Oleh: Ibrahim Amini*
Secara umum Islam juga menerima masalah genetika. Alquran menjelaskan bahwa manusia tercipta dari sperma yang bercampur. “Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air yang bercampur yang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.” (QS. al-Insan: 1-2)
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari setetes air mani yang bercampur. Para mufasir dalam menjelaskan maksud dari “air yang bercampur” memberikan dua kemungkinan:
Kemungkinan pertama, yang dimaksud ialah terbentuknya janin berasal dari sperma ayah dan sperma ibu.
Adapun kemungkinan kedua, yang dimaksud ialah bahwa terbentuknya janin berasal dari bagian yang bermacam-macam yang mempunyai pengaruh yang berbeda-beda.
Pada ayat lain Allah Swt berfirman, “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)-nya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS. as-Sajdah: 7-9)
Mungkin saja yang dimaksud dengan saripati (sulâlah) adalah air sperma yang berasal dari sperma kedua orang tua.
Yazid bin Salam meriwayatkan bahwa dirinya telah bertanya kepada Rasulullah Saw, “Apakah Adam telah diciptakan dari seluruh tanah atau dari satu tanah?” Rasulullah Saw menjawab, “Dari berbagai macam jenis tanah. Karena jika dia diciptakan dari satu jenis tanah niscaya manusia tidak akan saling mengenal satu sama lainnya, karena mereka mempunyai wajah yang sama.” Perawi bertanya lagi, “Apakah yang seperti ini ada contohnya di dunia?” Rasulullah Saw menjawab, “Tentu, seperti pada tanah, ada tanah yang putih, tanah yang hijau, tanah yang kecoklat-coklatan, tanah yang hitam pekat, tanah yang biru, tanah yang merah, begitu juga ada tanah yang manis, tanah yang asin, tanah yang keras dan tanah yang lembut. Oleh karena itu di antara manusia ada yang lembut dan ada yang keras, ada yang putih, ada yang kuning, ada yang sawomatang dan ada yang hitam, persis seperti warna tanah yang bermacam-macam.”
Imam Ja’far Shadiq as berkata, “Manakala Allah hendak menciptakan seorang anak manusia maka Dia mengumpulkan seluruh wajah yang ada di antara dirinya, ayahnya hingga Adam, lalu Dia menciptakannya berdasarkan salah satu di antara wajah mereka. Oleh karena itu, janganlah sampai seseorang di antara kamu berkata (berkenaan dengan anaknya), ‘Anak (saya) ini tidak mirip saya dan orang tua saya.’”
Abdullah bin Sinan meriwayatkan, “Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as, ‘Terkadang seorang anak tidak mempunyai kemiripan dengan ayah dan pamannya?’”
Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Jika sperma laki-laki mendahului sperma wanita maka anak yang akan lahir akan mirip ayah dan saudara ayahnya, namun jika sperma wanita mendahului sperma laki-laki maka anak yang akan lahir akan mirip ibunya dan saudara ibunya.”
Dari ayat-ayat dan hadis-hadis di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum Islam juga mengakui adanya hukum genetik, meskipun mengenai cara dan batasannya Islam tidak membahas secara rinci disebabkan pada masa-masa itu pembahasan ini belum begitu dikenal dan pembahasan mengenai ilmu-ilmu alam bukan termasuk tanggung jawab dan tujuan dari para nabi.
Perbedaan Kecerdasan dan Daya Ingat
Jenis perbedaan kedua yang ada pada manusia ialah perbedaan dalam kecerdasan dan daya ingat. Dari sisi kecerdasan manusia mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. Sebagian manusia berada pada tingkatan yang sangat tinggi dan berada pada taraf jenius sementara sebagian lagi berada pada tingkatan yang sangat rendah. Di antara dua tingkatan ini masih terdapat banyak lagi tingkatan-tingkatan yang lain. Demikian juga dengan kemampuan daya ingat.
Apa yang menjadi penyebab semua perbedaan ini? Menurut para ahli biologi dan ahli ilmu jiwa, yang menjadi faktor terpenting perbedaan ini adalah faktor keturunan atau genetik. Biasanya, sebagian dari kecerdasan anak mereka warisi dari ayah, ibu dan kakek-kakek mereka.
