BERITAALTERNATIF.COM – Sayid Ruhullah Musawi Khomeini (1320 H/1902-1410 H/1989) yang dikenal dengan nama Imam Khomeini adalah seorang Marja’ taklid Syiah yang berpengaruh pada abad kontemporer.
Imam Khomeini menyatakan perlawanannya secara terbuka dalam menentang kerajaan Syah Pahlevi pada tahun 1963.
Akibat dari perlawanan ini, dia ditangkap sebanyak dua kali oleh rezim kerajaan Pahlevi dan kemudian diasingkan dari Iran. Untuk beberapa lama diasingkan di Turki kemudian dipindahkan ke Najaf lalu dipindahkan lagi ke Irak.
Selama 13 tahun ia memimpin perjuangan revolusi, mengajar dan menulis buku dalam bidang ilmu-ilmu hauzah dan keagamaan.
Pada tahun 1979 ia terpaksa meninggalkan Irak dan pergi ke Paris. Setelah beberapa lama tinggal di Paris, dia kembali ke Iran. Revolusi Islam Iran pun mencapai kemenangan dan sampai akhir hayatnya ia menjadi pemimpin Republik Islam Iran.
Gerakan Imam Khomeini dan kemenangan revolusi di Iran cukup banyak berpengaruh di dunia. Revolusi ini mengarah pada pembentukan gerakan politik berdasarkan agama dan Islam.
Teori Wilayatul Faqih Mutlaqah atau kewenangan mutlak seorang fakih sebagai teori fikih-politik yang berdasar pada keyakinan-keyakinan ajaran Syiah merupakan teori terpenting yang ia cetuskan.
Imam Khomeini berupaya keras membentuk pemerintahan Republik Islam dan Undang-Undang Dasarnya berdasarkan teori ini. Dalam pandangan Imam Khomaini pemerintahan merupakan filsafat praktis semua ajaran-ajaran fikih.
Pandangan pemerintahannya pada fikih menyebabkannya meyakini bahwa selain penegasan atas pentingnya penjagaan kerangka dasar fikih tradisional, juga berkeyakinan pada perlunya terobosan baru dalam berijtihad. Teori peran ruang dan waktu dalam berijtihad dan sebagian fatwa-fatwa berpengaruhnya dapat dikatakan sebagai hasil dari pandangan ini.
Kaum Muslimin, khususnya Muslim Syiah, sangat mencintai Imam Khomeini dengan sepenuh hati. Orang yang melayat dalam pemakaman agung itu telah menembus angka hingga kira-kira 10 juta dan merupakan acara berkabung terbesar di dunia.
Imam Khomeini, selain menguasai fikih dan ushul fikih yang merupakan ilmu yang berkembang di Hauzah Ilmiah, juga menguasai Filsafat Islam dan Irfan Teoritis.
Imam Khomeini termasuk ulama akhlak. Selama mengajar di Qom, ia mengajar pelajaran akhlak di Madrasah Faidhiyyah. Selama hidupnya Imam Khomeini menjalani kehidupan yang sederhana dan zuhud. Selama di Najaf sebagai marja’ dan juga pada tahun-tahun terakhir kehidupannya sebagai Pemimpin Republik Islam Iran, Imam Khomeini menempati rumah yang sederhana di kawasan Jamaran, Tehran.
Biografi Imam Khomeini
Imam Khomeini lahir pada 20 Jumadil Akhir 1320 H/ bertepatan dengan 24 September 1902 di Kota Khomein, Provinsi Markazi.
Ayahandanya, Sayid Musthafa Musawi satu zaman dengan Ayatullah Mirza Syirazi, seorang terpelajar dari Najaf. Ayahandanya yang merupakan tempat rujukan dalam persoalan keagamaan, 5 bulan setelah kelahiran Imam Khomeini menemui kesyahidannya dalam berjuang melawan penguasa setempat yang zalim.
Sampai umur 15 tahun, ia diasuh oleh ibundanya, Hajarah Agha dan bibi tercintanya, Shahibah Khanum.
Pada tahun 1929 ia menikah dengan Banu Khadijah Tsaqafi. Imam Khomeini memiliki dua orang putra yang diberi nama Musthafa dan Ahmad serta mempunyai tiga orang putri: Zahra, Faridah dan Shiddiqah.
