BERITAALTERNATIF.COM – Lina Oktaviani sudah bertahun-tahun menjadi Juru Bahasa Isyarat (JBI) di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan Timur.
Alumnus pendidikan luar biasa dari salah satu universitas di Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan ini tergolong konsisten melakoni profesi tersebut.
JBI asal Kukar ini juga aktif mengajar di SLB Negeri Tenggarong, Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Provinsi Kalimantan Timur, Kutai Literasi dan Budaya Etam (Kaliya), serta founder Sahabat Tuli (SaTu) Tenggarong.
Lina melanjutkan usahanya mempelajari bahasa isyarat pada tahun 2013 setelah berkenalan dengan para penggerak organisasi disabilitas khusus tuli: Gerakan untuk Kesejahteraan Anak Tunarungu (Gerkatin) di Kalimantan Selatan.
Perkenalan dengan organisasi tersebut membuat ia memahami berbagai masalah yang dihadapi para penyandang disabilitas, seperti hambatan dalam berkomunikasi dan mendapatkan informasi.
Meski telah belajar dan memenuhi syarat sebagai JBI, pada tahun 2015 Lina pernah diprotes para penyandang disabilitas saat menjadi penerjemah.
Dia menggunakan sistem bahasa isyarat yang ternyata tak dipahami sahabat tuli yang tergabung dalam Gerkatin. Menyadari hal itu, ia pun berusaha lebih intens bertemu, berkomunikasi, belajar, dan berdiskusi dengan teman-teman tuli.
Setelah mendalami berbagai jenis bahasa isyarat, pada tahun 2015 Lina terdaftar menjadi JBI Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat Indonesia.
Tiga tahun kemudian, ia aktif menjadi JBI di Kaltim melalui PPDI Provinsi Kaltim. Pada 2019, ia juga tergabung di PPDI Kukar.
Lina mengungkapkan bahwa hanya ada tiga JBI yang berdomisili di Kecamatan Tenggarong: dua orang di ranah umum dan satu orang di ranah dakwah.
“Selain menjadi JBI di Tenggarong, saya juga kadang diminta untuk menjadi juru bahasa di Kota Samarinda, khususnya saat ada acara yang waktunya lumayan panjang,” terangnya, Selasa (10/1/2023).
Dalam setiap acara yang berdurasi panjang, ia kerap dibantu oleh JBI lain. Istilahnya tandem. “Kami bergantian dengan waktu 15-30 menit. Satu orang lainnya mentor tuli,” ungkapnya.
Dia mengakui bahwa Kukar tengah menghadapi masalah kekurangan JBI dan mentor tuli. Hal ini pun membawa akibat tersendiri saat pelaksanaan kegiatan-kegiatan di bidang kesehatan, kesehatan, hukum, dan internasional. “Kita mengalami hambatan dalam menerjemahkannya,” ucap dia.
Lina beserta JBI di Kukar menyiasatinya dengan menerjemahkan peralfabet. Kemudian mencoba membuat bahasa isyarat, yang diputuskan secara bersama-sama dengan teman-teman tuli.
Selanjutnya, bahasa isyarat itu digunakan secara terus-menerus. Berikutnya, di akhir acara bahasa isyarat tersebut dievaluasi oleh mentor tuli.
Ia menyebutkan bahwa tugas dan fungsi JBI telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Undang-undang tersebut menetapkan sejumlah persyaratan bagi calon JBI, antara lain mengikuti kelas bahasa isyarat yang dilaksanakan oleh komunitas atau organisasi tuli, memahami kode etik JBI, dan mendapatkan pengakuan dari organisasi atau komunitas tuli setempat.
“(Itulah syarat-syarat) orang itu bisa atau layak menjadi juru bahasa isyarat,” jelas Lina. (nf/um)