BERITAALTERNATIF.COM – Tampaknya Iran harus mengubah pendekatan keamanannya dan mengubah situasi dari fase ofensif menjadi fase defensif. Upaya Iran harus semaksimal mungkin fokus pada Irak, membantu kelompok Syiah di negara ini, bekerja sama dengan pemerintah Irak dan khususnya ulama di negara ini, dan bahkan bekerja sama dengan Amerika dalam memperbaiki situasi di Irak.
Jatuhnya Assad terjadi begitu cepat sehingga banyak orang masih terguncang dan tidak tahu persis apa yang terjadi. Namun, kita harus secara bertahap menerima kenyataan bahwa kekuasaan keluarga Assad telah berakhir setelah setengah abad dan Suriah serta kawasan akan memasuki era baru. Namun apa dampak peristiwa ini terhadap Iran? Dalam laporan ini, kami mencoba memperjelas beberapa aspek dari masalah ini.
Menuju Perang atau Perdamaian?
Tidak ada keraguan bahwa pergantian pemerintahan di Suriah dan jatuhnya Assad akan merugikan Iran. Assad dianggap sebagai salah satu sekutu terpenting Iran dan Iran melakukan upaya besar untuk mempertahankannya pada tahun 2011 dan memberikan banyak syahid dalam perang dengan ISIS. Pemerintahan baru Suriah mengalami banyak pukulan dari Iran 13 tahun lalu dan mungkin akan mengadopsi kebijakan anti-Iran dalam beberapa waktu ke depan.
Jatuhnya pemerintahan sekutu Iran dan digantikan oleh pemerintahan yang mempunyai sikap anti-Iran, jelas menunjukkan bahwa peristiwa yang terjadi di Suriah telah dan akan terus merugikan Iran.
Namun, apakah pemerintahan baru Damaskus akan mengambil tindakan praktis baru terhadap Iran? Akankah konflik antara Iran dan pemerintahan baru Suriah memasuki fase militer atau keamanan?
Jawaban atas pertanyaan di atas bergantung pada mengetahui masa depan politik Suriah. Namun, peristiwa politik terjadi begitu cepat sehingga tidak mudah untuk membicarakan masa depan. Dalam laporannya baru-baru ini, surat kabar Turki Sabah membahas lima kemungkinan skenario mengenai masa depan Suriah. Lima kemungkinan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, mendirikan Republik Demokratik Suriah melalui koalisi partai oposisi dengan faksi dan ideologi berbeda.
Kedua, pengumuman berdirinya Republik Islam Suriah yang intinya adalah organisasi teroris Hayat Tahrir al-Sham.
Ketiga, membentuk “pemerintahan anti-Syiah yang dikendalikan Israel” di Suriah.
Keempat, pembentukan “Republik Federal Suriah” di bawah pengawasan Amerika Serikat.
Kelima, disintegrasi Suriah dan kembalinya perang saudara di sana pada akhirnya akan menyebabkan kehancuran total negara tersebut.
Dengan mengacu pada kemungkinan-kemungkinan di atas, kita bisa memikirkan masa depan hubungan Iran-Suriah. Tidak dapat dipungkiri jika skenario “kelima” dan “pertama” terjadi maka ketegangan antara Iran dan pemerintah Suriah tidak akan memasuki fase praktis dan keamanan. Jika skenario “keempat” diterapkan, maka ketegangan antara Iran dan Suriah kemungkinan besar akan memasuki fase keamanan dan praktis, namun kecil kemungkinan ketegangan ini akan mengarah pada perang langsung atau proksi. Namun jika skenario “kedua” atau “ketiga” terwujud, kemungkinan terjadinya konflik antara Iran dan Suriah tinggi. Dengan kata lain, kekuatan penuh Salafi dan pembentukan pemerintahan islamis jihadis dan pembangunan di Damaskus dapat membawa Iran dan Suriah ke dalam fase ketegangan baru.
Namun bagaimana ketegangan ini akan meningkat? Yang membuat ketegangan baru Iran-Suriah menjadi “konflik” adalah kemungkinan beroperasinya kelompok Salafi Suriah di Irak. Irak jauh lebih penting bagi Iran daripada Suriah. Masuknya Salafi ke Irak mengancam kedalaman strategis Iran dan membahayakan perbatasan Iran. Oleh karena itu, Iran harus melakukan segala upaya untuk mencegah kelompok Salafi Suriah memasuki Irak.
Apa yang harus dilakukan Iran? Belum jelas bagaimana masa depan politik Suriah? Yang jelas salah satu sisi kekuatan “Front Perlawanan” telah hilang dan kemungkinan besar posisi Iran dan sekutunya dalam konfrontasi dengan Israel akan sedikit melemah. Namun selain masalah Israel, ada juga risiko menghadapi Salafisme, konfrontasi dengan Turki, konflik dengan Amerika dan Kurdi, dan lain-lain. Di antara bahaya yang ada, bahaya pengaruh Salafi di Irak sangat serius dan Iran harus menghentikan masalah ini.
Tampaknya Iran harus mengubah pendekatan keamanannya dan mengubah situasi dari fase ofensif menjadi fase defensif. Upaya Iran harus semaksimal mungkin fokus pada Irak, membantu kelompok Syiah di negara ini, bekerja sama dengan pemerintah Irak dan khususnya ulama di negara ini, dan bahkan bekerja sama dengan Amerika dalam memperbaiki situasi di Irak. Mempertahankan Irak dalam situasi saat ini adalah prioritas terpenting bagi Iran di bidang keamanan.
Pada saat yang sama, Iran harus membuka dialog regional dengan negara-negara Arab dan yang lebih penting, Turki sesegera mungkin. Kerja sama diplomatik dengan Turki, yang mempunyai banyak pengaruh terhadap kelompok bersenjata Suriah, dapat meredam api perselisihan dan ketegangan.
Selain itu, Iran juga harus memberikan dasar untuk berdialog dengan Amerika Serikat guna mengurangi tingkat ketegangan di kawasan. Mengurangi tingkat ketegangan adalah faktor terpenting dalam kemudahan mengubah situasi keamanan Iran dari ofensif menjadi defensif, dan para diplomat negara tersebut akan menjadi pionir gerakan ini. (*)
Sumber: Khabarfoori.com