Imam Khomeini meninggal dunia pada petang 3 Juni 1989 karena serangan kanker di Rumah Sakit Jantung Rajai Teheran. Pada 5 Juni acara perpisahan dengan jenazah sang imam dilaksanakan di Mushalla Buzurgh Teheran.
Ayatullah Sayid Muhammad Ridha Gulpaigani menjadi imam salat jenazah atas jasad Imam Khomeini. Pada 6 Juni dengan dihadiri oleh sekitar 10 juta pecinta Imam, jenazah Imam Khomeini dikebumikan di Pekuburan Behesyti Zahra. Upacara pemakaman Imam termasuk salah satu pemakaman terbesar dalam sejarah.
Hari wafat Imam Khomeini dikenang menjadi hari libur nasional di Iran. Berbagai acara digelar untuk mengenang hari wafat Imam Khomeini. Program utama diadakan di lingkungan makam Imam Khomeini yang dihadiri oleh Presiden dan pejabat-pejabat tinggi negara. Penceramah utama dalam acara ini adalah Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran.
Riwayat Keilmuan
Pelajaran-pelajaran dasarnya, seperti sebagian pelajaran tentang ma’arif dan materi ilmu-ilmu pengantar yang berjalan di masa sekarang pada tingkatan-tingkatan di Hauzah Ilmiyah seperti Sastra Arab, Logika, Fikih dan Ushul yang beliau pelajari dari para ustaz dan ulama di daerah Khomein, seperti Mirza Mahmud Iftikhar al-Ulama, Mirza Ridha Najafi Khomeini, Agha Syekh Ali Muhammad Burujerdi, Agha Syekh Muhammad Gulpaigani dan Agha Abbas Araki dan kebanyakan beliau menimba ilmu dari kakaknya, Ayatullah Sayid Murtadha Pasandideh.
Pada tahun 1919, beliau pergi ke Hauzah Ilmiyah di Arak. Dan sesaat setelah hijrah, Imam Khomeini dan sejumlah muridnya yang lain mengikuti sang guru, Haji Syekh Abdul Karim Hairi Yazdi (23 Rajab 1340 H/22 Maret 1922 M) pindah ke Qom.
Di Hauzah Ilmiyah Qom, selain belajar secara sempurna Kitab Muthawwal (dalam Ilmu Ma’āni dan Bayān) menyelesaikan pelajaran sutuh (level-level pelajaran di Hauzah Ilmiah Qom) dan Bahts al-Kharij (pelajaran tingkat tinggi fikih) dan Ushul serta mempelajari disiplin-disiplin ilmu lainnya.
Oleh karena itu, bersamaan dengan mempelajari Arudh (parameter pembuatan syair) dan Qawāfi (ilmu yang mengkaji tentang rima syair), Matematika, Astronomi dan Filsafat, ia juga belajar tingkatan tertinggi di bidang Irfan Teoritis dan Praktis selama 6 tahun dari Ayatullah Agha Mirza Muhammad Ali Syah Abadi. Imam Khomeini juga akrab dengan Ayatullah Haji Mirza Jawad Maliki Tabrizi dan senantiasa mengenangnya dengan baik.
Guru utama Imam Khomeini dalam bidang Ilmu Fikih dan Ushul adalah pendiri (dan penanggung jawab) Hauzah Ilmiyah Qom, Haji Syekh Abdul Karim Hairi Yazdi.
Setelah meninggalnya Syekh Abdul Karim Hairi Yazdi, dengan usaha keras Imam Khomeini dan beberapa mujtahid bertindak sebagai pemimpin Hauzah Ilmiah pergi ke Qom. Pada masa itu, Imam Khomeini dikenal sebagai bagian dari staf pengajar dan seorang mujtahid yang memiliki kewenangan untuk melontarkan pandangannya dalam hal Fikih, Ushul, Filsafat, Irfan dan Akhlak.
Pemimpin Revolusi di Iran
Pada tahun 1979 gerakan revolusi rakyat Iran mencapai kemenangan. Imam Khomeini pada 1 Februari tahun itu juga kembali ke Iran dan pada 11 Februari rezim Syah Pahlevi secara resmi hancur.
