam berbohong dan menipu, dan lebih mahir memakai topeng untuk menipu. Untuk menipu orang yang berbeda, Barat telah mampu melakukannya selama beberapa dekade. Barat saat ini lebih banyak menggunakan istilah kemanusiaan, tetapi lebih banyak melakukan kejahatan terhadap orang-orang di dunia. Sebenarnya, selama beberapa dekade itu, mereka semua mengenakan topeng.”
Kepiawaian dalam menipu serta menguasai berbagai hajat hidup masyarakat dunia itulah yang membuat AS selama satu abad terakhir menancapkan pengaruhnya terhadap negara-negara di dunia. Tentu saja penguasaan tersebut berbentuk hegemoni yang memperparah ketidakadilan di tengah-tengah masyarakat dunia. AS telah menguasai sebagian besar kue perekonomian dunia untuk memperpanjang pengaruhnya di berbagai belahan dunia. Di lain sisi, negara-negara yang dikeruk sumber daya alamnya oleh berbagai korporasi di bawah kuasa AS menghadapi keterbelakangan dan kemiskinan. Faktanya, AS mengambil kekayaan alam negara-negara lain, sementara masyarakatnya dimiskinkan secara struktural dan sistematis.
Peran Strategis Pers
Berita-berita tentang kondisi sosial-politik di berbagai belahan dunia kerap bersumber dari media-media yang berada di bawah kuasa rezim AS dan antek-anteknya. Kita kerap kali menerima informasi yang keliru bahkan sengaja dimanipulasi oleh media-media asing yang dikuasai rezim AS. Media massa di negara kita tentu saja tidak terlepas dari pengaruhnya. Sebab, sebagian besar perusahaan pers menjadikan sumber berita mereka dari media-media besar yang berada di bawah kuasa rezim AS.
Tak bisa dimungkiri bahwa pengaruh informasi yang dijejali kepada masyarakat Indonesia itulah yang membuat bangsa kita terbelah soal isu bangsa Palestina yang tertindas. Pembantaian, pengusiran, okupasi, dan genosida selama lebih dari 70 tahun yang dilakukan Zionis Israel terhadap bangsa Palestina dianggap sebagai pembelaan diri sehingga dimaklumi bahkan menuai dukungan dari sebagian masyarakat Indonesia.
Dalam kondisi demikian, secara elementer peran strategis pers diperlukan untuk meluruskan pemahaman masyarakat terkait kondisi riil yang sedang dihadapi masyarakat dunia. Selain itu, insan pers tak hanya dituntut untuk menyiarkan informasi, tetapi juga bertanggung jawab dalam mendorong dan menciptakan keadilan di tengah-tengah masyarakat dunia.
Perang terhadap ketidakadilan dunia yang bersumber dari hegemoni berkepanjangan rezim AS memang tidak mudah. Pers dituntut memiliki “pasukan-pasukan” yang bersedia menyerap dan mewujudkan “nilai-nilai suci” dalam kehidupan pribadi mereka sebelum bersuara dan berjuang untuk mendorong keadilan dunia.
Saya akan mengakhiri artikel singkat ini dengan mengutip kalimat dari bapak pendiri Indonesia Soekarno soal sikapnya terhadap AS dan sekutu terdekatnya, “Musuh kita yang terbesar yang selalu merusak keselamatan dan kesejahteraan Asia dan Indonesia ialah Amerika dan Inggris. Oleh karena itu, di dalam peperangan Asia Timur Raya ini, maka segenap kita punya tenaga, punya kemauan, punya tekad harus kita tunjukkan kepada hancur-leburnya Amerika dan Inggris itu.” (*Redaktur Berita Alternatif)