Salah seorang ilmuwan menulis, “Eksperimen menunjukkan bahwa potensi kecerdasan yang tinggi atau pun yang rendah termasuk bagian dari sifat dan karakteristik sebuah keluarga dan lebih banyak berhubungan dengan faktor genetik. Piaget meyakini, seorang anak mempunyai kemampuan menyusun dan membentuk percobaan-percobaan dirinya, namun masing-masing anak mempunyai tingkat yang berbeda dalam kemampuan ini. Adapun faktor-faktor lain yang berpengaruh pada kecerdasan seorang anak, salah satunya ialah kecelakaan atau benturan yang menimpa otak anak pada saat dilahirkan. Sebagai contoh, bisa saja disebabkan kepala anak terbentur dengan benda keras akhirnya dia menderita kemunduran kecerdasan. Demikian juga dengan berbagai jenis penyakit, terutama penyakit kelamin dapat menyebabkan kelemahan pada kemampuan otak. Sebaliknya, kebersihan, kesehatan dan latihan dapat meningkatkan kecerdasan.”
Ilmuwan yang sama menukil perkataan seorang ilmuwan lainnya sebagai berikut, “Tidak ada satu pun kemampuan kecerdasan dalam setiap tingkat pertumbuhan seseorang yang tidak bersandar kepada faktor genetik, hingga dapat dikatakan bahwa tidak ada satu pun perbedaan individu yang tidak berpijak pada dasar genetik.”
Ilmuwan yang lain menulis, “Kecerdasan anak dipengaruhi turunan dan lingkungan. Makhluk hidup mewarisi anggota tubuh, otak dan bagian-bagian tubuhnya yang lain yang berpengaruh pada kecerdasannya dari orang tuanya. Jika anggota-anggota tubuh ini kurang atau cacat maka kecerdasannya pun akan kurang.”
Ilmuwan lain menulis, “Manakala kedua orang tua mempunyai tingkat kecerdasan yang biasa atau tinggi maka kemungkinan besar anak yang dilahirkannya akan mempunyai kesempurnaan fisik dan kecerdasan normal. Biasanya anak dari orang tua yang seperti ini mempunyai kecerdasan normal. Begitu juga manakala salah seorang orang tua atau kedua-duanya mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih rendah dari bilangan 70 maka tingkat kecerdasan anaknya pun akan seperti mereka. Namun, terkadang tingkat kecerdasan anak lebih tinggi atau lebih rendah dari tingkat kecerdasan orang tua.”
Singkatnya, dalam masalah tingkat kecerdasan faktor genetik ikut berperan. Anak-anak yang kedua orang tuanya cerdas, biasanya lebih cerdas dari anak-anak yang lain. Demikian juga keluarga dan etnis ikut berperan dalam masalah ini. Sebagian keluarga secara keseluruhan lebih cerdas dibandingkan sebagian keluarga yang lain. Demikian juga sebagian etnis secara keseluruhan lebih rendah kecerdasannya dibandingkan sebagian etnis yang lain. Namun perlu diingat bahwa keturunan bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh pada kecerdasan melainkan terdapat juga faktor-faktor lain yang berpengaruh, seperti faktor lingkungan, pendidikan, kehidupan, latihan dan uji coba.
Pandangan Islam
Islam juga mengakui adanya pengaruh faktor keturunan pada kecerdasan. Oleh karena itu, Islam melarang menikahi orang idiot atau orang gila.
Amirul Mukminin as berkata, “Hindarilah menikah dengan wanita idiot. Karena bergaul dengan istri yang semacam ini adalah bencana dan anak-anaknya adalah kehilangan.”
Muhammad bin Muslim berkata, “Salah seorang sahabat Imam Muhammad Baqir as bertanya, ‘Seorang Muslim jatuh hati kepada seorang wanita cantik yang gila, apakah ia boleh menikah dengannya?’ Imam Muhammad Baqir as menjawab, ‘Tidak boleh.’”
Penyakit Turunan
Sebagian manusia sejak pertama dilahirkan mempunyai tubuh yang sehat dan kuat. Ia mempunyai jantung, otak, lever, pencernaan, ginjal dan saraf yang sehat dan normal, dan hingga akhir hidupnya ia tetap dikaruniai nikmat yang besar ini.
Namun sebaliknya ada sekelompok manusia yang sejak dilahirkan ia sakit dan tidak mempunyai tubuh yang sehat dan kuat, dan oleh karena itu ia terus menerus dilanda berbagai macam penyakit.
Sudah barang tentu kondisi tubuh kedua orang tua, makanan yang dikonsumsi ibu pada saat mengandung, pemberian air susu ibu dan pemeliharaan kebersihan mempunyai pengaruh pada kesehatan dan kekuatan anak. Hal-hal ini tidak termasuk faktor turunan, namun sedikit banyaknya faktor turunan pun ikut berperan pada kesehatan dan kekuatan anak.
Kalangan ilmuwan menganggap sebagian penyakit sebagai penyakit turunan, seperti penyakit buta sejak lahir, buta warna merah, buta warna hijau, bisu, buta yang disertai idiot, lumpuh, kanker mata, keterbelakangan mental, sebagian penyakit gula, gila dan mempunyai enam jari.
