BERITAALTERNATIF.COM – Kementerian Sosial atau Kemensos mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) Yayasan Aksi Cepat Tanggap alias ACT.
Pencabutan izin tersebut telah diteken Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi pada Selasa (5/7/2022). Alasannya, ACT diduga melakukan pelanggaran aturan donasi.
Menurut Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, potongan maksimal untuk pembiayaan donasi sosial maksimal 10 persen.
Sementara itu, Presiden ACT Ibnu Khajar dan pengurus yayasan dalam konferensi pers, Senin (4/7/2022) mengaku menggunakan rata-rata 13,7 persen untuk operasional yayasan dari dana hasil donasi. Dalam pertemuannya dengan Mensos Muhadjir pada Selasa lalu, Ibnu juga mengungkapkan hal yang sama.
Menurut Ibnu, untuk biaya operasional ACT bahkan bisa memotong dana sumbangan sebesar 30 persen. Hal itu, kata dia, sudah sesuai dengan saran dari Dewan Syariah sebagai pengawas. Kendati begitu, Ibnu mengaku lembaganya belum pernah mengambil biaya operasional sebesar itu.
“Jadi toleransinya itu sampai 30 persen, misalnya kalau butuh hal luar biasa seperti masuk Papua atau medan berat lainnya,” kata Ibnu sebagaimana dilansir dari tempo.co.
Januari lalu, Presiden ACT Ahyudin yang telah menjabat selama tujuh belas tahun “dilengserkan”. Namun kabar ini baru terendus pada April setelah pendiri lembaga filantropi itu mengumumkan pengunduran dirinya lewat Facebook.
“Dengan sebab-sebab yang amat saya sesalkan dan saya prihatinkan,” tulisnya dalam unggahan di akun Facebook “Ahyudin Gmc”.
Kepada Majalah Tempo, Ahyudin menyebut dirinya dipaksa mundur. Pada 11 Januari, Tim Pengawas yang terdiri atas sekitar 40 orang mengeruduk ruangannya. Dalam rombongan itu, ada juga Ibnu Khajar.
Mereka memaksa Ahyudin menandatangani surat pengunduran diri. “Mereka mengancam tidak akan keluar dari ruangan sebelum saya tanda tangan,” kata Ahyudin Jumat (1/7/2022) lalu.
Berbeda dengan yang disampaikan Ahyudin, Ibnu mengatakan petinggi ACT meminta Ahyudin mundur secara baik-baik.
Dewan Syariah ACT juga memberi saran untuk segera meregenerasi kepemimpinan lembaga. “Suasananya enak, kami bersalaman, bahkan salat zuhur berjamaah,” kata Ibnu. Kendati begitu, Ibnu enggan menjelaskan alasan Ahyudin diminta mundur.
Sejumlah narasumber mengatakan mundurnya Ahyudin disebabkan krisis keuangan yang melanda ACT. Keuangan lembaga itu limbung sejak akhir tahun lalu. Hal itu terlihat dari pemotongan gaji karyawan hingga macetnya sejumlah program.
Lembaga yang mengumpulkan rata-rata Rp 540 miliar per tahun pada 2018-2020 itu memotong gaji karyawan hingga lebih dari 50 persen pada Oktober-Desember 2021.
Selama menjabat sebagai Presiden ACT, Ahyudin sempat menerima gaji fantastis, per bulannya hingga Rp 250 juta. Selain itu, pejabat senior vice president juga disebut menerima bayaran hingga Rp 200 juta, vice president digaji Rp 80 juta, serta Rp 50 juta untuk gaji direktur eksekutif.
Tak hanya gaji besar, petinggi yayasan juga menerima fasilitas kendaraan dinas menengah ke atas, seperti Toyota Alphard, Honda CR-V, dan Mitsubishi Pajero Sport.
“Jadi kalau pertanyaan apa sempat berlaku (gaji Rp 250 juta), kami sempat memberlakukan di Januari 2021 tapi tidak berlaku permanen,” kata Ibnu.
Selain melanggar aturan donasi Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, ACT juga terindikasi menabrak aturan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
Dalam Pasal 5, ayat 1 disebutkan bahwa kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus, dan pengawas. (*)