BERITAALTERNATIF.COM – Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat AR Facharudin Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Se-Kota Mataram melaksanakan Dialog Kebangsaan di Cafe Mawaddah’s, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada Sabtu (20/8/2022) pukul 20.00 Wita.
Dialog Kebangsaan ini menggagas tema Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat. Dialog yang dihadiri puluhan peserta ini menghadirkan tiga orang narasumber: penulis buku Ideologi dan Dinamika Gerakan IMM sebagai Pelopor Peradaban, Miftahul Khair; Ketua Umum DPD GMNI NTB, Al Mu’min Betika; penulis buku Negara Dipelacuri, Irfan Kilat.
Ketua Umum Pimpinan Cabang IMM Kota Mataram Widodo menyampaikan apresiasi kepada pimpinan Komisariat AR Facharudin PTS Se-Kota Mataram M. Kadafi atas usaha dan semangatnya dalam menyelenggarakan kegiatan tersebut.
“Saya sangat bangga dengan agenda yang dibangun oleh Komisariat AR Facharudin PTS Se-Kota Mataram, adinda Kadafi,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Pimpinan Komisariat Ar Fachrudin yang juga pemandu dialog ini, M. Kadafi mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf kepada seluruh hadirin yang menghadiri dialog kebangsaan tersebut.
Dia mengaku sangat bangga dengan partisipasi para peserta dan pembicara dalam kegiatan yang mengupas tentang kebangsaan ini. “Dalam kegiatan ini kita berbicara generasi masa depan,” tuturnya.
Sementara itu, Miftahul Khair menjelaskan bahwa Muhammadiyah telah berdiri selama 109 tahun. Sejak dibentuk pada 18 November 1912, Muhammadiyah telah membangun 168 perguruan tinggi.
“Itu menjadi bukti konkret bahwasanya Muhammadiyah ini ikut berkontribusi menjaga bangsa Indonesia,” ujarnya.
Narasumber berikutnya, Al Mu’min Betika mengungkapkan, tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia dalam konsep Bung Karno adalah tercapainya masyarakat adil dan makmur.
Kata dia, tujuan tersebut tidak akan tercapai tanpa didukung oleh seluruh elemen bangsa yang berdaulat dan mandiri.
“Bung Karno memimpikan masyarakat merdeka harus berdasarkan bangsa berdaulat dan bangsa yang adil,” tegasnya.
Kemudian, Irfan Kilat menyitir pendapat mantan Presiden Indonesia B.J. Habibie, yang menyebutkan bahwa terdapat tiga generasi di Indonesia: generasi takut mati, reformasi, dan transisi.
“Pada hari ini kita mengalami generasi transisi, sehingga ada dua persoalan negara dalam peristiwa ini, yaitu masalah tekstual dan faktual,” jelasnya. (*)