Para ilmuwan mengatakan penyakit-penyakit ini adalah penyakit turunan dan yang menjadi penyebabnya adalah gen-gen cacat yang berasal dari kedua orang tua dan kakek-kakek mereka.
Meskipun data statistik menunjukkan anak-anak cacat jumlahnya sedikit dan merupakan minoritas dibandingkan anak-anak yang normal namun sedikit banyaknya mereka dapat ditemukan di kalangan beberapa keluarga terutama keluarga-keluarga yang mempunyai perkawinan antar famili, seperti perkawinan antar sepupu.
Pada pernikahan antar famili kemungkinan anak yang dilahirkan mengalami cacat lebih besar dibandingkan pernikahan antar orang lain. Pada keluarga yang mempunyai anak-anak yang cacat seperti ini kebahagiaan dan ketenangan terenggut dari mereka. Kondisi anak yang memprihatinkan membuat setiap orang yang melihat menjadi iba.
Seorang ilmuwan menulis, “Kemungkinan terjadinya heterozigot pada suami istri yang mempunyai hubungan keluarga beberapa kali lipat lebih besar dibandingkan pernikahan antar dua orang yang tidak mempunyai hubungan keluarga. Semakin dekat hubungan keluarga di antara suami istri maka semakin besar kemungkinan terjadinya heterozigot.”
Masih ilmuwan yang sama menulis, “Bukan hal yang mengherankan manakala sepasang suami istri yang mempunyai kakek yang sama (sepupu) mempunyai anak-anak yang sakit atau cacat, karena kemungkinan keduanya heterozigot menjadi jauh lebih besar.”
Salah seorang ahli ilmu jiwa menulis, “Penelitian yang dilakukan para ilmuwan menunjukkan bahwa banyak sekali pernikahan antar keluarga melahirkan anak-anak yang mempunyai keterbelakangan mental, namun itu tidak terjadi pada setiap pernikahan antar keluarga, karena sebagaimana yang disaksikan terdapat berjuta-juta orang yang sehat dan normal di luar sana yang lahir dari pernikahan antar keluarga. Sekarang ini di banyak negara terutama di negara-negara Skandinavia dan Amerika, sebelum sepasang calon suami istri menikah mereka menjalani pemeriksaan genetik secara teliti, dan manakala hasilnya positif baru mereka menikah. Sekelompok ahli ilmu jiwa mengatakan bahwa sebagaimana pernikahan sedarah (antar kakak-adik) telah dilarang maka secara perlahan pernikahan antar saudara sepupu pun harus dilarang atau paling tidak harus mendapat persetujuan dari lembaga pemeriksaan genetik, untuk mencegah semaksimal mungkin lahirnya anak-anak yang cacat.”
Oleh karena itu, para ahli genetik percaya bahwa penyakit-penyakit seperti ini bersifat genetis, dan berbagai penelitian membuktikan, kemungkinan munculnya anak-anak yang cacat dari pernikahan antar keluarga jauh lebih besar dibandingkan pernikahan lain. Mereka menganjurkan untuk sedapat mungkin menghindari terjadinya pernikahan antar keluarga dekat, kecuali jika sebelumnya berkonsultasi dengan dokter ahli genetik dan dokter itu menyimpulkan bahwa tidak mengapa pernikahan mereka dilangsungkan.
Berkenaan dengan hal ini Islam tidak menetapkan apa-apa, Islam hanya mengharamkan pernikahan antar keluarga derajat pertama, seperti antar saudara sekandung (seibu sebapak, seibu maupun sebapak), antar bibi dengan keponakan dan antar paman dengan keponakan. Mungkin, salah satu yang menjadi sebab pengharamannya adalah masalah ini.
Begitu juga kepada orang tua yang mempunyai anak yang cacat, mereka menganjurkan agar sebelum mempunyai anak lagi hendaknya terlebih dahulu berkonsultasi kepada seorang ahli genetik, mengemukakan masalah mereka dan melaksanakan nasihat-nasihat yang diberikannya, supaya jangan sampai lahir lagi anak yang cacat dari mereka sehingga mendatangkan banyak kesulitan pada kehidupan mereka.
Kesimpulan
Para ahli ilmu genetik, setelah melakukan berbagai penelitian dan percobaan secara mendalam mereka sampai pada kesimpulan bahwa masalah genetik pada spesies dan individu-individu manusia dan bahkan pada hewan dan tumbuhan adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya, dan sampai kini mereka terus melanjutkan penelitian mereka.