Beberapa tahun kemudian, pada bulan April 1979 diadakan referendum. Untuk beberapa lama Undang-Undang ditulis oleh Dewan Ahli (Majelis Khubregān) yang dipilih oleh rakyat. Berdasarkan Undang-Undang ini juga Imam Khomeini diakui sebagai Pemimpin Republik Islam Iran. Ia sampai akhir hayatnya, yaitu bulan Juni 1989 M, mengemban tugas ini.
Kerja-kerja penting Imam Khomeini selama 10 tahun adalah konsolidasi Republik Islam Iran, menyusun Undang-Undang Dasar, menghadapi pemberontakan-pemberontakan dalam negeri, pemimpin perang selama 8 tahun pada masa penyerangan Irak ke Iran, menerima perdamaian dari Irak, merevisi Undang-Undang Dasar dan lainnya.
Beberapa bulan setelah kemenangan Revolusi di Iran, pada bulan Agustus tahun 1979 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan 1399 H, Imam Khomeini mengumumkan hari Jumat terakhir bulan Ramadhan sebagai hari Quds dan dari segenap kaum Muslimin dunia meminta untuk menyatakan solidaritas internasional dalam mendukung hak-hak sah rakyat Palestina.
Hari itu dalam kalender remsi Iran tercatat sebagai hari Quds sedunia. Sejak saat itu, setiap tahun pada hari Jumat terakhir bulan Ramadhan, di Iran dan negara-negara lainnya mengadakan aksi unjuk rasa.
Pada hari pertama tahun 1989, Imam Khomeini menulis surat kepada Michael Gorbachev, Ketua Presidium Uni Soviet. Surat ini dibawa oleh delegasi yang terdiri dari Ayatullah Jawadi Amuli, Dr. Muhammad Jawad Larijani dan Khanum Mardhiyah Hadedche Dabagh dan diserahkan kepada Gorbachev.
Surat ditujukan kepada pemimpin Uni Soviet dan ditulis pada saat analis politik mulai mengamati perkembangan di dunia Komunisme. Pemimpin Revolusi Islam, meramalkan runtuhnya Uni Soviet dan menulis: Semenjak sekarang, Komunisme harus ditemukan di museum sejarah politik dunia. Dalam surat itu, di samping mengkritisi atas pemikiran Materialisme juga tentang ajakan tokoh mereka kepada spiritualitas dan memberi perhatian kepada agama dan mengirimkan sarjana-sarjana ke Qom untuk mengenali kebenaran agama.
Fenomena lain selama Imam Khomeini memimpin Iran, pada tahun 1988 terbit sebuah buku berjudul Ayat-ayat Syetan yang menurut keyakinan mayoritas kaum Muslimin berisi tentang penghinaan kepada Nabi Muhammad saw.
Pada bulan Januari 1989, Imam Khomeini menyatakan murtad terhadap penulis buku itu karena penghinaan yang dilakukannya terhadap Nabi Muhammad saw dan menfatwakan hukum mati kepadanya.
Setelah beberapa lama tersebar berita bahwa penulis buku itu sudah bertaubat dan hukum mati atasnya telah dicabut, namun Imam Khomeini dalam menjawab pertanyaan tentang hal ini menegaskan bahwa walaupun Salman Rusdi telah bertaubat dan menjadi seorang yang zuhud pada zamannya sekalipun, hukum mati atasnya tidak akan berubah.
Menurut Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran, undang-undang yang disahkan oleh Parlemen tidak boleh bertentangan dengan hukum-hukum agama. Penentuan kesesuaian ini (yaitu tidak bertentangan dengan konstitusi) berada di tangan Dewan Garda. Perbedaan yang tajam antara pendapat parlemen dan Dewan Garda menyebabkan Imam Khomeini mencari jalan keluar dari dilema ini.
Pada hari pertama ia mengumumkan bahwa apabila dua pertiga anggota parlemen menyetujui suatu undang-undang, maka pendapat mereka harus didahulukan daripada pendapat Dewan Garda (Syura Negahbān). Setelah beberapa waktu, pada bulan Januari 1987 membentuk sebuah lembaga dengan nama Dewan Penentu Kemaslahatan Negara (Majma Taskhish Maslahat Nizhām).
Tugas lembaga ini adalah menyelesaikan perbedaan pendapat antara Dewan Garda dengan Parlemen dan kadang-kadang dalam praktiknya membuat undang-undang yang bertentangan dengan hukum-hukum syar’i atau Undang-Undang Dasar yang disahkan dan akhirnya menjadi hukum.
Imam Khomeini untuk pertama kalinya di Najaf dan dalam pelajaran-pelajaran yang pada masa-masa selanjutnya diberi nama “Pemerintahan Islam” menjelaskan teori Wilayatul Fakih.
Asas teori ini adalah bahwa dalam pemikiran Syiah, pemerintahan harus berada di bawah kendali seorang mujtahid sempurna (par excellence). Setelah kemenangan Revolusi Islam Iran, teori ini merupakan bagian dari Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran dan Republik Islam Iran didirikan berdasarkan teori ini.
Imam Khomeini pada tahun-tahun terakhir kehidupannya melontarkan teori Wilayatul Fakih Mutlak dan menyatakan bahwa kewenangan pemerintahan faqih sebanding dengan kewenangan Nabi Muhammad saw dan para Imam as. Dalam teori ini seorang fakih berwenang untuk menganulir sementara hukum-hukum primer syariat berdasarkan kemaslahatan pemerintahan Islam.
Pada Maret 1989 Imam Khomeini mengeluarkan pesan untuk Hauzah Ilmiyah dengan nama “Mansyur Ruhaniyāt” (Piagam Ruhaniawan). Dalam hal ini ia menjelaskan bahwa ijtihad yang umum digunakan di Hauzah Ilmiyah tidak cukup untuk mengatur kehidupan masyarakat. Dan menegaskan bahwa zaman dan waktu adalah dua unsur penentu dalam berijtihad. Zaman dan waktu akan menyebabkan perubahan pandangan seorang mujtahid dan akan berbuah pada perubahan produk hukum. Sebagian besar pendapatnya itu ia tuangkan dalam surat yang dikenal dengan nama “Mansyur Barādari” (Piagam Persaudaraan) tentang ketidakcukupan ijtihad dalam Hauzah Ilmiah.
Bermain dengan catur menurut kebanyakan fukaha Syiah adalah haram. Imam Khomeini pada tahun 1989 dalam menjawab sebuah pertanyaan fikih dengan syarat jika tidak digunakan sebagai alat judi, maka boleh hukumnya. Fatwa ini merupakan produk baru dan menuai kritikan yang banyak. Salah seorang murid Imam Khomeini melayangkan surat kepadanya dan memprotes pendapat Imam. Imam dalam menjawab surat itu di samping menegaskan tentang fatwanya juga mengkritisi para fakih berdasarkan dalil-dalil fikih yang ada.
Seminggu setelah Imam Khomeini meninggal dunia, untuk pertama kalinya salah satu syairnya terbit. Syair yang memiliki kandungan irfan ini segera terkenal di kalangan masyarakat. Setelah beberapa lama Diwan syair Imam Khomeini terbit dengan nama Diwan Imam. Diwan syair Imam adalah sebuah buku syair yang berisi 6 bab: Ghazaliyat, Ruba’iyat, Qasaid, Musmath, Tarji’ Band dan Himpunan Syair. Diwan ini untuk pertama kalinya diterbitkan oleh Muassasah Tanzhim wa Nasyr Atsar Imam dalam 438 halaman.
Dalam diwan ini, di samping terdapat ghazal juga terdapat ruba’iyat dalam jumlah yang banyak di mana beberapa darinya ditujukan kepada menantunya (istri Sayid Ahmad Khomeini). Sangat banyak para penyair kontemporer seperti Hamid Sabzawari, Jawad Muhaqqiq, Abdul Jabbar Kakai, Rahim Razyan, Muhammad Ali Bahmani, Kamran Syarafsyahi, Sa’id Biyabanki, Sabir Imami, Chesami dan Amir Marzaban memberikan komentar tentang diwan ini.
Terjemah syair-syair yang sebagian besarnya ditulis dengan genre Irak itu, telah diterbitkan ke dalam bahasa Arab dan beberapa bahasa lain. Selain terjemah, sebuah kitab berkenaan dengan tema dan tafsir Diwan Imam juga sudah terbit. (*)
Sumber: Wikishia