Namun, maksud dari perkataan para ilmuwan ini bukan berarti bahwa karakteristik-karakteristik yang terdapat pada sperma kedua orang tua adalah satu-satunya sebab bagi berbagai sifat dan karakteristik yang ada pada diri seorang anak sementara faktor-faktor lain seperti lingkungan dan pendidikan tidak mempunyai pengaruh terhadapnya, justru sifat-sifat tersebut untuk dapat muncul dan berkembang memerlukan lingkungan yang sesuai. Dengan kata lain, pada akhirnya lingkunganlah yang menentukan nasib berbagai sifat dan potensi tersebut.
Oleh karena itu, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan, makanan yang dikonsumsi ibu pada saat mengandung, pemberian air susu ibu dan kondisi lingkungan tempat tumbuh dan berkembang tidak diragukan sangat memberikan pengaruh pada bagaimana munculnya potensi-potensi genetik seorang anak. Manusia merupakan produk interaksi antara potensi-potensi genetiknya dengan kondisi lingkungannya tempat ia tumbuh dan berkembang. Masalah ini juga merupakan sesuatu yang diakui oleh para ahli genetik.
Seorang ahli genetik menulis, “Beragamnya individu manusia bersumber dari perbedaan bawaan (genetis) mereka dan juga dari perbedaan lingkungan mereka. Faktor genetik tiap individu bukan penentu nasib mereka, ia hanya sebuah rancangan di mana manusia lahir dengannya.”
Ilmuwan yang sama menulis, “Untuk dapat gen-gen membentuk kembarannya ia harus berinteraksi dengan lingkungan.”
Ilmuwan lain menulis, “Setiap karakter berada dalam pengaruh lingkungan dan turunan. Manakala kedua faktor ini ada baru karakter tersebut dapat tumbuh, dan salah satu dari keduanya tidak dapat berperan tanpa yang lainnya.”
Masih ilmuwan yang sama menulis, “Gen-gen yang berbeda menunjukkan reaksi yang berbeda pada sebuah lingkungan yang sama, dan begitu juga gen-gen yang sama tidak akan tumbuh sama pada lingkungan yang berbeda. Oleh karena itu, setiap gen akan tumbuh sesuai dengan lingkungannya. Terkadang, lingkungannya sama namun gen-gennya berbeda, maka di sini gen-gen tersebut akan tumbuh berbeda-beda sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya.”
Ilmuwan lain menulis, “Memisahkan sifat-sifat turunan dan sifat-sifat yang disebabkan lingkungan adalah tindakan yang salah, karena setiap sifat itu dipengaruhi turunan dan lingkungan sekaligus.”
Ilmuwan lain menulis, “Sudah barang tentu anak-anak mewarisi banyak potensi dari kedua orang tuanya, namun untuk dapat muncul dan berkembangnya potensi-potensi tersebut diperlukan lingkungan yang sesuai, dan hanya dengan mewarisi potensi-potensi tersebut tidak cukup menjamin potensi-potensi tersebut dapat berkembang secara baik.”
Hukum genetik mengatakan bahwa yang menjadi sumber semua sifat dan karakter turunan individu manusia ialah potensi-potensi yang terdapat pada gen-gen sperma kedua orang tua, namun ia tidak mengingkari pengaruh dan peran faktor-faktor lain, yang salah satunya adalah faktor lingkungan.
Pada akhirnya, untuk dapat menampakkan pengaruhnya gen-gen tersebut membutuhkan lingkungan dan makanan yang sesuai, dan oleh karena janin mendapat makanan dari makanan ibu maka apa yang dimakan ibu akan memberikan pengaruh kepada cara dan bentuk kemunculan potensi-potensi yang dimilikinya.
Sebagai contoh, melalui sperma kedua orang tua sebuah gen yang akan menyebabkan rambut berwarna hitam berpindah kepada janin, namun gen tersebut tidak lebih hanya sebuah potensi yang untuk dapat tumbuh aktual ia memerlukan lingkungan dan kondisi yang sesuai.
Bukan berarti bahwa dalam semua keadaan gen tersebut memberikan efek yang sama. Bisa jadi disebabkan makanan yang dikonsumsi rambutnya menjadi hitam legam atau hanya kehitam-hitaman, atau dapat juga pada beberapa kondisi tertentu menjadi berwarna hitam kecoklat-coklatan.
Oleh karena itu, hukum genetik tidak mengatakan bahwa sifat dan karakter setiap individu telah ditentukan pada sperma kedua orang tuanya dan sama sekali tidak dapat berubah, dan untuk dapat tumbuh dan berkembangnya tidak memerlukan faktor-faktor lain.
John Soto menulis, “Jika faktor turunan dapat menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan dan pengajaran, maka faktor lingkungan pun secara mendasar dapat mengubah potensi anak ke arah yang diharapkan atau ke arah sebaliknya. Secara keseluruhan baik lingkungan materi maupun lingkungan sosial mempunyai peranan mendasar dalam kehidupan anak.” (*Tokoh Pendidikan Islam)